Share

BAB 80

Author: Langit Parama
last update Last Updated: 2025-12-24 12:17:28
“Makasih ya, Pak,” ucap Djiwa sembari menerima paket makanan yang dia pesan dari aplikasi.

“Sama-sama, Mbak,” balas kurir makanan tersebut.

Djiwa kemudian kembali masuk ke dalam kantor, menaiki lift menuju lantai empat puluh sembilan—di mana lantai ruangan Radja berada.

Kantor masuk setengah jam lagi, masih ada waktu untuk Radja sarapan. Tanpa diberitahu, Djiwa sudah menduga kalau pria itu belum makan sejak tiba di perusahaan.

Meski sebelumnya Radja menolak. Djiwa tetap membeli makanan untuk sarapan pria itu, agar Radja tidak sakit kalau sampai telat makan.

“Mas, makan dulu, ya?” ujar Djiwa begitu melangkah masuk ke ruang kerja Radja.

Pria itu masih duduk di balik meja, menatap kosong ke depan sambil menghela napas panjang. Keras kepala sekali, pikir Radja.

Padahal sejak tadi dia sudah menolak sarapan—bukan karena sibuk, melainkan karena benar-benar tak berselera.

Tanpa menunggu jawaban, Djiwa melangkah ke sofa. Ia duduk tenang, membuka wadah makanan yang dibelinya.

A
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (2)
goodnovel comment avatar
radayinta
makasih kak,udah up lagi, sabar ya Djiwa, nanti lama2 es Radja akan mencair, hhhmmm ada rahasia apa dengan Inggrit??
goodnovel comment avatar
Ayun Retno
untuk sementara inggrit gak ganggu Djiwa dulu dia lg sibuk mikir bentar lagi Inggrit bakal dikembaliin ke orang tuanya...pasti malu banget
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Candu Dekapan Kakak Ipar   BAB 99

    Sepanjang perjalanan menuju kantor, pikiran Djiwa tak lepas dari sikap Radja terhadap Anggita. Ia bisa memahami alasan Radja menjaga jarak dari Inggrit, karena sikap wanita itu memang kerap tak pantas dijadikan teladan. Namun Anggita? Anak kecil itu sama sekali tak bersalah. Tak ada satu pun alasan yang cukup kuat bagi seorang ayah untuk bersikap sedingin itu pada darah dagingnya sendiri. Meski Radja tak lagi mencintai istrinya, Anggita tetap anak kandungnya. Fakta itu tak seharusnya berubah. “Kalau memang ini ada sangkut pautnya sama aku,” gumam Djiwa lirih sambil menatap lurus jalanan di depan. “Aku harus lurusin semuanya sama Mas Radja.” Ia mengepalkan jemarinya pelan. “Dia yang minta kita jalanin ini pakai perasaan. Tapi kalau perasaan itu justru bikin dia melukai anaknya sendiri …,” Djiwa menghela napas panjang. “Aku gak mau jadi alasannya. Aku gak mau jadi alasan Anggita gak punya peran ayah.” Di sisi lain, di dalam ruang kerjanya, Radja berdiri tegak di depan jend

  • Candu Dekapan Kakak Ipar   BAB 98

    “Ada alasan kamu merasa begitu?” Sekar menatapnya lurus, tajam, penuh desakan. “Atau jangan-jangan ini semua efek dari barang terlarang yang kamu pakai?” tebaknya tanpa basa-basi. Radja melirik ibunya dengan mata menyipit. Sudut bibirnya terangkat membentuk senyum miring, mematikan sekaligus berbahaya. “Barang terlarang?” ulangnya pelan. “Mami cukup berpendidikan untuk tahu efek samping dari penggunaan barang itu, kan?” Sekar menelan ludah. Kalimat itu terasa seperti tamparan halus—dingin, menyindir, tapi tepat sasaran. Namun ia tetap menegakkan dagu, tak mau terlihat goyah. “Jawab Mami,” desaknya. “Apa benar kamu pakai obat-obatan terlarang itu?” Radja menghela napas panjang. Kali ini senyumnya menghilang. Ia menatap ibunya lurus, tanpa berkedip sedikitpun. “Tidak,” jawabnya tegas. “Saya tidak menyentuh apa pun yang Mami maksud.” Sekar mengamati wajah putranya, mencoba mencari kebohongan. “Lalu kenapa kamu berubah? Sikap kamu, kebiasaan kamu, bahkan ke anak-anak kamu ju

  • Candu Dekapan Kakak Ipar   BAB 97

    Mbok Iyam menghela napas berat sambil membereskan meja makan di dapur kotor. Setelah itu, piring-piring kotor ia serahkan pada Mbok Inem yang tengah sibuk mencuci di wastafel. “Kamu kenapa, Yam?” tanya Mbok Inem sambil melirik. Tangannya tetap bekerja, menggosok piring satu per satu. “Kamu sadar, kan?” Mbok Iyam membuka suara pelan. “Akhir-akhir ini Tuan Radja udah gak pernah makan di sini lagi. Mau sarapan, makan siang, sampai makan malam—gak pernah.” “Iya, iya. Terus?” Mbok Inem mengangkat alis. “Tadi aku nganterin pesanan beliau ke ruang kerja,” lanjut Mbok Iyam. “Roti panggang sama potongan buah. Terus aku nekat nanya, takutnya masakan aku ada yang salah.” Mbok Inem langsung menghentikan gerakannya. Air masih mengalir dari keran, tapi perhatiannya penuh ke Mbok Iyam. “Serius kamu tanya langsung? Ggak takut dimarahin?” Mbok Iyam menyengir kecil. “Namanya juga tukang masak. Kalau majikan gak makan, ya kepikiran.” “Terus?” Mbok Inem makin mendekat. “Apa katanya?” Mbok

  • Candu Dekapan Kakak Ipar   BAB 96

    “Udah mendingan, Mas?” tanya Djiwa pelan pada Radja yang tengah fokus mengemudi di sebelah kanannya. Tatapan pria itu lurus ke jalan raya. Satu tangannya mantap di setir, sementara tangan lainnya menggenggam tangan kanan Djiwa dengan lembut. Jempolnya mengusap punggung tangan wanita itu perlahan—ritmenya tenang, seolah ingin menyalurkan rasa aman. “Kalau ada kamu di sisi saya,” ucap Radja tanpa menoleh, suaranya rendah dan stabil, “Tubuh saya mendadak sehat.” Jantung Djiwa berdegup. Ia menelan ludah, pandangannya beralih ke jalinan tangan mereka—terlalu dekat, terlalu intim untuk sesuatu yang seharusnya biasa saja. “Mas bisa aja,” gumamnya, mencoba terdengar ringan. Radja tersenyum tipis. Genggamannya mengerat sesaat, lalu kembali longgar. “Saya serius.” Mobil melaju dalam keheningan yang hangat. Lampu kota mulai menyala satu per satu, memantul di kaca depan. Djiwa bersandar di bahu pria itu, membiarkan jari Radja tetap di sana—dan untuk pertama kalinya, ia tidak ingin

  • Candu Dekapan Kakak Ipar   BAB 95

    “Om, awas Anggi mau lewat,” keluh bocah itu pada sosok bertubuh tinggi yang menghadang jalannya. Kepalanya mendongak, sampai lehernya terasa pegal. Dante menyeringai miring. Tatapannya beralih pada Inggrit yang masih di dalam mobil. Wanita itu jelas melayangkan tatapan tajam dan dingin padanya. Namun Dante tak menggubris hal tersebut, kembali menatap Anggita. Ia kemudian berjongkok, tepat di hadapannya. “Kamu Anggita anaknya Inggrit, kan?” Mata Anggita menyipit, “Kok Om tahu nama Mama Anggita?” Di mobilnya, jantung Inggrit berdetak cepat melihat adegan di hadapannya. Tak bisa dibiarkan kalau sampai Dante mengaku kalau dirinya ayah kandung Anggita. Inggrit buru-buru turun dari mobil untuk menghampiri keduanya. Ketukan heelsnya menggema di aspal sekolah sang anak. “Anggi, masuk sana,” ucap Inggrit pada sang anak. Anggita menoleh, terkejut karena ibunya sampai turun dari mobil. Ini baru pertama kalinya setelah dia masuk sekolah TK, Inggrit turun dari mobilnya. Apa untuk me

  • Candu Dekapan Kakak Ipar   BAB 94

    “Mas gak apa-apa?” tanya Djiwa pelan, tatapannya tertuju pada dirinya dan refleksi Radja yang memeluknya dari cermin wastafel. Tangan Djiwa terangkat mengusap punggung tegap pria itu, lembut naik turun. Radja semakin mengeratkan pelukannya, seolah mencari ketenangan, kenyamanan, dan kehangatan di tubuh Djiwa. “Rasanya lebih baik sekarang,” bisik Radja, tepat di telinga Djiwa. “Mungkin, karena kamu membawa energi positif,” lanjutnya seraya membandingkan saat dirinya dihampiri Inggrit. Djiwa tersenyum kecil, tangannya naik mengusap belakang kepala Radja. Hal itu mampu membuat Radja memejamkan matanya, merasa sangat disayang. Kemudian, Djiwa melonggarkan pelukannya dan menatap mata pria itu. Kedua tangannya menangkup pipi Radja, dan ibu jarinya mengusap rahang tegas pria itu. “Mas sakit apa gimana?” tanyanya sambil mengecek suhu badan pria itu. Badan Radja tidak panas, bahunya sedikit turun dari proporsi tubuh pria itu yang tinggi tegap. Dan keringatnya dingin, serta wajahn

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status