Home / Romansa / Catatan Rahasia Sekretaris Suamiku / 5. Pria yang Salah di Waktu yang Tepat

Share

5. Pria yang Salah di Waktu yang Tepat

Author: Nabila
last update Last Updated: 2022-06-13 18:32:38

[Davina, berkali-kali aku mencoba memberitahumu bahwa Fathan dan Ghina bukan hanya partner kerja. Namun, kamu terlalu naif jika tidak mau aku bilang bodoh. Aku pikir kamu juga akan memaklumi ini demi persahabatan kita. Ghina butuh pengganti Omar. Ghina itu hanya casingnya yang dewasa seperti yang ditampilkan di hadapan kita. Hatinya mudah rapuh. Kamu juga turut andil dalam hal ini, berkali-kali kamu bilang supaya Ghina move on. Sekarang dia sudah move on dengan rekan kerjanya. Fathan membuat Ghina kembali bersemangat, seperti juga aku.]

*

Kondisi Nafasya mulai membaik keesokan harinya. Davina dan Fathan bisa bernapas lega. Setelah melalui banyak pemeriksaan, dokter menyimpulkan Nafasya mengalami gangguan pernafasan. Masih akan ada observasi lanjutan, jadi Nafasya belum diperbolahkan pulang.

"Aku berangkat kerja dulu, sayang." Fathan berpamitan kepada istrinya. Sikap Fathan tidak berubah. Hal itu membuat Davina serba salah.

"Hati-hati." Hanya itu yang terucap dari bibirnya. Fathan mencium kening Nafasya sebelum berlalu dari ruangan.

"Jangan lupa hari ini mereka juga mendapat panggilan polisi untuk memberikan keterangan." Fathan berhenti sejenak mendengarkan kata-kata Davina. Mereka yang dimaksud pasti ketiga sahabatnya. Fathan memilih tidak menyahut perkataan istrinya. Tangannya meraih handle pintu.

"Tidak usah bingung mendampingi siapa, mereka semua butuh kamu dampingi!" Davina sedikit berteriak kesal. Fathan tak menjawab. Dia memilih diam, karena tahu Davina butuh mengeluarkan emosinya. Davina mengusap wajahnya dengan kasar. Membaca catatan Lulu tentang Ghina yang juga menjalin hubungan dengan Fathan membuat amarahnya naik lagi.

*

“Morning, Beb!” Ghina tersenyum kepada Omar yang berbaring di sebelahnya. Pria blasteran Bahrain-Indonesia itu terlihat dua kali lebih menggoda di pagi hari, terutama saat dia baru saja membuka matanya. Bulu mata Omar panjang dan lentik dan caranya memandang Ghina … ah, precious! Ghina sanggup menjual jiwanya demi dipandangi seperti itu.

“Morning, Princess.” Omar mengecup dahi Ghina.

“Diam di sini. Aku akan membawakan sarapan untukmu,” kata Ghina.

Omar menahan tangannya. “No, Princess. Kamu yang diam. Breakfast in bed? Aku ahlinya.”

Ghina tersipu lalu mengganguk. Matanya mengawasi Omar yang turun dari ranjang lalu menghilang di balik pintu kamar.

Tak sampai sepuluh menit Omar sudah kembali. Ghina memandanginya terheran-heran. Waktu yang terlalu singkat untuk menyiapkan sarapan. Namun  Omar masuk membawa sebuah nampan perak dengan tutup saji diatasnya.

“Sarapanmu, Princess,” sahut Omar sambil meletakkan nampan di pangkuan Ghina.

Ghina membuka tutupnya dan terkejut menemukan nampan itu tidak berisikan makanan tetapi sebuah kotak kecil biru berlabel Tiffany. Matanya membulat. “Oh, Omar?” Dia menatap Omar lembut.

Omar meraih kotak biru itu lalu membukanya. Sebuah cincin berhias berlian yang besar dan berkilau dia persembahkan kepada Ghina. “Happy Anniversary, Dear!"

Setelah bertahun-tahun kemudian, cincin dengan berlian besar itu kini Ghina simpan baik-baik dalam deposit box. Dia merasa tak ingin lagi memakainya  karena  Omar, kekasihnya, suaminya, sudah tak lagi bersamanya. Sebuah pesawat komersil tujuan Jakarta-Qatar telah jatuh membawa serta separuh jiwanya, Omar.

“Ghina, Sayang, aku turut berduka cita.” Davina datang ke rumah duka. Dia memeluk erat Ghina.

Ghina balas memeluknya dan menumpahkan seluruh air mata kepada sahabatnya. “Omar ….”

“Sshhh, yang tabah, Sayang.” Davina mengelus-ngelus punggung Ghina.

Setelah Ghina mulai dapat mengendalikan diri. Davina memperkenalkannya kepada  Fathan. “Ini Fathan, suamiku. Kamu melihatnya di pernikahan kami. Saat itu kamu terburu-buru karena harus mengejar penerbangn ke Qatar."

Fathan menyalami Ghina. “Kami turut berduka cita.”

“Terima kasih,” sahut Ghina seraya tersenyum lemah.

Awalnya Ghina menganggap Fathan biasa saja, sekedar suami dari seorang sahabatnya, tidak ada yang terlalu menarik atau pun spesial. Hatinya masih dipenuhi duka oleh kehilangan Omar yang sangat mendadak. Pernikahan mereka baru seumur jagung. Percintaan yang dia bangun bersama Omar sedang hangat-hangatnya. Ghina nyaris depresi setelah Omar pergi selama-selamanya.

Ghina berusaha mengalihkan kesedihannya dengan bekerja siang dan malam. Dia menerima lebih banyak klien, mengambil alih pekerjaan yang semestinya tak perlu dia kerjakan. Ghina baru pulang ke rumah setelah lewat tengah malam, dengan begitu dia berharap dirinya terlalu lelah untuk menyadari ranjangnya kini  telah kosong, dingin. Dia sendirian tanpa Omar.

Pukul satu dini hari, Ghina merangkak naik ke tempat tidur. Selepas kepergian Omar, Ghina punya kebiasaan baru, meringkuk di dalam selimut sambil memeriksa ponselnya. Dia masuk ke akun instagramnya. Ada banyak foto Omar di sana. Foto saat mereka berbulan madu di Cayman Island atau sekedar jepretan asal saat Omar tampak serius dengan pekerjaannya.

Sebuah pemberitahuan masuk, seseorang mengomentari postingan terbarunya yang dia unggah tadi siang: foto  sofa merah besar bergaya Victorian yang dia ambil saat berburu perabot antik untuk kliennya.

[Fathan_Rav. Nice shot! I like your style.]

[Ghinadesign. Thank you, Bro.]

[Fathan_Rav. Kukira kau sudah tidur. Lembur?]

Ghina mengetikkan balasan. [Gak, kok, di rumah aja.]

[Ga bisa tidur?]

[Gitu, deh.]

Ghina bangkit lalu mengambil foto obat tidur yang diresepkan dokter kepadanya di atas nakas. Dia mengirimkannya kepada Fathan. Sebenarnya ini hanya sebagai bukti bahwa dia memang belum bisa tidur meski telah selarut ini.]

[Sleeping pills? Are you okay, Dear?] Tulis Fathan.

[Sudah minum satu tapi masih belum ngefek.]

[Mau aku telpon?]

[Buat apa?]

[Orang-orang, sih, sering bilang kalau suaraku ini bikin ngantuk.]

[Wkwkwk. Davina mana?]

[Sudah tidur dari tadi.]

[Oh, pasti gara-gara kamu terlalu banyak bersuara.]

[Lol.]

Panggilan masuk dari Fathan.

“Halo,” jawab Ghina.

“Hai. Aku beneran suka, loh, sama foto-foto kamu di I*. Ga nyangka ternyata kamu designer interior beneran, terkenal lagi.”

“Ha, ha, ha, kamu itu niatnya mau muji atau nyinyir, sih?”

“Muji, dong, jangan skeptis gitu, ah.”

“Oke. Thanks, again.”

“Cukup bicara soal kerjaan. Itu sama sekali bukan dongeng sebelum tidur yang menarik.”

“Hmm, oke. Aku menunggu pembuktian keahlianmu.”

“Soal pekerjaan lagi? Aku?”

Ghina tertawa. “Bukan. Pekerjaanmu pasti membosankan. Aku tidak mau dengar. Keahlianmu satunya, membuat orang tertidur.”

“Oh, soal itu. Eh, anu, soal meniduri orang ini, mungkin sedikit tidak etis dibicarakan. Kau tahu kan, ini melibatkan banyak teori, banyak gaya, dan sedikit soal rasa.”

Ghina kembali tergelak. Selanjutnya Fathan malah bercerita tentang resep nasi goreng kebanggaannya dan kekecewaannya akan restoran tempatnya makan tadi siang. Fathan membuatnya nyaman dengan gurauan dan cerita recehnya hingga tanpa sadar Ghina tertidur masih dengan ponsel dalam genggamannya.

*

“Ghina, tolong aku.” Clara, rekan kantor Ghina, tiba-tiba menghadang langkah Ghina yang baru saja mau duduk di mejanya.

“Ada apa?” tanya Ghina.

“Kau tahu klien kita, Paula?”

“Ya, yang penyanyi, itu, bukan?”

“Dia minta floor plan-nya siap hari ini dan laptopku … rusak! Padahal semua filenya ada di sana.” Clara hampir menangis. “Bagaimana ini Ghina? Ga akan keburu.”

“Kau ga punya cadangannya.”

Clara menggeleng lemah. “Hanya kau satu-satunya harapanku, Ghina, please bantu aku.”

Ghina mengembuskan napas panjang. Bukan pertama kalinya dia kebagian membereskan masalah-masalah yang diciptakan oleh rekannya. Dia melirik jam, semestinya kurang dari satu jam dia harus bersiap menemui klien barunya, tetapi masalah Clara tidak bisa dia biarkan.

“Oke. Aku kenal Paula, dia klien lama kita. Berikan semua materinya, kita harus segera memulai dari awal.” Ghina kemudian memanggil asistennya seorang pegawai magang yang baru saja lulus kuliah. “Hendra, tolong jadwalkan ulang meeting kita dengan klien hari ini.”

Ghina sebenarnya paling tidak suka mengubah janji yang sudah dia buat sendiri. Namun, kadang-kadang hal buruk terjadi. Dia hanya bisa pasrah jika klien barunya akhirnya mengundurkan diri. Padahal kliennya ini lumayan menjanjikan jika setuju memakai jasanya. Sebuah perusahaan property yang tengah membangun apartemen.

Satu jam berlalu, saat Ghina sedang sibuk-sibuknya, Hendra datang. “Bu Ghina, maaf, anu,”

“Apa? Cepat selesaikan bicaramu aku sibuk!” seru Ghina tak sabaran.

“Klien kita hari ini sudah datang dan ingin bertemu dengan Ibu.”

“Apa? Aku kan tadi sudah bilang untuk menjadwalkan ulang?”

“Iya, Bu, tetapi mereka memaksa. Malah direkturnya sendiri yang sekarang datang.”

Ghina panik. Ingin rasanya dia membelah dirinya menjadi dua. “Baiklah. Pertama, aku harus mendatanginya dan meminta maaf secara pribadi. Dia di mana?”

“Masih menunggu di ruang tamu, Bu.”

Dengan langkah panjang-panjang Ghina menuju ruang tamu. Sesampainya di sana, jantungnya seakan hendak berhenti. “Fathan?”

"Hai! Aku tahu kau sibuk, tapi aku pun sama sibuknya." Fathan tersenyum melihat Ghina yang wajahnya seperti orang habis kena sidak bos.

"Ma-maafkan aku." Ghina memandang Fathan dengan tatapan memelas.

"Ya, mau bagaimana lagi." Fathan mengangkat bahu. "Kita terpaksa meeting di luar jam kerja."

Ghina tersenyum penuh arti. "Kali ini, kau bosnya."

"Hubungi aku kalau kau sudah selesai. Aku akan menjemputmu," ujar Fathan.

Ghina mengangguk. Ada desir di dadanya yang dia salah artikan sebagai tantangan pekerjaan baru, kenyataannya lebih dari itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Catatan Rahasia Sekretaris Suamiku    33. Akhir Perjalanan Arumi

    Viandra sedang mengamati layar laptopnya, memerhatikan satu persatu angka yang tertera di dalam rekening yayasan. Setelah acara lelang barang branded berakhir, tugasnya mencatat semua uang yang masuk di rekening. Dahinya berkerut saat mendapati satu berita pada bukti transfer. Segera ia mengambil kertas lalu mulai mencetak bukti uang masuk. Ada sepuluh halaman kertas yang kini berjejer di mejanya. Jarinya dengan cekatan melingkari nomor rekening yang namanya sama. Ada satu nama dan berita transfer yang membuatnya bertanya-tanya. "Kak, ada yang aneh dengan donatur ini, deh. dia mengirimkan donasi dalam jumlah yang sama selama enam bulan ini. Setiap tanggal dua puluh dia mengirimkan donasi seratus juta. Beritanya juga sama 'Geng Cokelat' ini maksudnya apa, ya?"Davina terkejut mendengar nama yang setahun ini tidak pernah dia dengar lagi, dan memang sudah dia hapus dari memorinya. "Pengirimnya atas nama siapa?" selidiknya. "Ghina Ulya. Kakak kenal?'Davina segera mendekati Viandra

  • Catatan Rahasia Sekretaris Suamiku    32. Menerima Tanpa Membenci

    Udara pagi yang dingin menerpa wajah Fathan saat mama mematikan lampu dan membuka jendela kamarnya."Fathan bangun, ayo salat Subuh dulu. Sudah azan, segeralah pergi ke masjid!" Mama menarik selimut tebal yang membungkus tubuh Fathan, lalu menepuk-nepuk punggung anak semata wayangnya."Hoam ... dingin sekali, Ma," keluh Fathan sambil menguap begitu menyadari hawa dingin menusuk tulangnya. Mereka sedang berada di villa. Sejak perceraiannya dengan Davina diketuk palu, Fathan tidak lagi punya gairah pada dunia bersenang-senang. Dia lebih memilih menemani mamanya yang sekarang sudah tidak lagi aktif berbisnis, hanya mengawasi dan sesekali menjadi penasehat. Mereka memutuskan rehat seminggu di villa."Ayolah bangun, jangan malas. Perkara nomor satu yang mesti kau perbaiki adalah hubunganmu dengan Tuhan." Suara mama masih saja yang lembut membuat Fathan mau tak mau membuka matanya."Allah mau kamu kembali, Fathan. Dari semua lika-liku perjalanan dan masalah yang kau lalui kemarin, sekarang

  • Catatan Rahasia Sekretaris Suamiku    31. Tipu Daya Arumi

    Fathan tidak menyangka Arumi tega mengkhiantinya sejauh itu. Setelah dilakukan investigasi Arumi telah berbuat curang lebih jauh dengan memanfaatkan tanda tangan Fathan dan Davina. Dulu Fathan begitu mempercayainya hingga Arumi memegang semua dokumen asli yang dimilikinya. Habis sudah.Fathan Corp menanggung kerugian tidak sedikit hingga terancam kolaps. Arumi mengambil semuanya. Kontrak yang masih berjalan dialihkan, piutang berjalan juga sudah berhasil ditagih dan masuk ke rekening perusahaan yang dipegang Arumi. Gadis itu begitu lihai terencana melakukan semuanya. "Pa, Fathan minta maaf karena ternyata gagal memimpin perusahaan Papa. Sekarang kita terlilit utang cukup besar. Jika papa mengizinkan, Fathan akan menjual perusahaan kita yang kondisinya sekarat." Fathan duduk dengan muka mienunduk di dekat papanya yang terbaring lemah. Pria tua yang sudah kehilangan semuanya itu, hanya bisa terdiam mendengar laporan anaknya."Robby ... sudah ... lapor ... Elsye ...." Sambil terengah

  • Catatan Rahasia Sekretaris Suamiku    30. Awal Petaka Farhan

    Fathan tak menyangka Elsye berani menelponnya. Dari mana wanita itu tahu nomor teleponnya. Pasti bukan hal sulit, karena Elsye bisa mencari tahu lewat Aina, sekretarisnya sebelum Lulu. Fathan bertemu Davina saat dirinya lulus kuliah di Kanada. Satu tahun setelah mereka berpacaran, Fathan kembali melanjutkan kuliah S2 di Kanada. "Aku dengar kamu sudah menikah sekarang. Congrats, Dear. Kamu sekarang pasti sudah jadi suami yang hebat.""Elsye, berani-beraninya kamu meneleponku." "Rileks, Than. Mami cuma kangen sama kamu. Masa kangen sama anak nggak boleh? Kamu, kan, anak kesayangan Mami." Suara Elsye mendesah membuat Fathan menjauhkan ponsel dari telinganya. "Ternyata kamu sudah merencanakan semuanya. Dasar wanita licik!""Oh, Dear. Kenapa bicara kasar sama Mami? Hidup memang harus direncanakan, Sayang. Lihat dirimu sekarang. Kamu masih muda, punya istri cantik, punya anak lucu, punya perusahaan besar. Ah, yang terakhir itu pasti kamu tidak pernah merencanakannya, bukan? Kamu hanya be

  • Catatan Rahasia Sekretaris Suamiku    29. Terjerat Ibu Tiri

    Permainan asmara selalu menuntut penyelesaian. Dari mencoba menjadi ketagihan. Waktu sebulan mereka manfaatkan sebaik-baiknya. Hampir setiap hari Fathan dan Elsye saling memuaskan. Bagi Fathan, ibu tirinya adalah sosok ibu peri yang memberinya pengalaman baru yang sangat menyenangkan.Berbagai macam gaya bercinta dari video yang mereka tonton akhirnya mereka praktekkan tanpa bosan, hingga Elsye memetik hasil didikannya kepada pemuda culun itu. Fathan berubah menjadi pemuda yang sangat tangguh di ranjang dan paham memuaskan wanita seperti dirinya. Fathan makin percaya diri ketika Elsye mendandaninya seperti pemuda gaul yang selama ini hanya dia lihat dari sosial media. Selama ini masalah terbesar Fathan adalah kepercayaan dirinya. Tidak ada yang memedulikan penampilannya, cara berjalannya, juga gaya berbicaranya. Bersama Elsye, Fathan seperti menemukan guru privat sekolah kepribadian. Fathan menjelma menjadi pemuda tampan yang mampu memikat lawan jenis pada pertemuan pertama. Pesona

  • Catatan Rahasia Sekretaris Suamiku    28. Masa Lalu Fathan 2

    "Ini keputusan sulit, tetapi mama dan papa tidak punya solusi lain," ucap Papa pasrah. Setali tiga uang. Ternyata papanya juga begitu enteng bicara tentang perceraian semudah pamit saat akan pergi ke luar kota."Sekarang mungkin kamu belum mengerti meskipun mama dan papa jelaskan. Ada hal-hal di dunia ini yang tidak bisa terjadi seperti keinginan kita. Nanti kalau kamu dewasa, kamu akan paham," imbuh papanya. "Kamu tidak perlu khawatir karena kami tetap orang tuamu. Kamu akan tinggal bersama Mama tetapi bebas datang ke rumah papa, kapanpun kamu mau." Fathan menoleh ke arah mamanya. Mama yang selama ini mendukungnya, malam ini terlihat berbeda. Ada gurat kesedihan yang tak ingin ditampakkan, meskipun begitu Fathan tetap melihat wajah keruh itu."Kamu bebas memilih sekolah yang kamu mau, mama dan papa akan menyekolahkan kamu setinggi-tingginya." Kali ini Fathan menoleh ke arah papanya. Lelaki yang mengajarinya tanggung jawab ini sekarang justru seperti sedang berusaha melepaskan tangg

  • Catatan Rahasia Sekretaris Suamiku    27. Masa Kelam Fathan

    Fathan mengirimkan pesan kepada Davina. Lelaki itu tak mau menyerah meski Davina sudah memberi jawaban tegas bahwa dia tidak akan menarik gugatan cerainya di Pengadilan agama. Davina tidak sudi melanjutkan hubungan pernikahan mereka.Berkali-kali Fathan melihat ponselnya, menanti jawaban dari Davina tetapi Davina teguh pada pendirian, tak ingin lagi berkomunikasi dengannya. Minggu kemarin bahkan Davina memblokir nomornya di WhatsApp. Baru dua hari lalu Davina membuka blokiran setelah Fathan mengancam akan mendatangi apartemennya. Sebenarnya bukan hanya mengancam, karena Fathan memang mendatangi apartemennya dan marah ketika mendapati Davina sudah pulang ke Bogor.Fathan sudah mendapatkan kabar dari kepolisian bahwa pelaku pembunuhan Lulu telah ditangkap. Berita itu membuatnya lega. Setidaknya satu masalah dia anggap selesai. Kecurigaan Davina terhadapnya tidak terbukti. Tetapi untuk merebut kembali perhatian Davina, Fathan harus berusaha lebih keras. Fathan yang sedang galau meneka

  • Catatan Rahasia Sekretaris Suamiku    26. Kembali ke Asal

    "Semoga bukti ini menjadi bisa menjadi petunjuk bagi pihak kepolisian untuk segera meringkus Rizal. Saya sangat yakin dia pelakunya. Rizal yang membunuh Lulu." Davina tak kuasa menahan kesedihannya di depan Bripda Estu Saragih. Dia menyerahkan file catatan Lulu yang sudah dicopy pada sebuah flashdish juga surat pengunduran diri yang belum sempat dia berikan kepada Fathan."Terima kasih Ibu Davina, informasi ini sangat berharga bagi kami. Kalau saya perhatikan pria di video yang dikirimkan korban kepada Faiza, ciri fisiknya memang mirip dengan Rizal. Ada beberapa foto Rizal di laptop korban. Kami akan mengabari Anda begitu kami bisa meringkus pelakunya.""Terima kasih Bu Estu. Saya permisi. Semoga pembunuh itu membusuk di penjara." Davina meluapkan amarahnya. Sekarang sudah jelas bahwa dia, Fathan dan sahabat-sahabatnya terbebas dari tuduhan sebagai pembunuh Lulu. Davina kembali ke apartemennya untuk mengemasi barang-barangnya. Keesokan harinya Davina mendapat telepon dari Bripda Es

  • Catatan Rahasia Sekretaris Suamiku    25. Akhir Kisah Sekretaris

    (Davina, jika terjadi sesuatu padaku tolong jaga Keenan untukku. Bidan Danarsih bisa menjadi Ibu yang baik. Tetapi kau tetap harus mengawasi dan menjadi pelindung Keenan. Aku percaya padamu, Vi. Aku capek jadi sapi perahan Rizal. Do'akan kami baik-baik saja. Kamu masih ingat pantai tempat kita dulu sering bolos dan menghabiskan waktu di sana? Aku rindu pantai itu, aku rindu menghabiskan waktu berdua bersamamu.)*"Vi, secepatnya aku akan kasih kabar jika sampai di tempat baru. Makasih banyak karena kamu sudah bantuin aku sejauh ini. Kamu sahabat yang baik, sangat baik.""Hei, apa-apaan ini? Sepertinya kamu akan pergi jauh. No, tidak akan bisa. Di manapun kamu tinggal nanti, aku pasti akan mencarimu. Jangan pernah berharap lepas dari aku lagi."Davina memeluk Lulu sekali lagi. Lulu tak bisa lagi menahan butiran bening di sudut matanya. Sungguh perasaannya bercampur aduk. Dia sangat menyayangi Davina, hingga pengkhianatannya terasa mustahil untuk dimaafkan. Dekat dengan Davina membuatnya

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status