Suasana rumahku pada sore hari memang sepi. Pembantu yang tidak menginap sudah pulang. Karenanya, meski pintu ruangan sedikit tertutup, suara papa terdengar cukup jelas. Aku tak mungkin salah.
"Kita harus mencoba cara lain. Apapun agar anak itu tersingkir. Bahkan jika kita terpaksa mengambil jalan kekerasan."
Meski hanya mendengar sepotong-sepotong, aku sudah bisa menebak siapa yang mereka bicarakan. Awalnya aku memang curiga pada papa, tapi aku masih belum percaya papa mau melakukan hal seperti itu. Tapi kali ini aku mendengarnya sendiri.
Kuurungkan niat untuk menemui papa, biarlah kutunggu sampai tamunya pergi. Lalu aku menunggu di ruang keluarga. Tidak berapa lama tamu itu pun keluar dari ruangan. Aku masih menunggu papa keluar. Tapi ternyata papa masih betah di ruang kerjanya, jadi kuputuskan untuk menemuinya di
Pertanyaanku baru terjawab pada minggu sore. Petugas keamanan di rumah Galang mengirim pesan padaku. Dia sudah kembali. Tapi ada yang aneh, Galang pergi membawa mobil tapi pulang naik taksi. Dan dia hanya kembali sebentar karena saat tiba dia sudah ditunggu beberapa orang lalu pergi bersama mereka entah kemana.Informasi ini cukup berharga. Setidaknya aku tahu Galang baik-baik saja. Tapi aku kembali dibuat penasaran. Galang tidak terlihat di kantor dan rumahnya pada hari senin. Dia kembali menghilang. Untungnya tidak lama. Dia kembali masuk kantor pada selasa sore dan tiba di rumahnya saat malam.Sepertinya semua sudah berjalan normal. Tapi aku sudah terlanjur curiga. Apalagi aku mendapat laporan bahwa Mila belum juga masuk kantor sampai saat ini. Pasti telah terjadi sesuatu dengan mereka. Jadi kuputuskan untuk turun tangan langsung untuk menyelidik.
Matahari sudah semakin tinggi. Panasnya makin terasa. Tapi karena Bandung terletak di dataran tinggi, udara di sekitar rumah Mila tetap sejuk. Apalagi rumah Mila tidak berada di jalan utama, jadi tidak banyak kendaraan yang lalu lalang di sana. Namun suasana nyaman itu tidak bisa mengusir rasa gelisahku mendengar berita dari perawat di hadapanku.Mila mengalami kecelakaan. Dan karena dia pergi bersama Galang, artinya mobil Galang lah yang mengalami kecelakaan. Bukan kondisi Mila yang membuatku gelisah. Toh aku tidak begitu mengenalnya. Tapi dia mengalami kecelakaan di mobil Galang. Benarkah itu murni kecelakaan atau ada unsur kesengajaan.Aku sangat berharap ini murni kecelakaan biasa. Tapi aku tidak bisa hanya bergantung pada harapanku. Jika yang aku khawatirkan itu yang terjadi, artinya papa sudah melangkah terlalu jauh. Yang menjadi target kecelakaan itu ada
Setelah hampir dua jam baru kulihat sosoknya keluar dari gedung kuliah itu. Galang mengobrol sebentar dengan teman-temannya lalu memisahkan diri. Setelah dia agak jauh, aku segera menghampiri mereka. "Assalamualaikum, bisakah saya mengganggu waktu Anda sebentar." "Silahkan ya ukhti, ada yang bisa kami bantu?" jawab salah satu temannya. "Yang berbicara dengan Anda barusan, dia adalah tunangan saya. Namanya Galang. Kami dijodohkan, jadi saya tidak terlalu mengenalnya. Bisakah Anda menceritakan seperti apa dia menurut Anda?" Lelaki di hadapanku mengernyitkan dahi, lalu berkata. "Teman kuliah kami tidak ada yang namanya Galang. Dan orang yang barusan pergi namanya Ahmad Mustofa.
Lamunanku terhenti saat Pak Tanto menanyakan kemana tujuanku. Mobil kami sudah hampir keluar tol, jadi Pak Tanto harus memutuskan apakah akan lurus ke Grogol atau belok ke rumah. Aku sedang tak ingin kuliah, jadi aku meminta Pak Tanto mengantarku pulang.Sesampainya di rumah mama sedang berada di kamar. Aku tidak mau mengganggu istirahatnya, jadi aku langsung masuk ke kamarku. Perjalanan ke Bandung cukup melelahkan, apalagi aku menempuhnya pulang pergi langsung. Karena itu aku ingin beristirahat juga di kamarku.Aku baru turun dari kamar saat makan malam. Saat aku turun, mama sudah berada di sana. Kami sudah mulai terbiasa makan berdua tanpa papa."Kamu ada di rumah? bukannya tiap senin kamu ada latihan untuk kontes abang none?" tanya mama padaku."Sisca lelah Ma, lagipu
Mendengar pernyataan terakhirku, suasana rapat sontak ramai. Peserta terbagi dua, ada yang setuju ada yang tidak. Kurasa siasatku cukup berhasil, setidaknya aku mendapat dukungan. Untuk meredakan suasana, moderator langsung berkata. "Baik, bapak ibu sekalian. Karena ada perbedaan pendapat dalam menanggapi usul Nona Sisca, keputusan akan diambil lewat jalan voting." "Tidak perlu." Galang tiba-tiba bicara. "Saya menyetujui usul itu. Dan karena saham kami berdua sudah mayoritas, kurasa tidak perlu lagi diadakan voting." Aku cukup terkejut mendengar pernyataan Galang. Dengan mudah dia mengabulkan permintaanku. Kurasa dia bukan menyerah, pasti ada taktik yang dia jalankan. "Baiklah jika itu kemauan Bapak." kata moderator. "Ja
Hiruk pikuk acara wisuda tidak kalah ramai dibanding acara resepsi pernikahan anak pejabat tinggi atau artis terkenal. Setiap wisudawan pasti mengajak orang tuanya, keluarga besarnya atau bahkan juga tetangganya. Wajar saja karena Wisuda adalah acara yang dinanti setelah bertahun-tahun berjuang di bangku kuliah. Tapi hiruk pikuk di hatiku tidak kalah ramainya saat Galang melamarku.Aku tak siap menjawab lamaran itu. Aku tak habis pikir. Galang memang tunanganku. Tapi setelah papa dipenjara, keadaan sudah jauh berbeda. Apakah dia tidak mengira aku akan sakit hati karenanya. Bagaimana mungkin aku bisa menjadi istri dari orang yang membuat keluargaku tercerai berai."Bagaimana Sisca, apakah kamu bersedia menjadi istriku?" dia bertanya lagi setelah aku belum juga menjawab."Aku butuh waktu untuk memikirkannya." jawabku
Perhatian papa langsung beralih padaku. Tapi ekspresi di wajahnya tidak seperti yang kuduga. Papa tidak marah. Dia malah tersenyum bahkan kemudian tertawa."Hahaha, ternyata anak itu benar-benar jatuh cinta padamu. Kamu memang anak papa yang hebat. Kali ini papa yakin kita pasti berhasil.""Papa setuju aku menikah dengannya?""Tentu saja." jawab papa. "Dengan menjadi istrinya kamu akan memiliki kesempatan lebih besar untuk merampas kedudukannya."Aku masih belum mengerti rencana papa. Apa hubungan menikah dengan menjatuhkan sang CEO. Akhirnya papa kembali menjelaskan."Rencananya seperti ini. Setelah kalian menikah, buatlah alasan agar kalian bercerai. Saat pembagian harta gono gini, mintalah separuh hartanya. Itu termasuk ju
Kamar rias pengantin adalah tempat yang sakral bagi mempelai wanita. Jangankan orang lain, bahkan mempelai pria pun tidak boleh memasukinya. Dan sebab itu sebagian besar wanita belum pernah berada di dalamnya. Termasuk aku, baru kali ini aku berada di kamar itu. Karena memang akulah sang mempelai wanita.Di luar sana, semua orang sibuk menyiapkan acara. Dimulai dari akad nikah, makan bersama keluarga, sampai acara resepsi. Pagi ini belum terlalu ramai karena memang hanya keluarga dan beberapa relasi dekat yang hadir. Tapi siang nanti, dua ribu undangan telah disebar dan biasanya mereka hadir membawa pasangan.Acara akad berlangsung khidmat. Yang menikahkanku adalah wali hakim karena papa tidak bisa hadir. Aku tak pernah menyangka pernikahanku tidak dihadiri papa. Tapi karena ini permintaannya, aku sedikit merasa lega.