Share

03. His Emotions

    Takkan ada yang menyangka jika anak laki-laki yang begitu terkenal kegeniusannya selama berstatus bersekolah di Geraldine 2 Elementary School kelak akan menjadi seorang pembunuh berantai yang kejam.

    Dia hanya anak laki-laki biasa, tidak memiliki kekuatan super dan bisa terbang. Dia hanya berwajah tampan, berasal dari keluarga yang kaya dan diberkahi otak yang cepat menerima pelajaran.

    Meski tak pandai berkomunikasi dengan orang lain, George adalah anak yang pandai mengeluarkan pendapat yang bisa mengubah pandangan seseorang. Dia adalah anak yang seperti itu.

    Sosok yang pendiam, namun begitu mengeluarkan kata-kata, maka semua mata akan tertuju padanya.

    "Oh, George! Selamat pagi! Tidak diantar lagi hari ini?"

    Eddy, seorang penjaga gerbang menyapa George begitu putra pasangan Owens memasuki halaman sekolah. Anak itu menyunggingkan senyum tipis yang sudah menjadi ciri khas seorang George Owens.

    "Ya, Paman. Hari ini aku tak ingin naik mobil, jadi aku jalan kaki saja."

    Eddy tertawa. Pria berusia 40 tahunan itu mempunyai kebiasaan mengangkat topinya tinggi-tinggi saat mendengar sesuatu yang menggelitik. "Kau benar-benar bersemangat. Apa yang ingin kau lakukan terhadap kaki-kaki kecil itu?" tanyanya, sambil menuding kedua kaki George.

    George mengendikkan bahu dan memperhatikan kakinya baik-baik. "Entahlah, aku hanya ingin menguatkan otot-otot kaki ini saja," jawabnya tak acuh. Sesaat kemudian ia mengedipkan sebelah mata menggoda. "Mungkin aku bisa jadi pemain bola nanti."

    Pria tua yang telah menjadi penjaga sekolah sejak berusia 25 tahun lantas tertawa, kali ini suaranya terdengar lebih keras. Setiap pagi, Eddy akan bertemu dengan George yang datang bahkan sebelum gerbang dibuka olehnya. Baginya yang belum mempunyai cucu laki-laki, berbicara dengan George sangatlah menghibur.

    Pria itu senang setiap mendengar lelucon yang sesekali dikeluarkan oleh George, si anak paling populer di sekolah yang telah menjadi tempatnya bekerja selama belasan tahun lamanya. Bukan hal aneh jika George dikenal oleh semua penghuni Geraldine 2 Elementary School.

    "Kau tak cocok jadi pemain sepak bola, mungkin kau bisa menjadi seorang polisi."

    Keduanya lantas tertawa bersama-sama, menganggap hal itu bisa saja terjadi—bisa juga mustahil. George kemudian berpamitan dengan Eddy, karena dia harus segera tiba di kelas untuk belajar selama 10 menit sebelum teman-temannya datang ke sekolah.

    Sebelum masuk sekolah dasar, George sudah ditekankan untuk datang lebih awal ketika menghadiri acara apa pun. Itulah yang memotivasi George untuk datang di saat bangunan sekolah masih sangat sepi.

    Sebab, dia bisa memakai kelas untuk belajar. Bagi George, waktu terbaik untuk belajar adalah pagi hari setelah sarapan, alasannya karena energi dan semangat masih terisi penuh saat itu.

    Kalau belajar di siang hari ada kemungkinan energi terkuras sehingga akan lebih mudah merasakan kantuk menyerang, membuat seseorang menjadi tidak fokus lagi ketika menerima pelajaran, terutama pelajaran sulit seperti matematika.

    "Oh, hari ini sendirian lagi," gumam George sambil menatap ruang kelasnya yang kosong. "Yah, ini jauh lebih baik daripada saat mereka ada."

    George mengeluarkan semua peralatan yang diperlukannya saat belajar. Ada kamus dua bahasa, beberapa pulpen dan pensil, penanda buku warna-warni dan sticky note. George berniat menguasai bahasa Inggris, karena masih belum fasih. Hari itu dia akan belajar hafalan.

    "Under my protection, you're not alone like before, because I'll always beside you."

    Cara terbaik menambah kosakata dan mempelajari susunan kalimat dalam bahasa Inggris adalah dengan membaca sebuah buku dalam bahasa Inggris.

    Tinggal di ibukota Portugal—Lisbon—yang kebanyakan warganya menggunakan bahasa Portugis dan Spanyol membuat George ingin lancar menggunakan bahasa Inggris yang merupakan bahasa internasional saat ini.

    Sepuluh menit waktu yang pas untuk belajar di pagi hari, satu per satu anak-anak kelas A3 datang dan memasuki kelas.

    "Pagi, George."

    "Hai, George. Belajar apa hari ini?"

    "Ada tugas, George?"

    George menyapa dan menjawab salam teman-temannya sambil tersenyum tipis.

    Hidup di tengah keluarga yang memiliki harta berlimpah, dan memiliki uang yang banyak tak selamanya menyenangkan untuk George yang merupakan anak tunggal keluarga Owens. Terlebih lagi, jika harta itu sama sekali tak bisa digunakan untuk membeli sesuatu yang sangat berharga di dunia ini, yaitu kebahagiaan.

    Memang menyenangkan banyak uang, tapi ada beberapa hal yang tidak bisa didapatkan dengan uang. Jikalau bisa pun, maka yang ada hanyalah kebahagiaan yang tak tulus dan tak murni.

    Selain kebahagiaan, uang juga tidak bisa membeli kasih sayang, orang yang telah lebih dulu meninggalkan dunia, waktu yang tidak bisa diulang, kebersamaan dalam sebuah keluarga, dan masih banyak lagi.

    Tak ada uang, maka hidup sengsara. Maka banyak uang pun tak menjamin segalanya bisa didapatkan.

    Meski, kita bisa membeli sebagian di antara semua hal-hal yang tak bisa dibeli dengan uang, tapi semuanya tetaplah sebuah kepalsuan, imitasi, tiruan semata. Semuanya sedang berpura-pura.

    "Memangnya kau tahu imitasi?" tanya Jane, gadis kecil yang duduk di depan George. Ia mendengar George yang menggumam ketika membaca buku Filsafat Pendidikan.

    "Ya, imitasi itu sekadar meniru yang asli agar terlihat sama dengan yang ditirunya." George menutup buku filsafat dan membuka buku pelajaran yang lain. Hari itu mereka akan belajar seni rupa, dan George dengan senang hati akan melakukan praktik menggunakan tanah liat di ruang kesenian.

    Dalam sebuah kutipan di buku yang sedang George baca, ada pertanyaan yang berbunyi seperti ini, "Apakah ada kasih sayang di dunia ini yang bisa dibeli dengan mudah?"

    George tersenyum miring. "Jika ada pun, apa itu kasih sayang sesungguhnya? Yang tulus dan tak dibuat-buat. Omong kosong, tak ada kasih sayang yang muncul dari hati."

    George berkata seperti itu karena dia belum pernah mendapat kasih sayang yang tulus. Sejak kecil, George terbiasa dengan segala kesibukan orang tuanya. Perawatan dan penjagaannya selalu diberikan kepada seorang pengasuh.

    Marie adalah pengasuh terakhir keluarga Owens, karena tak ada lagi pengasuh yang didatangkan oleh orang tua George untuk menjaga anak laki-laki mereka. Karena alasan itulah, George menganggap orang tuanya tak pernah menyayanginya.

    "Kau ingin membeli kasih sayang?" tanya Jane lagi.

    George menggeleng. "Tentu tidak, meski aku ingin sekali melakukannya. Mereka yang disewa menggunakan uang akan menunjukkan kasih sayang palsu padamu, karena kau memiliki uang yang mereka inginkan."

    "Jika wanita menginginkan uang, mereka akan dianggap materialistis. Jika pria, mereka akan dianggap sebagai lelaki yang perhitungan dan pelit."

    "Secara tidak langsung, kau telah membeli kasih sayang palsu dari mereka yang hanya menginginkan uangmu saja."

    Jane membalas, "Aku tak mengerti. Aku hanya ingin uang, tapi tidak untuk membeli kasih sayang."

    George tersenyum. "Karena kau mendapat kasih sayang yang tulus dari orang tuamu," gumamnya.

    "Apakah itu yang dinamakan dengan kebahagiaan sejati?" tanya George pada sang gadis kecil.

    Jane tampak berpikir sejenak. "Jelas tidak bisa dikatakan sebuah kebahagiaan yang selama ini kita cari, sebab mereka hanya berpura-pura?"

    "Tepat sekali," ucap George. "Dan dengan uang yang kau miliki itu, maka akan semakin banyak pula hal palsu yang akan muncul dalam hidupmu."

    "Yang semula tenang, akan menjadi gusar."

    "Yang semula baik-baik saja, akan menjadi gelisah. Mereka tak lagi bisa merasakan kedamaian yang sebelumnya mereka rasakan."

    "Semua kepalsuan itu akan didapat dengan mudah jika kau memiliki banyak uang. Itulah realita yang ada saat ini," tukas George sambil menatap Jane.

    Gadis bermata biru terpesona mendengar pendapat George tentang hal-hal yang tidak bisa dibeli dengan uang.

    "Kalau kekasih bayaran?" tanya Jeremy, yang duduk di sebelah kiri George.

    "Mereka hanya kekasih bohongan yang dibayar untuk sekadar menemani. Ada banyak orang yang menyediakan jasa ini."

    Berpura-pura menjadi orang tua sang penyewa demi sebuah kepentingan? Sekarang pun, sudah cukup banyak jasa sejenis ini yang bermunculan dan diketahui oleh banyak orang.

    Lalu, apa yang masih tersisa di dunia ini, sesuatu yang tidak palsu dan bukan sebuah kepura-puraan?

    Ialah waktu, yang sudah banyak berlalu karena melakukan hal yang sia-sia. Padahal ada banyak sekali orang di dunia ini yang berkata: waktu adalah uang, tetapi masih saja ada banyak orang yang menggunakan uang untuk membeli waktu yang berakhir menjadi sebuah hal yang sia-sia.

    Lalu, siapa yang akan merugi setelahnya? Tentu saja itu adalah para manusia yang melakukannya, dan itu pasti.

    Walau dilahirkan dan dibesarkan di keluarga yang kaya raya, dengan harta yang melimpah ruah sekalipun, tak bisa membuat George Owens merasakan kebahagiaan sejati. Di balik sifatnya yang tak banyak bicara dan terkesan dingin, sesungguhnya George adalah seorang anak yang sangat kesepian.

    Dari luar memang tak tampak seperti seorang anak yang merasa kesepian akan dunianya, karena ada banyak sekali anak-anak seumurannya yang selalu mengikuti George kemana pun anak laki-laki itu pergi, terutama kaum hawa di tempatnya menimba ilmu.

    Anak-anak perempuan selalu saja mengikuti George tanpa kenal lelah dan membuat kebisingan di mana pun putra Joly dan Erick itu berada.

    Kecuali di perpustakaan, mereka semua tak pernah berani datang ke sana dan mengusik George karena tempat itu dijaga dengan baik oleh seorang penjaga yang sangat galak.

    Mengeluarkan sepatah kata saja ketika berada di dalam, maka akan langsung dibentak dan diusir keluar oleh sang penjaga yang terkenal disiplin. Oleh sebab itu, George selalu menghindar dari para pengikutnya dengan cara bersembunyi di perpustakaan.

    Surga dari buku-buku yang menarik untuk dibaca, juga tempat terbaik untuk melindungi diri dari kejaran orang-orang.

    Karena, George tahu sendiri bahwa tak akan ada seorang pun yang akan menganggunya di sana. Sebab, semua orang tidak suka berlama-lama di perpustakaan karena dianggap membosankan.

    Kecuali orang itu memang sangat menyukai aktivitas membolak-balikkan halaman buku dan mengamati kata demi kata yang tertuang di dalamnya. Menarik, karena hanya orang-orang hebat saja yang mampu bertahan sehari semalam di perpustakaan tanpa mengeluarkan sedikitpun keluhan.

    Mengeluh itu tak ada artinya, kecuali sudah berjuang dengan giat

    Salah satunya adalah George, remaja laki-laki yang hanya suka bepergian ke ruang klub, laboratorium, dan juga perpustakaan sekolah. Tempat-tempat yang selalu dihindari oleh banyak orang. Namun, menjadi tempat terbaik untuk George menghabiskan waktunya.

    Seperti itulah George dan dunia yang ia selami selama bertahun-tahun lamanya.

    Jika sudah tak bersama dengan para pengikut yang sama sekali tak diundang itu, maka akan tampaklah rupa dari George Owens yang sebenarnya. Sosok yang sangat kesepian di balik banyaknya buku-buku yang ia baca.

    Bagi George, teman sejati itu hanyalah buku. Mereka yang mengaku-ngaku sebagai temannya itu hanyalah golongan orang-orang yang suka menjilat. Sebab dia tahu, mereka yang berteman dan terus menempel dengannya itu karena ingin dipandang bagus oleh orang lain.

    Mereka berharap, dengan menjadi teman George, maka orang akan berpikir bahwa mereka sama seperti George yang pintar dan termasuk ke dalam golongan yang kaya raya sepertinya.

    Namun, George tahu betul dengan tabiat orang-orang penjilat seperti itu dan karenanya, dia tak bisa membuka diri kepada mereka semua.

    Sekalipun mungkin, di antara mereka akan ada yang orang yang benar-benar ingin berteman dengannya. Tanpa mengenal status, atau sekadar ingin mengambil keuntungan darinya. Sambil menunggu waktu itu tiba, biarlah George bersikap dingin seperti ini.

    Cukup baik kepada mereka yang benar-benar baik, cukup ramah kepada mereka yang benar-benar tak ingin meraup keuntungan darinya.

    Ya, George akan menunggu hingga saat-saat seperti itu tiba. Putra pasangan Owens tersenyum miring.

Psychopath Tender

Sudah direvisi yah..

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status