Share

Bab 129

Author: Lin shi
last update Last Updated: 2025-05-17 20:00:00

Suara motor berhenti di depan rumah. Deni baru saja pulang dari sekolah, wajahnya letih tapi tetap menyunggingkan senyum saat melihat Aini dan Hanum sedang duduk di ruang tamu.

“Assalamualaikum,” sapanya singkat sambil melepas sepatu.

“Waalaikumsalam,” jawab Aini cepat. Namun kali ini, nada suaranya terdengar lebih serius. “Deni, sini sebentar. Bunda mau tanya.”

Deni berjalan masuk, meletakkan tasnya di sofa, lalu menyalami tantenya dan bundanya dan kemudian duduk dengan santai. “Ada apa, Bun?”

Hanum menatapnya tajam namun lembut. “Dua hari lalu kamu ke kota, kan? Kamu sempat ke rumah Kak Dina?”

Deni mengangguk, sedikit heran. “Iya. Kenapa?”

Aini langsung menyambung, nada suaranya agak menekan. “Gimana kondisi Kakakmu? Dia kelihatan baik-baik saja? Hubung

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 129

    Suara motor berhenti di depan rumah. Deni baru saja pulang dari sekolah, wajahnya letih tapi tetap menyunggingkan senyum saat melihat Aini dan Hanum sedang duduk di ruang tamu.“Assalamualaikum,” sapanya singkat sambil melepas sepatu.“Waalaikumsalam,” jawab Aini cepat. Namun kali ini, nada suaranya terdengar lebih serius. “Deni, sini sebentar. Bunda mau tanya.”Deni berjalan masuk, meletakkan tasnya di sofa, lalu menyalami tantenya dan bundanya dan kemudian duduk dengan santai. “Ada apa, Bun?”Hanum menatapnya tajam namun lembut. “Dua hari lalu kamu ke kota, kan? Kamu sempat ke rumah Kak Dina?”Deni mengangguk, sedikit heran. “Iya. Kenapa?”Aini langsung menyambung, nada suaranya agak menekan. “Gimana kondisi Kakakmu? Dia kelihatan baik-baik saja? Hubung

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 128

    Sore itu, Aini sedang menyapu halaman samping rumah. Daun-daun kering berguguran dari pohon mangga yang rindang, membuat sudut halaman tampak berantakan. Angin semilir berhembus pelan, membawa aroma tanah basah sisa hujan semalam.Tiba-tiba, terdengar suara dari arah depan rumah. Suara seseorang mengucapkan salam dengan lantang, “Assalamualaikum.” Aini menghentikan sapuannya sejenak. Alisnya berkerut, mencoba mengingat. Suara itu terasa begitu familiar di telinganya, seolah berasal dari seseorang yang sudah lama tidak ia temui.Dengan langkah cepat, Aini berjalan menuju depan rumah. Saat membuka pintu pagar, matanya langsung menangkap sosok perempuan yang tak asing. Wajahnya ceria, membawa senyum lebar yang menenangkan.“Hanum!” seru Aini dengan nada penuh kehangatan dan kejutan. “Kenapa datang nggak ngabarin dulu?”Hanum tersenyum lebar

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 127

    Dina sedang sibuk mengerjakan jahitan ketika ponselnya bergetar di atas meja. Ia melirik layar dan seketika wajahnya berbinar melihat nama yang tertera di sana."Bunda!"Tanpa pikir panjang, ia langsung mengangkatnya, nada suaranya terdengar penuh kegembiraan."Bunda," ucapnya dengan senyum lebar.Namun, suara lembut dari seberang langsung mengingatkannya pada sesuatu yang tak boleh ia lupakan."Ucapkan salam dulu, Nak. Assalamualaikum," suara bundanya terdengar hangat, penuh ketenangan yang selalu membuat Dina merasa aman.Dina terkikik kecil, sedikit malu karena terburu-buru. "Wa'alaikumussalam, Bunda. Maaf," ucapnya, nada suaranya lebih lembut.Bundanya tertawa pelan. "Sedang apa, Nak?"Dina menyand

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 126

    Danang terkejut melihat Dinda berdiri di depannya dengan wajah serius, sorot matanya tajam seolah telah menyimpan pertanyaan yang lama ingin ia lontarkan."Mas, ada yang ingin aku bicarakan," ucap Dinda, nada suaranya jelas menunjukkan bahwa ini bukan percakapan biasa.Danang mengerutkan kening. "Mau bicara apa? Apa tidak bisa dibicarakan di rumah?" tanyanya, mencoba memahami urgensinya."Tidak!" jawab Dinda tegas, tanpa memberi ruang untuk argumen. Ia mengayunkan tangan, menunjuk ke arah kafe di sebelah kantor. "Ayo kita bicara di sana."Danang menatapnya sejenak, merasa ada sesuatu yang tidak beres dari ekspresi wajah adiknya. Namun, tanpa banyak perlawanan, ia mengangguk dan mengikuti langkah Dinda menuju kafe.Di dalam kafe, keduanya memilih meja yang cukup jauh dari keramaian. Danang masi

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 125

    Dina mengerjakan jahitan dengan serius, jemarinya lincah menuntun kain di bawah jarum mesin jahit. Suara mesin yang berputar berulang-ulang terasa begitu menenangkan, seolah menggantikan hiruk-pikuk pikirannya.Untuk sesaat, ia benar-benar melupakan masalahnya dengan Danang. Tidak ada lagi kepedihan yang membebani dadanya—hanya ada pekerjaannya, benang yang mengalir mulus di atas kain, dan suara orang-orang di luar rukonya yang mulai melirik tempat usahanya.Dina melirik sekilas ke arah pintu, melihat beberapa orang yang berdiri di depan ruko, saling berbisik sambil melayangkan pandangan ke arah papan nama usaha yang baru ia pasang beberapa hari lalu.Ia tersenyum kecil. "Semoga mereka menjadi pelanggan …"Pikirannya bergerak cepat, mendorong semangatnya semakin kuat."Kalau aku bisa me

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 124

    Alma berdiri di samping mobil, matanya mengamati koper kecil yang dibawa Dina. Ia mengernyit, merasa tak percaya."Hanya ini barangmu?" tanyanya, nada suaranya terdengar sedikit heran.Dina menarik napas, memandang koper kecil di tangannya sebelum mengangguk. "Aku tidak bawa semua," jawabnya pelan.Alma menyilangkan tangan di dada, masih tak puas dengan jawaban itu. "Kenapa? Apa masih berat untuk meninggalkannya?" tanyanya lagi, kali ini lebih hati-hati.Dina menunduk sebentar sebelum menjawab. "Bukan itu… Aku takut Mas Danang mencariku ke kampung. Aku takut Bunda sakit karena khawatir," ujarnya lirih, suaranya terdengar mengandung kecemasan yang nyata. "Aku akan mengatakan pada Bunda nanti, setelah aku berhasil mendapatkan buku nikah."Alma menghela napas panjang, mengangguk pelan. "Be

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 123

    Danang terbangun karena mendengar suara motor berlalu-lalang di depan rumah. Suara knalpot yang bising seakan menampar kesadarannya, memaksanya keluar dari tidur yang tidak benar-benar nyenyak.Dengan gerakan cepat, ia bangkit dan duduk di tepi tempat tidur, pandangannya langsung tertuju ke arah jam dinding."Jam 6?! Sial!"Ia mengumpat pelan, mengusap wajahnya dengan kedua tangan sebelum menggerutu lebih keras."Kenapa Dina tidak membangunkanku?"Ia segera berdiri dan bergegas menuju kamar mandi, melangkah dengan terburu-buru. Pikiran tentang pertengkaran semalam lenyap begitu saja—kesibukan pagi ini lebih mendesak daripada urusan hati yang ia pilih untuk abaikan.Di bawah guyuran air dingin dari shower, Danang menghela napas panjang.

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 122

    Setelah melangkah beberapa langkah menjauh dari kotak yang tergeletak di lantai, Dina tiba-tiba berhenti. Ia diam sejenak, pikirannya beradu antara meninggalkannya atau kembali. Rasa penasaran akhirnya mengalahkan keraguannya. Perlahan, ia membalikkan badan dan melangkah kembali menuju kotak itu, ingin mengetahui apa yang tersembunyi di dalamnya.Dina membungkukkan badannya dan kemudian mengambil kotak tersebut. Dengan tangan gemetar, Dina membuka kotak kecil itu, napasnya sedikit tertahan saat tutupnya perlahan terbuka. Matanya membesar, sorotnya dipenuhi keterkejutan yang bercampur dengan berbagai perasaan yang sulit diuraikan."Kalung," ujarnya pelan, nyaris berbisik.Cahaya lampu kamar mengenai permata di liontin kecil yang tergeletak di dalamnya, memantulkan kilauan lembut yang seharusnya indah—tetapi bagi Dina, benda itu lebih seperti pengingat daripada hadiah. 

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 121

    Deni menelan ludah, seolah kata-kata yang ingin ia sampaikan tersangkut di tenggorokan. Ia menggeser posisi duduknya sedikit, pandangannya menghindari mata bundanya. "Itu, Bun..." ucapnya pelan, suaranya terdengar penuh keraguan, nyaris bergetar.Aini semakin memperhatikan perubahan raut wajah Deni, sorot matanya mulai dipenuhi kecemasan. Ia tidak suka ketika anaknya bersikap seperti ini—seperti ada sesuatu yang berat yang ingin disampaikan tetapi masih ditahan."Apa, Deni? Dina sakit?" tanyanya, nada suaranya kini berubah menjadi sedikit khawatir.Deni menggeleng cepat, tetapi tetap tidak langsung berbicara. Ia menarik napas panjang, mencoba mencari keberanian untuk mengatakan apa yang sebenarnya ingin ia ungkapkan.Aini semakin tidak tenang melihatnya. Ia menggeser duduknya lebih dekat, lalu meraih tangan Deni dan men

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status