-- "Gue udah tata semua barang-barang itu sendiri sampe tiga hari baru kelar, sekarang lo suruh gue pindah?" kata Aurora dengan penuh rasa tak percaya. Emosi juga. Apa lagi setelah melihat wajah tanpa dosa Bian di depan hidungnya, padahal tadi Aurora melihat jelas Bian ketakutan saat bertemu Dante. Sepertinya Bian hanya merasa menyesal pada Dante saja, padahal Aurora lah yang paling dirugikan. Dan benar. Bian itu pro Dante. Begitu tahu kalau Dante sudah misah-misuh Bian langsung membujuk Aurora untuk pindah meninggalkan tempat yang ditinggalinya beberapa hati ini tanpa diskusi lebih dulu. Bagaimana bisa Aurora tidak marah. "Ogah, Tai!" teriak Aurora kesal. Sengaja keras-keras agar orang yang ada di kamar sebelah juga mendengarnya. “Seret sampe lo ngesot-ngesot pun nggak akan gue keluar dari rumah ini. Mimpi aja sana!” Bian terlihat memejamkan mata frustasi, ia sungguh menyesal, menyesal sekali. Bukan cuma dimusuhi dan mendapat ancaman pembunuhan dari sepupunya, Bian juga kehi
Jika disuruh membayangkan, Aurora sudah punya gambaran rumah tangganya dengan Dante pasti akan seruwet episode-episode kartun televisi yang main leadnya kucing dan tikus.Makelar rumah bodong yang juga pembawa masalah langsung diusir sesaat setelah solusi yang disarankannya disetujui oleh Dante.Si tuan rumah menatap di kamarnya dengan pintu tertutup, sementara si Gadis penyewa duduk di sofa ruang televisi untuk membuat video baru, kembali menjadi dirinya sendiri sebagai gadis content creator amatiran. Kamera sudah di setting, bunga-bunga yang Aurora beli untuk membuat konten hari ini juga sudah ditata, Aurora sendiri sudah mandi dan mengganti seragam sekolahnya dengan baju rumahan.Gadis manis yang rambutnya dicepol tinggi itu mencebik sensi, tangannya bergerak merangkai bunga sementara matanya membaca tulisan di atas kertas berwarna merah muda satu kali lagi sebelum kemudian melirik kembali ke pintu kamar Dante.Malam dingin dan suara hujan mengguyur sejatinya merupakan masa yang co
--Aurora tidak bisa tidur.Banyak sekali hal mengejutkan yang terjadi pada hari ini, meski pada akhirnya dia bisa berpura-pura tenang namun tetap saja, Aurora masih sangat terkaget-kaget.Kebetulan macam apa ini.Kebetulan? Yang benar aja. Ini bukan kebetulan lagi, ini sudah pasti takdir.Demi dewa, Aurora memang ditakdirkan untuk Dante. Kalau tidak, mana mungkin plot sinetron macam ini bisa terjadi di kehidupan remaja mereka.Takdir ya? Hahaha.Anjay, kalau saja Dante bisa diajak kompromi pasti kisah cinta mereka sudah seperti Dilan dan Milea.Memang kepala batu, tidak bisa diajak romantis sedikit, muka datar, ngomong lempeng, dia cuma begitu saja.Aurora mengejar Dante karena ketertarikan yang jelas. Meski memang mereka belum lama saling kenal. Menurutnya Dante cukup ganteng, bahkan termasuk sangat ganteng apa lagi ketika kacamata tebalnya itu dilepas, saat memakai seragam sekolah vibe-nya terasa seperti anak baik, gold grade, dan pintar, tapi saat di rumah dan pakai baju rumahan,
Ulangan kenaikan kelas sudah di depan mata, sekolah menjadi tempat yang sangat sibuk setidaknya itu yang Aurora rasakan, meski dia memang tidak ikut repot seperti teman-teman lainnya yang membicarakan soal matematika rumit sisa bimbel tapi Aurora sungguh merasa hambar di kelas.Bian sibuk dengan bukunya, Alda sibuk dengan ponselnya, teman-teman yang lain juga sibuk dengan urusan mereka sendiri, sungguh tidak ada orang yang bisa Aurora ajak berghibah.Kelas macam apa ini, bagi Aurora sekolah tanpa ghibah itu bagai nge-mascara tanpa dijepit, datar."Bi," panggil Aurora, cewek yang rambutnya dicepol itu mengulurkan tangan ke depan, menyentuh punggung Bian dengan ujung pensilnya. "Bian!""Hm."Bian merespons tanpa menoleh, masih sok sibuk belajar, seolah belajar adalah satu-satunya hal yang bisa dia lakukan di tempat itu.Aurora membuang napas malas, dia meniup poninya dan berkata."Main yuk," tawar Aurora. Dia melirik ke arah Alda yang tidak memedulikannya, Alda kalau sudah mode Fangirl
Dia adalah pelangi ceria, selembut awan, sesekali tampak seperti langit biru, Aurora itu hijau dan ungu, tapi aku baru tahu kalau ternyata dia bisa seindah itu.Dante Andromeda.-"Gue nggak bisa!"Dante sudah bisa menebaknya, dia sudah tahu bahwa akan jadi seperti ini akhirnya.Yah meski, ini masih sangat awal untuk dibilang sebagai akhir, sesi belajar yang direncanakan oleh Bu Lasmi yang pertama kali ternyata harus berakhir secepat ini karena alasan yang konyol."Gue butuh gula, huek seriously mau muntah rasanya! Nggak tahu ini apaan tapi yang jelas gue butuh gula!"Dari awal Dante tidak setuju dengan ide buruk itu. Menjadi guru dadakan untuk si biang kerok Aurora Jasmeen.Dante membuang napas, dia tidak terlihat begitu terkejut, hanya belum bisa terbiasa."Sana cuci muka," kata Dante, membalas protes Aurora yang belum juga rampung menggarap 1 soal matematika sejak 30 menit yang lalu. "Gue kasih waktu 5 menit buat istirahat, habis itu gue jelasin penyelesaiannya."Aurora mengernyit,
'IG story Rora woi''jomblo Kiyowo nggak jomblo lagi''itu cowok baru Lo, Ra? Udah ada pacar sekarang?''paling bapaknya''abang Lo ya itu? Modus biar nggak kelihatan ngenes-ngenes amat''gila, kaga ada mukanya aja keliatan ganteng! Siapa? Spill cepet!''bukan kak Ares kan itu? Bukan kak Sam juga, Lo nemu itu cogan dari mana Orora melati?'Selain Bian dan Alda tidak ada lagi orang di kelas yang membiarkan Aurora hidup bernapas dengan tenang.Bahkan sejak pagi-pagi sekali Cassy datang jauh-jauh dari kelasnya mendatangi Aurora hanya untuk bertanya siapa cowok yang date bersamanya kemarin.Tentu saja Aurora tidak menjawab betul-betul, dia hanya menganggukkan kepala dan menyahut 'calon saudara ipar lo' yang tentu saja membuat Cassy kesal.Aurora belum pernah pacaran, seumur hidup menjadi anak gadis lenjeh dia hanya naksir dengan Ares seorang, sudah tidak ada lagi, semua laki-laki di muka bumi bagaikan remah-remah jika dibandingkan dengan Ares, tapi meski tidak begitu dekat Cassy bisa tahu
Beberapa jam sebelumnya -"Halo, Ma!"Sifat Aurora sudah seperti remaja labil, beberapa detik yang lalu dengan tegas dia bicara kalau hari ini kencan bersama Dante harus terlaksana apa pun yang terjadi, tapi setelah melihat nama Janela di teleponnya Aurora mendadak tidak punya pilihan lain, tidak bisa bohong, Aurora rindu ibunya, bersama Dante memang menyenangkan dan seru, tapi sebagai anak perempuan manja Aurora tidak bisa terlalu lama menahan rindu pada Mama."Udah pulang sekolah apa belum sayang?" tanya Janela, suaranya lembut, Aurora sudah lama sekali tidak mendengar suara ibunya. Mereka cuma beberapa kali bertukar pesan singkat."Udah, aku lagi nungguin Alda rapat OSIS sebentar. Mama udah pulang?" jawab Aurora kemudian, dia menoleh ke kanan kiri lalu melihat jam tangannya."Mama udah turun dari pesawat, ini lagi nunggu jemputan. Pasti kamu belum makan, kan? Kamu mau makan apa? Nanti sekalian mama beliin.""Aku mau Katsu," balas Aurora cepat, tidak berpikir banyak."Oke-oke, nant
"Goblok," umpat Aurora.Aurora menyilangkan tangan di depan dada, mendongak, matanya menatap Dante dengan tajam. Dante tidak menyembunyikan kerut di dahinya ketika Aurora mengumpat padanya, dia menyipitkan mata dan mendecak tak suka."Ck! Kotor mulutnya.""Otak Lo tuh kotor." Aurora tidak mau kalah. Jangan salah, Aurora bisa jaim kepada orang yang dia suka tapi jika dia mau saja. Untuk saat ini, Dante memang pantas diumpati. "Menurut Lo? Gue jalan dari bawah and ketemu papah mertua sambil pamer kutang? Lu pikir gue nggak waras? Tadi gue pakai jaket, Dante."Jika Aurora adalah anak gadis yang normal, maka dia akan sangat malu untuk membicarakan ini. Kutang? Yang benar saja.Apa sih, memangnya ada yang lupa? Pertama kali Aurora berbicara dengan Dante saat ketua OSIS itu mencoba menjegal aksi bolosnya mereka sudah membicarakan pembalut dengan santai. Aurora juga sudah pernah melihat Dante tanpa sempak, setelah semua yang mereka lewati apa lagi yang bisa menyebabkan malu?Dante tidak men