Pertemuan Kedua : Dia yang Kembali

Pertemuan Kedua : Dia yang Kembali

last updateDernière mise à jour : 2025-03-07
Par:  ajengpttryEn cours
Langue: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Notes insuffisantes
43Chapitres
356Vues
Lire
Ajouter dans ma bibliothèque

Share:  

Report
Overview
Catalog
Scanner le code pour lire sur l'application

Ayumi dan Arkan adalah teman sekelas, mereka menjalin hubungan ketika duduk di bangku SMA. Perpisahan keduanya tak berjalan baik hari itu, Ayumi hanya meninggalkan secarik kertas tanpa penjelasan. Hal itu membuat Arkan membencinya. Dibalik sikapnya yang tak acuh, ternyata Ayumi menyimpan banyak kekecewaan. Bibi yang selama ini merawatnya jatuh sakit. Ayumi tidak memiliki uang, dengan terpaksa biaya kuliah yang selama ini ia kumpulkan digunakan untuk membayar tagihan rumah sakit. Setahun berlalu, Ayumi masih mendambakan kehidupan layaknya teman-teman sebaya. Dengan segala upaya ia bekerja lebih keras, merantau ke pusat kota untuk menghasilkan uang. Ia mengantarkan berbagai hidangan ke meja-meja di cafe dan terkadang menjadi penjaga perpustakaan kecil di sekitar bangunan yang menjulang tinggi. Seolah mendapatkan kembali kesempatan, Ayumi berhasil memasuki universitas impiannya. Dengan penuh kebahagiaan ia mencari Arkan yang sudah menjadi mahasiswa tahun kedua. Saat itu mentari bersinar sangat terang, seolah semesta menunjukkan betapa jauh perbedaan antara dirinya dan Arkan. Pria itu sangat pintar, punya banyak teman dan hidup berkecukupan. Lambat laun ia semakin merasa rendah diri. Kenangan tentang perpisahan hari itu kembali menghantui Ayumi, diam-diam dia kembali menjauh. 5 tahun kemudian mereka di pertemukan lagi. Arkan sudah menjadi komikus dan Ayumi bekerja di perusahaan webkomik. Saat itu ide Ayumi dicuri secara paksa oleh atasannya, karena tak ingin mengakui kekalahan Ayumi bertekad untuk mendapatkan ide baru. Tak disangka komikus yang selama ini ia incar ternyata adalah mantan kekasihnya.

Voir plus

Chapitre 1

Bukan Urusan Kamu

Untuk sebagian orang, masa putih abu adalah masa yang menyenangkan. Dan untuk sebagian orang lainnya, tak ada yang berbeda.

____________________________________

Juli, 2014

Tahun pelajaran baru resmi digelar. Siswa-siswi yang beberapa waktu lalu menikmati hari liburnya mulai memasuki gerbang sekolah.

Di sepanjang jalan menuju bangunan, ribuan bunga kencana menyambut dengan bahagia. Sosoknya yang bermekaran di pagi hari menjadi simbol semangat. Namun ketika malam tiba, mereka kehabisan tenaga dan memilih untuk menjatuhkan diri ke bumi. Meski begitu jangan ragukan kegigihannya, karena esok hari bunga kencana itu akan tumbuh lagi.

Ayumi berjalan sembari membaca buku. Sebelah tangannya mengetuk dagu dengan hafalan yang terus dilontarkan.

Gadis itu tidak tinggi, apalagi ukuran bajunya yang kebesaran membuat dia terlihat semakin kecil. Rambut hitam yang diikat menjadi satu pun menambah kesan biasa saja. Satu-satunya hal yang mencolok darinya hanyalah cekungan di kedua pipi yang timbul ketika ia tersenyum.

Kelas masih sepi, Ayumi memutuskan untuk kembali terkubur bersama buku-buku pelajarannya. Mencatat materi dengan tenang sembari menunggu pembelajaran dimulai.

"Apa-apaan ini?"

Suara yang menggema tak berhasil mengganggunya. Dengan posisi menunduk, Ayumi menekuri tulisannya.

"Ini sudah tahun keempat, apa kamu tidak bosan sekelas denganku?"

"Benar-benar bikin gila," dengkus Meta masih mengacau di meja Ayumi.

Setelah berucap demikian, gadis itu mendudukkan diri di tempat yang sama. Wajahnya menekuk, dengan cepat kedua tangannya menopang dagu.

"Kenapa aku duduk di sini?" tanyanya pada diri sendiri.

Ayumi melirik dengan gelengan kepala, lantas kembali membisu dalam dunianya.

Bisikan dari meja depan membuat Ayumi mengangkat dagu. Meta yang tadinya cemberut pun kini tengah menerbitkan senyum.

Seorang pria keluar dari kerumunan. Tingginya yang menjulang melewati sela-sela meja.

Jika saja pria itu tidak menghempaskan tas dengan kencang, pasti Ayumi enggan untuk peduli.

"Maaf," tuturnya setelah mendudukkan diri di kursi.

Ayumi tak menjawab, ia memutar matanya malas dan kembali membatasi diri. Melihat itu, Arkan melirik dengan santai.

Gadis di seberangnya tengah memakukan pandangan pada buku yang terbuka. Rambut ekor kudanya bergerak ke sana kemari ketika ia menggeleng dengan kencang. Tubuhnya kurus, namun ia memiliki kulit yang putih.

Sontak Arkan menggeleng, merutuki isi kepala yang tidak ada gunanya.

"Selama tiga tahun ke depan kalian akan berada di kelas yang sama. Silahkan untuk saling mengenal dan berkerjasama. Tak peduli kamu merasa pintar atau tidak, beradaptasi dengan lingkungan sekitar adalah prioritas utama."

Setelah kalimat pembuka itu terlontar, pembelajaran benar-benar dimulai. Suasana yang awalnya bising kini sudah meredup. Suara coretan di papan tulis menjelma menjadi melodi yang indah. Burung-burung yang bersantai di ranting pohon ikut bernyanyi. Mereka semua bersorak gembira untuk para remaja yang tengah menata masa depannya.

Ayumi terdiam, penjelasan yang baru saja sampai ke telinganya terdengar begitu asing. Dengan cepat ia membalik halaman pada salah satu buku yang menumpuk di meja. Menelisik daftar isi dengan hati-hati.

"Hei."

Arkan menggerakkan penanya di udara, ia berusaha keras untuk menarik perhatian gadis di samping kanannya.

"Apa?"

Dengan kesal Ayumi berbalik. Tatapan tajam ia todongkan pada manusia yang tak henti-hentinya bersuara.

"Daftar isi pun dipelajari," ujarnya sembari menarik ujung bibir. Ada raut mencibir yang tergambar samar di wajah tampannya. Satu tangan menopang dagu, dan tangan lainnya memutar pena.

Melihat tingkah pemuda itu, Ayumi mendelik. Ia menutup rapat buku yang terbuka dengan kedua tangan.

"Bukan urusan kamu," ucapnya setelah mengalihkan pandangan.

Matahari sudah berada di puncak. Beberapa kali angin berhembus kencang, membiarkan tirai yang menggantung menari bersamanya.

Seseorang di barisan belakang mulai terkantuk-kantuk. Belajar selama empat jam membuat seperempat penghuni ruangan kewalahan, sisanya masih baik-baik saja.

Ketika hari mulai kehilangan masa jayanya, dan rasa semangat sudah hilang dari tempatnya, pembelajaran resmi berakhir.

Ayumi sedang memasukkan buku saat tiba-tiba sebuah pensil meluncur ke arahnya.

"Maaf-maaf!"

Tepat setelah benda itu mendarat di kepala bagian kiri, serobotan dari meja seberang membuat Ayumi menggeram kesal. Tangan kirinya meremas pensil hingga patah.

Dua orang di barisan belakang saling memandang, mereka tersentak oleh pemandangan yang tengah bersitegang.

"Berhenti bermain-main!"

Sembari berlalu Ayumi melemparkan potongan kayu itu ke tempat semula. Mengikuti punggungnya yang menjauh, tatapan-tatapan tak habis pikir mengarah ke pintu.

Arkan masih membeku di tempat, jemari kanannya memungut pensil yang patah dengan mulut terbuka. Tampaknya perdebatan ia dengan sang teman membuat benda itu menjumpai tempat yang salah.

"Dia seperti monster!" seru Redo yang tadi menjadi dalang kejahatan.

"Monster dengan dua tanduk merah," sambung Dean meletakkan kedua jari telunjuknya di kepala.

Siswa-siswi yang masih tersisa mulai tertawa terbahak-bahak. Tingkah para pemuda tampan itu berhasil meramaikan kelas yang hampir kosong. Di tengah rasa lelah, tawa bahagia melintas tanpa rencana.

Arkan menunduk dengan napas berhembus pelan. Jari kirinya yang ramping menyentuh alis, kedua matanya terpaku pada benda dalam genggaman. Satu senyuman terbit, secara alami wajahnya menjadi lebih tampan. Rambutnya terpotong rapi, mungkin karena hari ini adalah hari pertamanya di SMA Cendana.

"Sudahlah, ayo pulang."

Tanpa diduga, Arkan memasukkan potongan pensil itu ke dalam tas.

"Mengapa kamu memasukkan benda itu?" tanya Redo dengan dahi mengerut.

Baginya bukan hanya pikiran gadis-gadis saja yang tidak terbaca, namun pria di hadapannya juga.

"Bukan urusan kamu!"

Saat kalimat itu selesai diucapkan, wajah kesal Ayumi melintas jelas di benak Arkan. Lagi-lagi satu senyuman terbit tanpa alasan. Redupnya langit tak menjadi alasan untuk Arkan tetap bersinar.

Tiga pria tampan itu berpisah di jalan bercabang. Arkan melanjutkan langkah dengan sebelah tangan mendiami saku celana. Di ujung taman, ia mendapati seorang gadis tengah bermain ayunan. Tubuh berseragam kebesaran itu bergerak riang. Tarikan di bibir membuatnya terlihat semakin cantik, apalagi dua lesung pipit ikut timbul ke permukaan.

Untuk sepersekian detik, Arkan terpesona padanya. Rambut hitam yang tadinya terikat tinggi mulai turun ke bawah. Beberapa anak rambut yang nakal menjelma menjadi bingkai. Di bawah sinar rembulan, ia menjumpai keindahan yang tiada duanya.

Déplier
Chapitre suivant
Télécharger

Latest chapter

Plus de chapitres

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Commentaires

Pas de commentaire
43
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status