Tembakan-tembakan beruntun terdengar saling bersahutan tanpa jeda. Warga di sekitar semakin panik, bersembunyi di balik gedung dan mengintip melalui kaca-kaca gedung untuk menyaksikan apa yang terjadi. Beberapa di antara mereka melakukan siaran langsung, sementara lainnya menghubungi keluarga dan mencoba mengambil potret tentang kekacauan di Taman Kota.
“Pintu Hitam Aneh itu hari ini retak secara tiba-tiba dan mengeluarkan paruh burung berukuran raksasa, kalian pasti akan kaget dan takut jika ada di sini!” Seorang konten kreator melakukan live streaming dan mengarahka kameranya ke tempat di mana suara tembakan terus muncul.
“Wow? Ini pasti editan!”
“Beneran?”
Berbagai macam komentar dengan reaksi beragam muncul di layar konten kreator tersebut. Ada yang tak percaya dan menganggap itu editan, ada pula yang panik dan menganggap bahwa ini adalah akhir dari kehidupan umat manusia.
“Tidak berhasil. Paruh Monster tersebut tidak mengalami kerusakan sedikit pun.” Pemimpin Pasukan mengambil walkie talkie dan menghubungi pusat.
Xora yang penampilannya mirip seperti Vampire menatap tajam ke arah Gate. Retakan di sana menjadi semakin besar hingga tubuh setinggi dua meter penuh bulu cokelat panjang berhasil keluar dari Gate. Ia berdiri tegak di depan Gate seperti seorang manusia.
Kepalanya mirip kepala elang, tubuhnya seperti manusia yang ditutupi bulu cokelat panjang, kedua tangan mereka berbentuk seperti sebuah sayap dengan bulu menjuntai ke bawah bagai tirai. Satu per satu Monster terus keluar, semuanya mirip seperti Monster pertama yang keluar.
Mereka berteriak lengking sehingga suara mereka seperti sebuah gelombang dan bergerak memecahkan semua kaca yang dilewati. Perisai para polisi pun ikut pecah, bahkan mereka sampai terseret mundur beberapa langkah karena gelombang suara monster tersebut.
Kepanikan semakin menjadi-jadi. Liogra yang tak ingin kehilangan pasukannya menyuruh mereka mundur dan menjaga jarak.
“Sial! Apa yang terjadi di sini!” Konten Kreator tadi mulai mengumpat. Wajahnya berubah menjadi pucat ketika kaca gedung tepat di depan wajahnya meleleh karena air liur monster tersebut.
Bukan hanya ia yang panik, orang-orang di sekitarnya pun ikut panik dan berteriak sehingga suasana menjadi lebih kacau. Mereka semua menjauh dari kaca gedung dan pergi tepat ke tengah-tengah gedung. Hanya beberapa orang yang bertahan di dekat kaca gedung, mereka adalah konten kreator siaran langsung, mengambil tindakan nekat demi mendapatkan viewers banyak.
Tindakan mereka membuahkan hasil. Jumlah penonton semakin meningkat, komentar pun bergulir dengan cepat dan muncul 10 komentar dalam satu detik sebagai reaksi.
Merasa bahwa ia sudah terbiasa dengan perubahan kualitatif pada tubuhnya, Xora melepaskan ikatan kepala yang ia pakai dan mengenakan Heart of Siren. Skill “Blood Control” yang ia kuasai pun dengan cepat menguraikan darah dari kain bekas ikat kepala.
Darah kering berubah menjadi darah cair, lalu menyusut menjadi bola seukuran genggaman tangan berjumlah 10 butir. Bola darah itu melayang di sekitar pinggang Xora, bergerak berputar searah jarum jam.
“Di mana aku harus menyimpannya?” Mata gadis itu berubah menjadi warna merah. Pupil bulatnya mengalami perubahan sehingga menjadi vertikal, seperti mata kucing. Tatapan Xora tertuju pada kotak peninggalan sang Ibu yang ia peluk.
[Anda bisa memasukkannya ke dalam penyimpanan sistem.]
[Ucapkan kata “Save” untuk memasukkan ke dalam penyimpanan sistem. Sementara bila ingin mengeluarkannya dari penyimpanan, Anda harus mengucapkan kata “Take”.]
Xora langsung paham. Ia mengucapkan kata “Save” sebelum kotak peninggalan sang Ibu menghilang dari tangannya, tersimpan di dalam penyimpanan sistem. Gadis itu tersenyum lega, ia tak lagi khawatir kotak itu akan rusak bila terjun ke medan perang.
Mata merah pekatnya mencerminkan para Monster melesat bagai angin dan mengoyak para polisi barisan depan seperti sedang mengoyak tahu. Darah dan teriakan pilu menggema di udara, meminta tolong.
Rasa ngeri menjalar di tubuh semua orang. Para polisi pun langsung menjadi pucat pasi dan gemetar tak karuan, melihat bagaimana monster itu mengubah rekan mereka menjadi mayat dengan tubuh yang berhamburan ke mana-mana.
Organ-organ dalam rekannya berhamburan di atas taman, tapi para Monster tersebut malah mengeluarkan suara tawa seolah merasa hasrat membunuh mereka terpuaskan.
“Ibu … aku akan mati.”
“Sial! Ini sudah di luar nalar, aku tak ingin mati!”
Barisan kokoh mereka dalam sekejap hancur. Para prajurit berlarian ke segala arah, menjauh dari taman untuk menghindari kematian. Namun mereka terlalu lambat, Monster-Monster itu telah keluar dari Gate dan melesat mengoyak mereka satu per satu.
Mereka … mereka benar-benar mati. Senjata tak mempan melawan mereka! Tubuh Xora bergetar ketakutan. Keberaniannya runtuh saat melihat bagaimana para polisi bertubuh kekar dan dilatih dengan teknik bela diri, terkoyak begitu mudah oleh paruh bergerigi Monster-Monster dari Gate.
Xora bisa saja kabur dari tempat ini dan membiarkan para polisi itu terus menghadapi Gate hingga mereka menyadari bahwa Monster itu kebal senjata. Xora bisa mengabaikan semuanya, membiarkan nyawa terus berjatuhan. Namun, sekelebat bayangan muncul dalam benaknya ….
“Putri Kecilku yang cantik … jika suatu hari nanti kamu terjebak dalam kegelapan dan tak menemukan cahaya, maka jadilah cahaya untuk menerangi kegelapan bagi orang-orang. Tentu saja, keselamatanmu adalah yang utama. Saudara dan Ayahmu pasti akan melindungimu dan mencegah itu terjadi, tapi Ibu tetap saja khawatir …”
“Nona Muda, hanya karena orang-orang melukai Anda. Bukan berarti semua orang itu jahat ….”
Kalimat pertama berasal dari surat kedua yang ditinggalkan sang Ibu, sementara kalimat kedua berasal dari Bi Nammy. Itulah alasan kenapa Xora tak berlari. Ia juga sempat melihat seorang Ibu dengan panik menggendong anak laki-lakinya sambil berlari; seorang ayah menerobos kerumunan orang panik, membuka jalan aman bagi putri dan istrinya untuk pergi, membiarkan dirinya terinjak-injak, serta banyak lagi adegan saat warga di sekitar berlari melihat Gate retak.
Gate adalah ancaman laten yang akan membuat anak-anak kehilangan orang tua mereka, orang tua kehilangan anak-anaknya, saudara terpecah-pecah tanpa mengetahui kabar satu sama lain … Bila aku pergi, cepat atau lambat aku akan menghadapi mereka juga … Xora menenangkan diri dan menarik napas dalam-dalam.
Berdasarkan demonstrasi penggunaan skill dalam benaknya tadi, gadis berambut perak itu mencairkan bola darah miliknya menjadi sebuah pedang, sebelum membuat teksturnya menjadi padat dan kokoh. Setiap bola darah berubah menjadi pedang tajam bermata dua dari budaya romawi, Gladius Sword.
Sinar senja jatuh menimpa pedang-pedang merah darah berbentuk Gladius Sword tersebut, memperlihatkan kilatan cahaya dari bilah mata pedang seolah-olah benda itu adalah pedang asli.
Sesuai namanya, Blood Control mampu mengubah darah menjadi apa saja sesuai bayangan si pengguna asalkan darah mereka cukup. Bila darah dibayangkan menjadi sebuah pedang, maka itu adalah pedang.
“Aku menyebutnya Blood Sword.” Xora bergumam pelan, sebelum ia menggerakkan dua Blood Sword ke arah Monster terdekat.
Monster itu tampak mencekik Liogra hingga wajah pria berambut hitam itu tampak berubah menjadi ungu, sedikit lagi sebelum ia kehilangan kesadarannya.
Tepat sebelum Blood Sword menebas lehernya, Monster itu tampak memicingkan mata. Ia melepas Liogra dari cengkraman cakar di ujung sayapnya, sebelum menghindar ke belakang dan tersenyum meremehkan, seolah sedang berkata, “Hanya segitu saja?”
Ekspresi sombong itu dalam sekejap mata luntur dari wajah burungnya saat Blood Sword kedua menusuk tepat di leher, memisahkan kepala Monster dari tubuhnya. Kepala itu terjatuh dan berguling di atas tanah dengan ekspresi kaget, matanya terbelalak lebar dengan paruh terbuka. Tubuh yang kehilangan kepala pun ikut jatuh menimpa kepala tadi.
Dua Blood Sword tadi pun menukik kembali ke sisi Xora, sementara Liogra terduduk di tanah dan mengambil napas sebanyak-banyaknya untuk memulihkan warna kulitnya. Sesaat, ia mengikuti arah Blood Sword dan menemukan sesosok gadis bertopeng tengah berdiri tegak mengamati para Monster. Gadis itu mengenakan gaun bergaya gotik setinggi lutut warna merah.
Pupil mata hitam pekat Liogra mencerminkan sepuluh Sword Blood tengah berputar searah jarum jam di sekeliling pinggang gadis itu.
“Dewi?” gumam Liogra, terpana.
[Harpy-B.]
[Monster bertubuh manusia penuh bulu cokelat setinggi tiga meter, berkepala elang . Ia memiliki kelincahan yang cukup tinggi karena kemampuannya untuk mengendalikan angin. Harpy mampu memadatkan udara menjadi sebuah bilah tajam melengkung untuk menebas musuhnya. Mereka juga punya kemampuan berteriak lengking untuk mengacaukan indra pendengaran musuh, membuat mereka terganggu oleh suara.]
Trangg! Saat pedang Xora menyentuh bulu Poison Tongue Bird, pedang itu langsung terlempar jauh dari tangan Xora. "Apa yang terjadi? Kenapa aku tak bisa menebasnya?" lirih Xora dengan mata terbelalak. Di saat yang bersamaan, Poison Tongue Bird di hadapan Xora bergerak cepat untuk mencengkram tubuh Xora. Boom! Poison Tongue Bird itu mencengkram tubuh Xora, dan menghempasnya ke atas tanah dalam waktu singkat. Rasa sakit luar biasa pun menyerang punggung Xora. 'Sakit,' keluh Xora di dalam hati. Mata Xora melirik ke arah Poison Tongue Bird yang menghempasnya ke tanah. Ada kebencian yang tersorot jelas dari tatapan Xora. Dia kemudian beralih menatap pedangnya yang tergeletak cukup jauh. Xora berusaha mengabaikan rasa sakit pada punggungnya, lalu bangkit dan meraih pedang itu. Xora menatap Pedang Kutukan di genggamannya. 'Kenapa aku tidak bisa menebas mereka dengan mudah, seperti Flyor?' batin Xora bertanya-tanya. Dia merasa kecewa karena kemampuannya tidak seperti Flyor."Miss. U!" Teri
Flyor meraba bibirnya yang tengah tersenyum lebar."Akhir-akhir ini ... aku banyak tersenyum," gumam Flyor yang merasakan perbedaan drastis pada dirinya, setelah Xora datang. "Tapi sebelum itu, lebih baik aku segera menentukan latihan apa yang perlu diberikan kepada Miss. U," sambung Flyor sambil mencuci piring. ***Mentari mengangkasa dengan angkuh dan terik. Suasana sekitar terasa begitu panas, tapi tak berlaku bagi Xora yang duduk di bawah rindangnya pohon ketapang. Gadis itu mengangkat telapak tangannya ke depan wajah, lalu memandang mereka dengan ekspresi tak percaya. "Baru saja, aku mengayunkan pedang sebanyak 3000 kali." Dia bergumam lirih dengan napas terengah-engah. [Notifikasi! Anda menyelesaikan Quest Tambahan!][Notifikasi! Anda mendapatkan item rahasia berupa 'Kalung Usang'.][Notifikasi! Anda mendapatkan bonus berupa 5 distribution point!]Kening Xora mengerut melihat panel di hadapannya. Dia berlatih sampai 3000 kali ayunan sampai setengah mati, tapi hanya mendapa
"Mengayunkan pedang sebanyak 2000 kali saja perlu waktu sampai sore. Apalagi 3000 pedang?" sambung Xora dengan intonasi tak percaya diri. Dia merasa tak yakin bisa menyelesaikan misi besok. Xora membaringkan tubuhnya di atas kasur, lalu menghela napas. "Jika seperti itu, aku harus bangun lebih pagi lagi," lirih Xora. Xora mulai menutup mata, dan mulai terlelap dalam mimpi.Pagi menjelang .... Flyor yang ada di kamarnya mulai terbangun. Dia segera beranjak dari kasur dan melangkah menuju dapur. 'Aku harus segera memasak, sebelum Miss U bangun,' batin Flyor. Dia dengan cepat berkutat di dapur, memasak menggunakan teknik dan bumbu dari tumbuhan di Dungeon. Menu utamanya adalah sup Jamur Dore. Jamur Dore adalah jamur Dungeon, yang bisa menambah stamina dan vitalitas tubuh. 'Ini cocok untuk dia yang akan berlatih mengayunkan pedang sebanyak 3000 kali,' pikir Flyor.Flyor tersenyum kecil di sudut bibirnya, sambil meletakkan sup Jamur Dore itu di atas meja. Tak hanya sup Jamur Dore yang
Mendengar kata-kata itu, mulut Xora terbuka lebar. Sama dengan matanya yang terbelalak tak percaya.''Bukankah hukuman ini harusnya dikurangi?!' teriak Xora di dalam hati. "Apa itu masih berat untukmu?" Xora membeku di tempat, usai mendengar jawaban yang tak sesuai dengan harapannya. Melihat Xora membeku di tempat, Flyor kembali bertanya, "Apa itu masih berat untukmu?"Secara spontan, Xora langsung tersadar dan menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak-tidak! Ini sudah cukup bagi saya!"Xora pun dengan sekuat tenaga mengangkat pedang itu, lalu mengayunkannya. Tetapi, belum sampai satu ayunan. Pedangnya langsung terjatuh dan lepas dari tangan Xora. 'Berat,' keluh Xora di dalam hatinya. Selama satu bulan Xora berlatih, total ayunan yang harus dicapai setiap harinya tidak berubah ... yaitu 2000 kali ayunan. Sayangnya, Xora tidak sekuat itu. Xora hanya mampu mencapai 1000 kali ayunan. Bahkan ketika di akhir bulan. Satu bulan berikutnya, Xora juga terus berlatih dan baru mencapai
Xora mendongkak menatap langit, yang dipenuhi dengan para Poison Tongue Bird. Para Poison Tongue Bird itu terbang ke sana ke mari, seperti menjaga pintu goa. Mendengar kalimat Xora, Flyor menoleh ke arah Xora yang berada di sampingnya. Flyor mengernyitkan alisnya dan bertanya, "Kaumenyebut Monster Burung itu dengan nama Poison Tongue Bird?" Xora menoleh dan mengangguk. "Ya," jawab Xora dengan senyum yang bisa dilihat oleh Flyor, karena dagu dan bibir Xora tidak ditutupi oleh topeng. "Seperti yang Anda katakan sebelumnya, air liur mereka mengandung racun. Makanya mereka dinamakan seperti itu," sambung Xora. Mata Flyor membola. 'Gadis ini benar-benar seorang Penyihir! Dia mengetahui segalanya, bahkan memberikan monster itu nama,' batin Flyor yang beralih menatap para Poison Tongue Bird. Flyor benar-benar salah paham terhadap Xora. "Bagaimana kita menyerangnya? Apakah Anda merasa yakin untuk melawan para Poison Tongue Bird itu?" Xora bertanya dan menoleh, menatap wajah Flyor. Flyor p
Dua panel notifikasi itu muncul di hadapan Xora, bertepatan ketika Flyor membelah tubuh monster yang tersisa di sekitar mereka. "Harus sampai seratus persen?" tanya Xora dengan nada yang sangat pelan. [Notifikasi! Benar!]Membaca notifikasi yang muncul di hadapannya, Xora membeku di tempat. 'Tadi ada banyak Monster yang dibunuh oleh Flyor, tapi, itu hanya sepuluh persennya saja?' batin Xora tak percaya. 'Memangnya, ada sebanyak apa Monster-monster di Dungeon ini?' sambung Xora bertanya-tanya. Dia mendongkakkan kepala menghadap langit yang berwarna biru cerah. "Miss U?" melihat Xora hanya berdiam di tempat sambil mendongkak menatap langit, tentu saja Flyor penasaran. Flyor memanggil nama samaran milik Xora, membuat Xora menoleh. "Apa yang kaupikirkan?" tanya Flyor yang dipenuhi rasa penasaran. Tersadar dari lamunannya, Xora segera berdiri dari posisi duduk. "Ah, tidak. Saya tiba-tiba berpikir, berapa banyak waktu yang akan diperlukan jika ingin memusnahkan semua Monster di sini,"