Trangg! Saat pedang Xora menyentuh bulu Poison Tongue Bird, pedang itu langsung terlempar jauh dari tangan Xora. "Apa yang terjadi? Kenapa aku tak bisa menebasnya?" lirih Xora dengan mata terbelalak. Di saat yang bersamaan, Poison Tongue Bird di hadapan Xora bergerak cepat untuk mencengkram tubuh Xora. Boom! Poison Tongue Bird itu mencengkram tubuh Xora, dan menghempasnya ke atas tanah dalam waktu singkat. Rasa sakit luar biasa pun menyerang punggung Xora. 'Sakit,' keluh Xora di dalam hati. Mata Xora melirik ke arah Poison Tongue Bird yang menghempasnya ke tanah. Ada kebencian yang tersorot jelas dari tatapan Xora. Dia kemudian beralih menatap pedangnya yang tergeletak cukup jauh. Xora berusaha mengabaikan rasa sakit pada punggungnya, lalu bangkit dan meraih pedang itu. Xora menatap Pedang Kutukan di genggamannya. 'Kenapa aku tidak bisa menebas mereka dengan mudah, seperti Flyor?' batin Xora bertanya-tanya. Dia merasa kecewa karena kemampuannya tidak seperti Flyor."Miss. U!" Teri
“Takdir yang goodlooking dan yang tak goodlooking jauh berbeda. Miris, tapi itulah kenyataannya. Dunia hanya memihak mereka yang goodlooking,” batin Xora tersenyum masam melihat kondisinya sendiri. Dia adalah anak dari guild mafia terkuat di dunia. Namun terbaring di atas kasur usang dengan ruangan kamar yang penuh dengan debu. Aksesorisnya pun juga telah tua dan berkarat. Tak ada yang bisa dia banggakan. Sekarang, Xora tak lagi bisa melakukan apa-apa. Tak ada yang mau datang hanya untuk sekadar menjenguknya. Dia adalah gadis buruk rupa dengan kulit hitam, tubuh kurus seperti mumi. Ditambah jerawat bernanah memenuhi permukaan wajahnya. Status hanyalah status. Dia menghela napas pelan, merenung dalam sepi tentang keadaannya sekarang. Tubuhnya benar-benar melemah secara perlahan. Sejak kecil dia memanglah lemah, tapi keadaannya menjadi semakin lemah ketika dia menutup diri. Tak memakan apapun selama kurang lebih dua minggu. “Tak ada yang bisa dibanggakan dariku. Sudah tidak goodl
Baru saja Xora melangkah dua kali dari gerbang rumah. Sebuah mobil sport berwarna hitam berhenti di depannya. Seseorang membuka pintu dari dalam dan mengeluarkan kaki jenjang, disusul oleh tubuh tinggi dan tampannya. "Wah-wah-wah, sudah berani keluar dari rumah?" ucapnya begitu keluar dari mobil. Xora terdiam di tempat dan hanya memperhatikan. Jujur saja, dia masih memiliki rasa rindu yang teramat dengan harapan bahwa pria itu akan hangat padanya. Sayangnya, itu hanya ekspektasi yang menyakitkan bagi Xora. "Apa kau tak malu dengan wajah seperti itu? Wajah menjijikan, sampai aku pun tak ingin menghirup udara yang sama denganmu," sindir pria itu mengambil sapu tangan di saku dada, lalu menutupi hidungnya.Beberapa pelayan dari mansion pun melihat dan terkekeh. Mereka menikmati pertunjukan antara Tuan Muda Ketiga dengan Putri yang dibuang."Bukankah ini menyenangkan. Tapi aku setuju dengan Tuan Muda Ketiga. Harusnya perempuan itu memiliki rasa malu untuk keluar dengan wajah buriknya.
Xora terkejut ketika dia mendengar notifikasi itu. “Dungeon ini saja belum selesai, sekarang harus ada kemunculan dungeon lain?” batinnya bertanya pada diri sendiri. Sebab, dia benar-benar tak bisa berbicara. Itu karena sistem sedang mengendalikan tubuhnya. “Lebih baik aku fokus dulu terhadap tutorial sistem ini dan memahaminya dengan cepat,” batin Xora membulatkan tekad. Dia pun memperhatikan cara sistem menggunakan dan mengendalikan darah dengan skill Blood Control. Sistem menggerakkan tangan kiri dan merobek tangan kanan. Rasa sakit pun sudah tak lagi terhindarkan. Meski begitu, Xora hanya memperhatikan sambil meringis kesakitan dalam hati. Darah bercucuran. Darah-darah itu kembali dikendalikan oleh sistem untuk membentuk beberapa belati yang melayang di udara. "Jika saya memerintahkan kalian untuk berlari, maka segeralah berlari menuju bangunan terdekat. Hindari atap atau jendela, mencegah kemungkinan terluka parah akibat serangan monster itu," titah Xora yang sedang dikendal
[Notifikasi! Apakah Anda lupa, bahwa Poison Tongue Bird memiliki bulu yang tahan terhadap serangan apapun? Bahkan itu masih berlaku ketika mereka mati.]Xora terdiam, lalu mengukir senyum smirk ketika panel sistem muncul dengan notifikasi seperti itu. "Bukankah kita bisa melakukannya dari dalam?" tanya Xora sambil melangkah mendekat dan memasukkan kedua pedangnya ke dalam mulut Poison Tongue Bird itu. Mengandalkan ingatan cara penggunaan Blood Control itu. Xora mengubah pedangnya menjadi cair, lalu mengendalikan setiap darahnya mengalir masuk di seluruh sel darah dalam tubuh Poison Tongue Bird.Dalam sekejap mata. Xora mengubah darahnya menjadi pisau-pisau tajam berukuran kecil. Pisau-pisau itu langsung bergerak mengoyak organ dalam Poison Tongue Bird, sampai mampu menembus kulit Poison Tongue Bird dan membelahnya menjadi dua bagian. Darah dari Poison Tongue Bird yang berwarna hijau pun berceceran. Bersamaan dengan itu, sebuah bola berwarna putih tapi bersinar bergulir mendekat ke k
[Notifikasi! Selamat kepada Tuan Denal Karendra. Anda terpilih sebagai Hunter.][Notifikasi! Anda adalah Hunter kedua yang ada di muka bumi ini.][Notifikasi! Lima orang Hunter pertama yang aktif, diberikan pilihan untuk memilih job sesuai keinginan mereka masing-masing!][Notifikasi! Silahkan pilih job Anda!][White Mage] [Black Mage] [Freelance] [Monk] [Knight] [Thief] [Merchant] [Time Mage] [Ranger] [Summoner] [Valkyrie] [Salve-Maker] [Sword Master] [Arcanist] [Spirit Master] [Templar] [Vampire] [Dark Night] [Conjurer] [Assassin]Si pemimpin regu yang bernama Denal Karendra pun terdiam. Dia melirik ke arah orang yang berada di sekitarnya. Mereka memasang raut wajah terkejut. "Pak, ledakan barusan berasal dari Anda," ucap salah satu rekannya. Manik mata Denal benar-benar terkejut. "Itu barusan benar dariku?" tanyanya sambil menundukkan kepala, menatap kedua tangannya saat ini. Dia mengabaikan panel sistem yang menampilkan pilihan job. Denal kemudian mengangkat kepala dan meliha
"Wah, ternyata kau kuat juga sebagai seorang gadis yang terlihat lemah," ucap pria itu sambil menghempas tangan Xora dengan pelan. Xora melangkah mundur karena waspada, apalagi setelah tinjunya barusan ditangkap oleh pria itu. 'Dia bukan tandinganku,' batin Xora. "Jangan takut, aku tak akan melukaimu. Aku hanya ingin tahu, mengapa kauberada di sini?" tanya pria itu dengan ekspresi ramah. Pria bersurai putih itu menyimpan pedangnya kembali ke sarung dengan gerakan yang mampu membuat siapapun tertegun kagum, seperti yang Xora rasakan saat ini. "Oh ya, omong-omong. Namaku adalah Flyor. Karena aku sudah memberitahukan namaku, kaujuga harus memberitahukan namamu." Flyor berjalan mendekat sambil mengangkat kedua tangannya, isyarat bahwa dia tak akan bermacam-macam dengan Xora. "Miss U, Itulah panggilanku," jawab Xora berbohong. Yah, dia sengaja menciptakan identitas lain. Ada banyak alasan di baliknya, salah satu yang ada di antara alasan-alasan tersebut adalah tentang kebebasan. Xora
Rasa haus yang Xora rasakan mulai berkurang, tapi itu tak cukup untuk membuat Xora berhenti menghisap darah makhluk yang dia temui. Xora juga tak berhenti mengejar Flyor. Dia mengejar Flyor, karena Flyor memiliki aroma darah yang begitu memikat dan menggoda. "Darah-darah-darah." Xora terus menggumamkan kata itu, sepanjang perjalanan sembari mengejar Flyor. Setiap dia menghisap darah makhluk Hutan di dalam Dungeon, Xora tetap mengumamkan kata itu, seakan dia tak pernah puas. Meski sudah menghisap sebanyak lima liter, bahkan terus naik dan hampir mencapai enam liter pada layar sistem. ***"Aku pasti sudah cukup jauh," gumam Flyor. Sekarang, Flyor sudah berada di luar hutan. Dia membalikkan tubuh, menatap ke arah hutan. Keningnya mengernyit, saat merasakan gairah membunuh yang begitu kuat. Bahkan itu terus mendekat ke arahnya. "Eh?" Flyor mengukir ekspresi terkejut pada wajahnya, ketika sosok Xora mulai terlihat. "Dia mengejarku?!" tanya Flyor dengan nada tak percaya. Flyor melirik ke