Home / Romansa / Chef Galak Itu Mantan Pacarku / PART 6: Peraturan Absurd

Share

PART 6: Peraturan Absurd

Author: Titi Chu
last update Last Updated: 2025-04-08 11:19:20

Sebenarnya aku berharap Gun akan lupa, setelah dua jam take video iklannya menemui jalan buntu, mungkin saja moodnya yang berantakan membuatnya jadi tidak ingin berhadapan denganku, tapi tentu saja itu adalah harapan yang terlalu muluk.

"Kenapa kamu terlambat?" tanyanya. Apa itu basa-basi? Sepertinya kalimat itu memang sudah menguap dari kamus seorang Gun.

Dia duduk di kursi kebesaran, di ruangannya yang tampak tertata, rapi dan kinclong.

"Begini Pak..." Aku berdeham, merapikan rambut panjangku, menyelipkannya ke balik daun telinga kemudian mengulurkan paper bag yang kubawa. "Ini bathrobe yang kemarin Bapak pinjamin ke saya." Kuletakkan di atas meja. "Makasih Pak, saya terbantu sekali kemarin dengan handuk itu, Bapak benar, saya nggak mungkin berkeliaran di kantor dengan pakaian basah, apalagi di hari pertama saya kerja, walaupun ukurannya besar sekali dan bikin saya kelihatan melayang seperti kunti--"

"Apa kamu mau menghabiskan waktu saya?" Suaranya yang tajam segera menyela.

Aku merapatkan bibir, salah tingkah. Benar, aku memang ingin berkelit. "Maaf Pak."

"Kamu nggak punya alasan?"

"Ada pekerjaan rumah yang harus saya kerjakan lebih dulu, Pak."

"Jadi benar kamu berbohong soal macet?"

Huh, pintar sekali laki-laki ini menyerang balik lawan bicaranya, sudah dua kali dia membuatku harus pasrah mengaku salah.

"Memang macet juga Bapak, Jakarta nggak mungkin nggak macet kan?" kataku sabar, menggunakan nada paling manis saat berhadapan dengan selebriti rewel. "Tapi kerjaan saya di rumah juga nggak bisa ditinggalin gitu aja Pak, mohon pengertiannya, saya akan lebih bijak mengatur waktu mulai besok."

"Mengecewakan." Dia menjawab pelan tapi menyakitkan, punggungnya disandarkan di kursi dengan tatapan mengitimidasi. "Kamu pikir menjadi manajer saya adalah kursus yang bisa memberi kamu banyak kesempatan?"

"Saya masih perlu adaptasi Pak."

"Bukannya kamu sudah berpengalaman dalam bidang ini selama sepuluh tahun? Apalagi yang membuat kamu butuh adaptasi?"

"Ya Bapak kan beda dengan selebriti yang saya tangani sebelumnya, Bapak mau mecat saya?"

Masa aku langsung didepak di hari kedua bekerja? Kalau aku bisa memilih, aku memang lebih senang agar kami tidak usah bekerja sama, tapi bagaimana konsekuensi dari Pak Punjab, bisa jadi nanti dia benar-benar menempatkan aku untuk menjadi manajer Juna, bukan berarti laki-laki itu buruk, hanya saja gajinya saat bersama Gun cukup menggiurkan dan--

"Belum."

Oh aku lega.

"Tapi harusnya kamu berdiskusi ke suami kamu untuk nggak mengganggu pekerjaan kantor dengan kerepotan rumah, apakah kalian nggak memiliki asisten rumah tangga?"

Wait, what?

Dia masih penasaran masalah statusku? Yah, kenyataannya aku tidak memiliki suami, jangankan suami, pernikahan pun tidak pernah ada, tapi aku tidak mungkin menjelaskan kehidupan pribadiku.

"Bapak belum baca profil saya?"

"Saya nggak memiliki waktu," katanya. "Bisa kamu kasih tahu saya saja, Mita?"

Sialan, dia sengaja ya?

Baiklah, sambil mengembuskan napas panjang aku pun menyebutkan alasan yang sudah kukarang. "Dia sudah menemui Tuhan, Pak."

"Rest in peace." Jika karangan ini sungguhan, mungkin aku sudah tersinggung dengan balasannya yang datar tanpa simpati. "Semoga dia beristirahat dengan tenang."

Aku menahan diri untuk tidak mendengus. "Makasih Pak."

"Sekarang dengarkan, saya akan lupakan masalah ini asalkan kamu menggantinya dengan pulang melebihi jam kerja sebanyak waktu keterlambatan kamu." Lalu dia mengecek arloji. "Berapa lama kamu terlambat tadi?"

"Sejam, Pak."

"Berarti kamu akan pulang pukul delapan malam, sejam lebih lama dari jadwal."

"Baik, Pak." Aku nurut saja karena menurutku itu cukup adil. Meskipun aku harus menghubungi Mama sebab akan telat menjemput si kembar.

"Kedua, jangan diulangi lagi."

"Siap, Pak."

"Ketiga, kalau kamu mengulanginya, maka akan berlaku kelipatan ganda, artinya jika terlambat satu jam, maka kamu harus pulang lebih lambat selama dua jam. Begitu juga hari-hari berikutnya."

Mataku mengerjap, berarti jika di hari ketiga aku terlambat, aku akan pulang tiga jam lebih lama dari jadwal, begitu pun seterusnya. Tapi itu hanya berlaku untuk keterlambatan satu jam, jika aku terlambat dua jam, maka aku akan pulang lebih lambat selama... enam jam?

Peraturan macam apa ini?!

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
soulli.hard
gun bapaknya si kembar ya?
goodnovel comment avatar
exel exel
kgaa sesuaai nma niiih lama lama GOOOD NOVELL ...mna.....iklaan di bnyakiin .......
goodnovel comment avatar
exel exel
kg bergeraakk ....
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   Extra Part 4: Roti Sambal Pecal

    "Fudge browniesnya udah semua, Tan?" "Sudah, Bu." "Cotton cheesecake-nya?" "Ada di depan, Bu." "Muffin-nya jangan lupa, Tan." "Siap, Bu." "Dan oh, itu yang lain—" "Sudah berkumpul semua dan sebaiknya kamu tenang." Gun memotong, gemas. Dia berjalan ke belakang punggungku serta membuka kaitan apron, lalu satu tangannya bersandar di pinggiran meja. "Apa yang kamu khawatirkan?" "Banyak Gun, takut dikit." "Itu perasaan yang wajar tapi ada banyak orang yang bekerja di sini. Dan semuanya sudah tertata pada tempatnya, Mita." Benar, sepertinya aku memang terlalu overthinking, atau aku sudah tertular dengan sifat Gun yang perfeksionis. Setelah empat bulan mempersiapkan segalanya mulai dari lokasi, tempat, desain, karyawan sampai menu. Hari ini, kami akhirnya akan meresmikan Petite Peaks. Sebuah bakery yang sudah dirancang sebelum kami menikah. Tempat itu sangat luas, karena kami juga menawarkan dine in. Serta spot-spot foto yang instagramable khusus untuk yang hobi nongkrong di temp

  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   Extra Part 3: Nemo & Bisnis

    Aku terpaku di tempat, memandang mereka yang tertawa, mendapat uluran hadiah dari Audi dan sepupu lain. Lima tahun, bukan waktu yang sebentar, rasanya seperti baru kemarin aku menggendong mereka dalam balutan kantung kain yang mungil. Dan sekarang Hiro Naga sudah tampak besar di mataku. Mereka akan melanjutkan sekolah, menjalani masa remaja, kuliah lalu... menikah dan memiliki keluarga. "Mita." Mataku mengerjap, lalu tersenyum lebar menyambut uluran tangan Gun. Dia segera merangkul dan mengecup pelipisku. "Ti amo," bisiknya manis. Mengusapi lenganku lalu menghadapi kerumunan. "Oke Hiro, Naga, Papa punya hadiah dan sebaiknya kita buka sekarang ya?" "Oh, apa itu..." Darren membuat suara manja pura-pura penasaran, tapi meledek. "Emas batangan ya, Pa?" "Saham ya, Pa?" Caraka menimpali. "Pulau pribadi ya, Pa?" Delilah ikutan. Keluarga kami kompak tertawa. Gun mendelik judes, tawa kami makin lebar. Aku gantian mengusapi lengannya. "Rumah kontrakan ya, Pa?" Dia berdecak.

  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   Extra Part 2: Royal Lion

    "Welcome back to Jakarta." "Madrid kami bawa oleh-oleh banyak." Naga pamer, dan segera membuka tas ranselnya yang seperti kantung Doraemon untuk mengeluarkan sebuah kotak. "Ini semua buat Madrid." "Naga, nanti aja kita kasih di rumah, terus kita bukain oleh-oleh yang lain ya?" Aku berusaha membujuknya naik ke mobil. Naga menolak, memutar bahunya yang kusentuh. "Sebentar Mama, ini penting karena cokelatnya bisa meleleh. Dan harus cepat dimakan sebelum kadaluarsa." Aku meringis. "Madrid lihat ini." Hiro menarik tali gangsing, kemudian melempar benda dari kayu itu ke lantai hingga berputar. Matanya kelihatan bangga. "Kamu bisa?" Ya ampun. "Hebat Mas Hiro, terima kasih Mas Naga." Madrid bertepuk tangan seperti lumba-lumba lalu menerima cokelatnya. Aku menatap Gun meminta pertolongan, tapi sulit sekali melihat ekspresinya dari balik kacamata hitam yang dia kenakan. "Gun?" "Hiro, Naga, masuk." Naga sigap melompat ke dalam mobil yang pintunya sudah terbuka, Hiro me

  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   Extra Part 1: Frogner Park

    Honeymoon kami berjalan kacau. Oke, aku tidak ingin menyepelekan bagaimana usaha Gun untuk membawa kami keliling Eropa, tapi setiap kali pindah dari satu negara dan bergeser ke negara lain, ada saja masalah yang timbul. Misalnya saja seperti Hiro yang hilang di antara patung ketika kami mampir di Frogner Park, Norway. Atau Naga yang menjatuhkan sepedanya di kapal saat perjalanan dari Dover menuju Calais. Dan yang paling epik, ketika si kembar mengejar pencopet di jalanan Paris. Maksudku, ya sudah. Itu hanya dompet, memang di dalamnya ada kartu identitas dan beberapa lembar uang, tapi itu sama sekali tidak penting dibandingkan keselamatan anak-anakku, dan... "Dia ke sana." Hiro menjerit, kakinya bergerak lincah, meliuk-liuk di antara tubuh-tubuh orang yang sedang berjalan. Lalu Naga dengan langkahnya yang kecil-kecil, cekatan mengekori. "Kanan, Mas, kanan." Naga memberi intruksi begitu Hiro mulai kebingungan, berdiri di tengah gang bercabang. "Bukan, dia berlari ke kiri.

  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 157: Rumah

    "Ma guarda chi si è sposato, ecco il miracolo!" Dua orang laki-laki berwajah latin dengan setelan jas mengkilat menghampiri kami begitu acara resepsi tiba. Kebayaku sudah diganti dengan ball gown berwarna silver grey yang berkilauan di bawah cahaya. Bagian atasnya berbentuk bustier dengan detail kristal dan manik-manik yang rumit, menampilkan bahu dan leherku yang terbuka. Roknya mengembang indah, terbuat dari beberapa lapis tulle dan organza dengan taburan sequin halus, menciptakan efek shimmer yang memukau setiap kali aku bergerak. Mengikuti gaun, rambutku pun kini ditata dengan updo yang lebih glamor sesuai tema resepsi, lalu dihiasi jepit rambut bertabur kristal. Sementara dibandingkan akad yang natural, saat repesi ini makeupku sedikit lebih berani dengan smokey eyes dan lipstik nude. Gun tidak henti-henti memuji, dan mengecupi pelipisku setiap ada kesempatan. Sejujurnya sejak tadi gigiku kering karena dioper ke sana-kemari menyalami para tamu lalu dikenalkan dengan tema

  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 156: Mrs. Saliba

    They say when you meet the love of your life, time stops, and that’s true. Mungkin itulah yang menggambarkan perasaanku saat ini. Sebelumnya aku tidak pernah berpikir bahwa aku akan menikah. Aku hanya ingin hidup bersama anak-anak. Menjalani hari-hari dengan rutinitas yang mungkin sedikit mendebarkan. Tapi kehadiran Gun seperti sebuah nahkoda yang membawa ke mana kapal kami harusnya berlabuh agar kami tidak lagi tersesat dan kehilangan arah. Dia menjadi teman, sahabat, Papa dan pasangan yang kubutuhkan. Kami masih bertengkar, kami masih berdebat, kami masih saling mengejek saat memasak. Tapi kurasa itulah bahasa cinta kami, seperti itulah cara kami saling menyampaikan bahwa kami peduli. "Mama..." Hiro dan Naga masuk bersama Madrid ketika aku sudah selesai dimakeup dan mengenakan pakaian pengantin. Berbeda dari kebaya tradisional yang biasanya terbuat dari brokat tebal, kebaya yang kukenakan adalah sebuah impian yang menjadi nyata, dirancang khusus oleh desainer kepercay

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status