แชร์

PART 5: Aktris Cilik

ผู้เขียน: Titi Chu
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-03-07 10:18:12

"Scene satu, shot dua, take sebelas. Action!" Sang asisten sutradara memberi aba-aba, membunyikan sebuah clapper, papan hitam putih sampai bunyi cletak!

"Sebentar, poni gue berantakan."

"Cut!"

Suara Pak Wisnu, sutradara menggema memenuhi ruangan, membuyarkan adegan yang sedang dijalani Gun dan Prily, aktris cilik yang kini sudah beranjak dewasa.

"Duh, kemarin di workshop talent nggak gini, lo kebanyakan mengkhawatirkan hal yang nggak perlu Pril, muka lo juga terlalu datar," tegurnya. "Walaupun harus sesuai naskah tapi gue butuh lo improvisasi, lo kan bukan amatir! Kita bahkan masih di adegan pertama, kalau seperti ini terus kapan selesainya?"

Perempuan cantik bertubuh semampai itu tampak meringis. "Sorry Mas, bisa kita ulangin lagi?"

Seorang tim wardrobe buru-buru mendekati mereka dan melakukan touch up pada Prily dan Gun, wajah laki-laki itu kelihatan kecut, sudah hampir dua jam adegan iklannya diulangi, dan semakin lama, Gun semakin kehilangan kesabaran.

"Kita break dulu aja, lo pelajarin naskahnya lagi. Gun tetap di tempat."

Prily cemberut, tapi dengan terpaksa perempuan itu nurut dan melangkah menjauh dari set untuk duduk di balik layar, asistennya segera menyodorkan botol minum.

"Lo perhatiin dari sana biar gue kasih contoh." Pak Wisnu kemudian melangkah ke arah Gun lalu melakukan sebuah adegan membuat kopi. "Gue mau chemistry kalian lebih hidup, seperti selayaknya istri yang menyambut suaminya pulang kerja."

Beliau menjelaskan hal tersebut dengan berapi-api, lalu matanya memindai seluruh lokasi dan berhenti padaku.

"Lo, sini."

Aku menatap ke kanan dan kiri kemudian menunjuk diri sendiri. "Saya Pak?"

"Iya, lo yang berdiri di dekat lighting, siapa lagi?" katanya. "Gue butuh orang lain buat kasih contoh, Pril, lo perhatiin."

Mau tidak mau aku mengoper tas dan paper bag pada Ed, lalu perlahan melangkah mendekat, mengernyit ketika menatap sorotan lampu yang cukup silau.

"Berdiri di depan meja island." Pak Wisnu segera memberi perintah.

Aku ragu-ragu karena Gun tepat berdiri di situ. Kupandang wajahnya yang juga sedang memandangku, laki-laki itu mengangkat alis tidak sabar.

"Tunggu apa?" tanyanya. "Buruan."

Cepat-cepat aku menuruti perintahnya. Berdiri di depan island sementara laki-laki itu berada di belakangku.

"Nah, bagus, sekarang Gun lo tahu kan harus gimana?"

Aku belum sempat menarik napas saat tiba-tiba kurasakan sebuah tangan menyentuh ringan pinggulku. Mataku sontak melebar, berdiri kaku.

Loh?

Tadi perasaan adegannya nggak begini, terus kenapa tiba-tiba berubah?

"Bagus, bagus. Kamera coba siap semua, gue mau ngecek di layar." Pak Wisnu tampak semangat bergegas kembali pada posisi semula. Kami praktis ditinggalkan berdua.

Bukannya apa-apa, aku sama sekali tidak memiliki pengalaman berakting, dan tiba-tiba dipanggil untuk sebuah contoh di depan banyak orang dan aktris kelas kakap jelas aku panik!

"Kurang rapat, Gun."

Mataku melotot.

Kurang rapat apanya? Aku bahkan tidak sanggup berdiri didekatnya apalagi...

Telapak tangan Gun bergeser dari pinggul ke perutku, aku sontak menahan napas, saat menoleh hendak protes jantungku berdegup kencang menyadari betapa dekatnya wajah kami. Aroma musk parfumnya seketika menyerbu indera penciumanku, Gun menunduk, dari jarak sedekat ini aku bahkan bisa melihat pantulan wajahku sendiri di bola matanya.

"Cocok!" Pak Wisnu berteriak. "Pertahankan, tambah dialognya Gun."

"Bikin apa, Sayang?"

Aku sontak merinding, sejak kapan Gun memanggil Sayang? Tapi ini cuma akting, aku tidak yakin harus menjawab apa, syukurlah Pak Wisnu tidak berteriak menyuruhku untuk membalas, tapi bisa kurasakan kini ruangan mendadak hening seolah berkonsentrasi.

"CoffeKu?" tanyanya, mengerling pada produk di atas meja.

Ah, benar!

Buru-buru aku menarik bungkusan itu dan menggoyangkannya, Gun sontak tersenyum.

Mataku mengerjap.

"Boleh kamu buatkan untuk aku?"

Aku??

Baiklah, aku mencoba mengikuti alurnya, menerima uluran mug berisi kopi dari kru di balik layar.

Namun belum sempat aku menoleh untuk memberikan minuman itu, Gun sudah membalikkan tubuhku, lalu kedua lengannya berada di kanan dan kiriku, mengurungku di antara meja dan tubuhnya.

Aku megap-megap.

"Napas Mita," bisiknya.

Oke, tarik napas, embuskan.

"Angkat mugnya."

Tanganku malah gemetar.

"Senyum ke saya."

Bibirku kaku.

"Senyum bukan menyeringai."

"Saya nggak bisa, Pak."

"Kamu nggak bisa senyum?"

"Maksudnya saya nggak bisa akting."

"Look at my eyes."

Jelas itu keputusan yang salah, karena mata Gun begitu cerah, lengannya terasa membujuk agar tanganku terangkat, saat menuruti perintahnya, lesung pipi Gun terbit.

"Good," pujinya, kemudian pura-pura menghidu aroma kopi di mug sebelum perlahan menyeruputnya. "Lakukan hal yang sama."

"Apa?"

Dengan lembut dia mendorong pelan mug itu, aku pun menyesap sedikit.

"Siap-siap."

"Gimana?"

"Kamu terbiasa mengulangi perintah saya, ya?"

Belum sempat aku mencerna apa yang dia katakan, Gun sudah menarikku menjauh dari island, lalu mengangkat sebelah tungkaiku seperti gerakan dansa, mataku sontak melebar dan nyaris menumpahkan mug berisi kopi, tapi Gun cekatan menahan.

Astaga, ini gila, bisa kulihat mata Gun cepat sekali berubah, sesaat dia begitu datar, tapi kini dia tampak berbeda, begitu hidup, begitu ceria, begitu mudah dijangkau, dan itu sejenak mengingatkanku dengan Gun yang dulu kukenal...

"Cut!"

Suara Pak Wisnu memecah lamunan, Gun langsung melepas tungkaiku begitu saja, tubuhku sempoyongan. Aku meraba-raba pinggiran island untuk mencari pegangan.

"Bagus Gun, bagus."

Sialan, apanya yang bagus? Laki-laki itu hampir menjatuhkanku!

"Lo lihat Pril, begini maksud gue dengan chemistry, ekspresi Mbanya juga dapet, muka ketakutan yang manja."

Dia menyebutku manja?

Prily mendengus, matanya memandangku tidak senang. Sambil meringis kualihkan tatapan pada Gun, laki-laki itu sudah menjauh dan sedang dipasangkan jas oleh Ed. Saat aku mendekat semua sikap manisnya telah musnah, kembali menyisakan rahang keras dan tatapan tajam tanpa kompromi.

"Saya tunggu kamu di ruangan, kita masih harus bicara."

Kutelan ludah susah payah.

Matilah aku!

***

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 6: Peraturan Absurd

    Sebenarnya aku berharap Gun akan lupa, setelah dua jam take video iklannya menemui jalan buntu, mungkin saja moodnya yang berantakan membuatnya jadi tidak ingin berhadapan denganku, tapi tentu saja itu adalah harapan yang terlalu muluk."Kenapa kamu terlambat?" tanyanya. Apa itu basa-basi? Sepertinya kalimat itu memang sudah menguap dari kamus seorang Gun.Dia duduk di kursi kebesaran, di ruangannya yang tampak tertata, rapi dan kinclong."Begini Pak..." Aku berdeham, merapikan rambut panjangku, menyelipkannya ke balik daun telinga kemudian mengulurkan paper bag yang kubawa. "Ini bathrobe yang kemarin Bapak pinjamin ke saya." Kuletakkan di atas meja. "Makasih Pak, saya terbantu sekali kemarin dengan handuk itu, Bapak benar, saya nggak mungkin berkeliaran di kantor dengan pakaian basah, apalagi di hari pertama saya kerja, walaupun ukurannya besar sekali dan bikin saya kelihatan melayang seperti kunti--""Apa kamu mau menghabiskan waktu saya?" Suaranya yang tajam segera menyela.Aku mer

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-08
  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 7: Makan Siang

    "Masa begitu sih Pak?" Aku langsung protes karas. Bahu Gun terangkat santai. "Pilihannya hanya itu atau silakan angkat kaki." Ya Tuhan, bahuku merosot lemas. "Kamu keberatan?" Bagaimana aku akan mengeluh kalau dia sudah memutuskan dan tidak bisa dibantah?! Aku harus secepatnya melaporkan keluhan ini pada Mba Niken, aku yakin dia tidak bisa berbuat apa-apa, tapi dialah yang mendorongku menerima tawaran manajer ini, jadi aku perlu dukungannya untuk meneruskan keluhanku pada Pak Punjab agar pria tua itu berubah pikiran, lalu menggantikan posisiku menjadi manajer selebriti yang sifatnya normal. Persetan dengan gaji berkali-kali lipat, lebih baik menjaga kewarasan daripada aku harus bekerja di bawah tekanan yang tidak masuk akal. Karena aku diam saja, laki-laki itu bangkit, menganggapku telah setuju. "Bagus, sekarang kamu singkirkan ini, saya nggak mengambil kembali barang yang sudah saya berikan ke orang lain," katanya menggedikkan kepala pada paper bag di atas meja. "Sebentar Pa

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-08
  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 8: Tanggung Jawab

    Karena macet aku baru sampai di rumah Mama sekitar pukul sepuluh malam. Tempat itu sangat sunyi dan gelap, halamannya ditumbuhi tanaman lebat seperti rumah tidak berpenghuni."Hiro, Naga?" tanyaku pada Mama ketika beliau membukakan pintu."Udah tidur, kenapa nggak sekalian kamu pulang di jam cinderlella aja? Bukannya kamu udah dipecat sama Roy Dihan?""Dari mana Mama tau?""Jadi benar?""Kenyataannya aku yang mengundurkan diri.""Dan Zara menggantikan posisi kamu. Dari dulu dia memang bisa diandalkan, nilai sekolahnya selalu bagus, membanggakan, sekarang juga dia mengalahkan kamu dalam pekerjaan.""Nggak ada yang dikalahkan Ma, aku dan Zara nggak sedang berkompetisi." Kupilih untuk melewati tubuhnya dan terkejut menemukan anak-anakku yang sedang tertidur di sofa dalam posisi duduk. "Kenapa mereka nggak dipindahin di kamar?""Kamar di rumah ini cuma satu, Mama nggak mau mereka ngacak-ngacak kamar Mama, di sana banyak makeup dan barang penting.""Barang penting itu lebih penting dari an

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-08
  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 9: Bercocok Tanam

    "Kapan kita akan tanam jagung, Mas?" "Kita nggak punya tempat untuk menanam di rumah ini." "Kalian bisa tanam di balkon, tapi bukan jagung nanti Mama belikan biji strawberry."Naga yang sangat menyukai buah tersebut langsung memekik girang, sementara Hiro tampak tidak terkesan."Kami sudah pernah menanam itu di sekolah, hasilnya biasa aja," katanya."Tapi di rumah belum pernah kan? Kamu bisa mencobanya lagi nanti." Aku memberi usul dengan sabar.Akhir-akhir ini mereka sedang hobi bercocok tanam, mungkin itulah yang membuat Mba Susi senewen, karena baginya Hiro dan Naga terkesan hanya megacau tanpa sadar bahwa mereka sebenarnya ingin bermain sekaligus belajar. Sampai detik ini aku masih mencoba berkomunikasi dengan beliau meminta maaf dan berusaha untuk membujuknya agar kembali mau menerima anak-anakku, walaupun jawabannya belum berubah."Kita akan ke rumah Nenek lagi hari ini?" tanya Hiro, tampak tidak antusias saat ak

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-14
  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 10: Papa Chef

    "Sebentar Pak, masih macet.""Kamu tahu jam berapa sekarang?""Saya sedang berusaha Pak.""Apa terlambat sudah jadi hobi kamu, Mita?""Bukan begitu Pak—"Kepalaku nyaris kepentok stir saat tiba-tiba dari arah belakang sebuah motor menyalip dan aku harus ngerem mendadak."Apa itu?" Suara Gun terdengar bertanya di antara raungan klakson yang bersahut-sahutan di belakang kendaraanku hingga menimbulkan kemacetan."Pak saya tutup dulu ya?""Tunggu, di mana kamu?""Di jalan Pak, saya harus—oh shit!" Aku tak sengaja mengumpat saat lagi-lagi sebuah motor menyalip sehingga aku terlonjak."Mita?""Saya harus fokus nyetir, Pak.""Saya tanya di mana kamu, biar pengawal saya jemput kamu di sana."Aku merasa ngeri. "Jangan Pak, saya baik-baik aja kok, cuma kaget dikit."Gun terdengar mengeram rendah."Beneran Pak, udah dulu ya." Aku langsung mematikan sambungan te

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-14
  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 11: Less Talk, More Action

    Aku terbangun saat mendengar alarm ponsel, dan langsung diserbu rasa pusing di kepala ketika segera duduk tegak. Lenganku terangkat untuk memijatnya kemudian menyadari selembar selimut terasa merosot dari bahuku."Tidurnya nyenyak Mita?"Mataku melebar, menoleh dan menemukan Gun sudah duduk di ruangan."Saya membayar kamu untuk bekerja bukan untuk terlelap di ruangan saya.""Maaf Pak, ini..." Kulirik jam digital di ponsel, pukul satu siang. Aku harus segera menjemput Hiro dan Naga.Sial."Kamu pikir di sini hotel?""Saya sudah membacanya, Pak.""Oh ya, apa kesimpulan kamu kalau begitu?" tanyanya sinis.Aku meringis, menurun jemariku yang masih memijat kepala dan berusaha menatapnya. Berharap tidak ada liur yang tertinggal di sudut bibirku. "Banyak Pak, tertutama tentang program-program Bapak yang memiliki rating tinggi dan bisa dipertahakan di tahun ini.""Contohnya?""Master Chef."

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-14
  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 12: Favorite Car

    "Kenapa Bapak bawa saya ke mobil ini?" "Jadi kamu lebih senang diinjak-injak di sana?" "Bukan begitu Pak, mobil saya masih di Lumeno, tolong putar balik aja, Pak." "Kamu mau saya diserbu fans?" "Bapak nggak usah keluar, biar saya aja." Gun tampak berdecak. "Sayang sekali, kita sudah jauh, saya nggak punya waktu untuk putar balik." Aku melotot, memandang jalanan di sekitar kami, tidak sejauh yang dipikirkan. "Anak saya gimana nasibnya Pak?" "Saya akan antarkan ke mana kalian akan pergi." "Saya nggak minta diantar." "Cara kamu mengatakannya seolah saya sangat buruk," katanya tersinggung. "Seharusnya kamu berterima kasih karena saya menyelamatkan kamu dari kemungkinan digeprek kerumunan orang." "Tapi saya butuh kendaraan buat antar anak saya pulang," balasku gusar. "Saya yang akan mengantarnya, sekarang diamlah, kamu cerewet sekali, kepala saya jadi pusing." Aku auto mingkem sementara Gun mulai bersandar di jok penumpang seraya memijat keningnya. Apakah dia tidak

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-15
  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 13: Serba Hitam

    Gun menatap sinis pada mereka, wajahnya sudah kembali tertutup masker dan hanya menyisakan segaris mata yang memicing. Penampilannya yang hari ini full mengenakan setelan serba hitam jelas membuat anak-anakku terkejut."Pak." Aku merangsek maju. "Bapak bisa nggak pindah di depan, biar saya sama anak-anak saya duduk di belakang.""Nggak bisa," tolaknya datar. "Terlalu bahaya jika saya keluar dan dilihat orang lain, tempat ini sangat ramai.""Bapak kan sudah pakai masker, sepertinya nggak akan ada yang mengenali Bapak.""Memangnya dia siapa?" Hiro menyeletuk bertanya.Mata Gun dengan cepat memandang Hiro. Aku menahan napas saat kontak mata terjadi di antara mereka. Apakah Gun akan menyadari bahwa si kembar adalah anak-anaknya? Secara fisik mereka sangat mirip bahkan Hiro dan Naga mewarisi lesung pipi Gun ketika tersenyum, rambut yang lebat dan mata yang menatap tajam.Namun setelah lama beradu tatap, Gun melengos, membuan

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-15

บทล่าสุด

  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 46: Beef Dan Keju

    Aku mencoba melihat segalanya dalam sudut pandang yang positif. Selama diliburkan, aku bisa menjaga anak-anak tanpa perlu daycare atau orang lain, terlebih Mama yang sampai saat ini belum diketahui keberadaannya. Aku bahkan bisa membuatkan mereka bekal makan siang untuk dibawa ke sekolah. Lalu mengajak mereka berbelanja mingguan, dan yang paling penting karena mereka tidak ikut liburan bersama teman-teman lain ke kebun binatang. Aku bisa menyempatkan waktu untuk mengajak mereka ke sana. Hiro dan Naga menyambut gembira. Ketika mereka bertanya, kenapa Mama nggak kerja? Aku bisa berkelit dengan menjawab Mama sedang ambil cuti. Dan selayaknya anak berusia empat tahun mereka sangat senang, bakan berharap Mamanya akan cuti selama setahun penuh. Hiro yang biasanya mudah curiga, kali ini juga tidak banyak bertanya. Menghabiskan waktu bersamaku bagi mereka jauh lebih berharga dibandingkan harus memikirkan masalah lain. Sangat tipika

  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 45: Loker Seragam

    "Apalagi yang perlu dibicarakan, Gun?" Aku sudah lelah dengan drama pencurian ini, jika dia ingin mengkonfrontasi dan membuatku mengaku bahwa akulah yang mencuri barang miliknya, maka lebih baik Gun pergi daripada menghabiskan waktu. "Ke ruangan saya, atau ribut di sini." Namun Gun adalah Gun kan? Setiap kata-katanya tidak bisa dibantah mutlak, hingga ketika dia menggidikkan kepala agar aku mengikutinya, aku tidak memiliki pilihan selain nurut. Belum lagi jika kami ribut di koridor maka itu bisa menarik perhatian para karyawan. Dengan gontai aku memasuki ruangan Gun, merasa sedikit trauma ketika wanginya yang maskulin sontak menyerbu. Inilah tempat yang membuatku dituduh melakukan tindakan amoral. "Duduklah." Aku nurut. Gun melangkah tenang, membuka lemari bening yang berada di sudut ruangan. Mengeluarkan satu botol yang terlihat mahal, menuangkan isinya ke gelas kemudian mengulurkannya padaku. Kepalaku terangkat, bingung. "Aku—" "Minumlah, kamu butuh rileks sekarang." Dia k

  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 44: Kotak Pizza

    Siapapun yang melihat pasti akan langsung sadar bahwa benda itu terbuat dari berlian. Bentuknya kecil seperti kancing manset pada umumnya, namun berkilauan. Aku bisa mendengar semua karwayan menahan napas. Harganya pasti di atas 1M, pantas saja Pak Punjab tampak senewen, meskipun Gun sempat tidak peduli. Mba Niken megap-megap tidak paham. "Saya nggak tau itu ada di sana." Semua pasang mata langsung menatapnya. "Itu barang kamu?" tanya Pak Punjab. "Y-ya," gagap Mba Niken. "Tapi saya nggak mencuri, dan saya juga nggak tau kenapa benda itu ada di dalam sana Pak." "Ini benar milik kamu kan, Gun?" tanya Zara. Aku mengangkat alis, menyadari dia memanggil Gun tanpa embel-embel Pak atau Chef seperti karyawan yang lain, akrab sekali, bund. "Seharusnya ada sepasang kan? Di mana yang satunya lagi?" "Saya nggak tau!" Mba Niken memekik. "Sebaiknya Anda bicara yang sopan." Gerald memperingatkan dengan tajam. "Nggak apa-apa, dalam keadaan seperti ini semua pasti tegang, dia berhak untuk mem

  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 43: Cufflink

    "Saya bukan mau menuduh kamu melakukan pencurian, tapi saya perlu melakukan konfirimasi apa yang kamu lakukan di dalam ruangan Gun." "Benar Pak, saya melihat dia keluar dari ruangan Chef Gun siang ini." Lusi tiba-tiba menyela, suaranya terdengar berapi-api. Pak punjab merentangkan tangan, meminta agar perempuan itu tidak memotong pembicaran. "Kita perlu memberikan Paramita waktu untuk menjelaskan." "Apanya yang perlu dijelaskan Pak? Saya lihat dengan mata kepala saya sendiri kok. Ketika saya tanya apa yang dia lakukan di sana karena Chef Gun sedang nggak ada. Mita sendiri kelihatan ketakutan, seolah dia baru kepergok melakukan sesuatu." Ya Tuhan. Tidak menuduh aku melakukan pencurian? Tapi jelas sekali kata-kata beliau justru menunjukkan yang sebaliknya. Aku bahkan tidak diminta duduk tanpa basa-basi. Di antara empat pasang mata, kecuali Gun, mereka menatapku menunggu jawaban. Punggungku panas dingin. "Apa maksud Bapak pencurian?" tanyaku, lidah terasa pahit saat mengatakan itu

  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 42: Keturunan Hindi

    Apartemen kami ternyata sudah rapi, tempat itu sudah tidak dipasang garis polisi. Dan ruang tamunya yang acak-acak dengan perabotan terbalik serta pecah belah sudah dibersihkan dan ditata seperti semula. Aku hanya perlu menyimpan barang-barang kami di kamar masing-masing, membujuk Hiro dan Naga untuk tidur kemudian istirahat. Walaupun aku sendiri insomnia. Bangun-bangun, kepalaku terasa berat, badanku sakit semua seperti habis digebuki. Aku mandi dengan menahan nyeri, kemudian menyadari aku melupakan jadwal pertemuan bersama Miss Clara. "Nggak pa-pa kok Mam, kalau memang masih sibuk, kami maklum. Silakan datang kalau Mama kembar nggak sibuk ya." Aku menggumamkan terima kasih untuk pengertiannya. Lalu meninggalkan anak-anak di kelas. Mengabaikan tatapan kepo dari trio Ibu Nuri, Yuli, dan Yuni. "Ibu-Ibu foto jalan-jalan kemarin sudah dikirim ke grup ya, silakan dicek. Ini saya juga punya bingkisan untuk Ibu-Ibu di rumah, tapi untuk yang ikut-ikut aja." Ibu Nuri mengumumkan di depa

  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 41: OCD

    Aku segera melompat bangkit dari kursi, jantung berdebar penuh antisipasi. Mata mendelik nyalang menatapnya. "Apa maksud kamu?" Gun menyesap air putih di meja, gerakannya begitu tenang terkendali, sikap judes yang selalu diperlihatkannya mendadak hilang digantikan sikap dingin, tak tersentuh dan tak terbantah. Seolah dia telah sepenuhnya berubah dari Gun yang dulu pernah kukenal, menjadi seseorang yang sama sekali berbeda. "Kamu mengerti apa yang saya maksud," jawabnya lambat-lambat. Telingaku berdenging panjang, alarm tanda bahaya menyala. "Kamu bercanda kan, Gun?" "Do I look like I am joking?" Tapi ini sama sekali tidak masuk akal, bahuku merosot lemas, mundur selangkah. Gun bukan laki-laki pemaksa, aku tahu dia sangat galak, judes, dan sulit ditangani. Sebagai pengidap Obsessive Compulsive Disorder (OCD) Gun selalu menuntut kesempurnaan, dia tidak akan bisa bekerja sama dengan orang-orang lamban. Hanya saja, sepanjang kami berpacaran, tidak pernah sekalipun dia

  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 40: Tomato Farcies

    Sesuai dugaan, aku memang tidak bisa begitu saja memutus kontrak menjadi manajer Gun, apalagi pindah dengan entengnya menjadi asisten chef. Stres. Aku merasa seolah baru saja dioper dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain. Tapi apa daya, aku cuma cungpret (kacung kampret) yang bisa disuruh-suruh. Gun bahkan tidak ambil pusing meskipun dia sepertinya kesal, namun raut wajahnya tetap santai tanpa minta maaf. "Sama saja kan, mau kamu jadi manajer ataupun asisten chef saya. Kalau nggak ada syuting kamu bisa balik menjadi asisten. Kalau ada syuting kamu bisa menemani saya. Fleksibel, semua aman." Gila, kenapa sejak awal dia tidak mengatakan ini? Dan justru membuatku terperosok dalam jurang? "Masalah libur gimana?" "Kita akan tetap pada kesepakatan awal Mita." Aku menahan diri untuk tidak mengumpat. Lemas sebadan-badan. Merasa baru saja dipermainkan. Apakah Gun sengaja melakukannya? Hanya dia dan Tuhan yang tahu. Tapi masalah lain yang lebih memdesak adalah posisiku pun terancam.

  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 39: Blazer Rapi

    "Apa maksudnya ditolak Pak, bukannya Bapak sendiri yang menawarkan saya buat jadi asisten chef dan bisa pindah?" Aku merasa seperti terombang-ambing. Kemarin kami ke Lumeno tapi tidak ada hasil apapun. Hari ini, pagi-pagi sekali kami kembali lagi ke agensi itu. Tapi aku merasa seolah sedang dikerjai habis-habisan. Belum ada 2x24 jam aku menjadi asistennya, mendadak sekarang aku harus kembali menjadi manajer Gun. "Ini masalah birokrasi agensi. Kamu harus bayar pinalti kalau tiba-tiba mau pindah." Begitulah penjelasan Gun, karena secara teknis aku masih terikat kontrak bersama Lumeno Ent, dan kontrak itu berlaku sampai setahun ke depan, jika aku mengundurkan diri, maka akan ada konsekuensinya Demi Tuhan. Aku sadar masalah ini sejak awal, itulah kenapa aku sempat skeptis dengan tawaran tiba-tiba Gun. Namun dia membujuk dengan iming-iming gaji tinggi, libur, dan kelebihan lain, itu sebabnya aku menyerah. Tapi sekarang aku harus mendapati kenyataan kalau semua ini salah? "K

  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 38: Remaja Puber

    "Kamu bilang, mereka nggak bisa didakwa dengan tuntutan pengerusakan?" "Saya sudah bilang, kalau untuk menyerahkan semuanya pada Jerikho, dia sudah terbiasa mengurus kasus seperti ini." Jujur, aku merasa lega sekaligus bertanya-tanya. Sayangnya pertanyaan itu tidak bisa terjawab karena Gun tidak mengizinkan aku untuk menemui pelaku. "Setidaknya aku harus tau gimana orang-orang yang udah nyaris mencelakakan aku," kataku beralasan setelah kami beradu argumen. "Untuk apa Mita? Yang penting mereka sudah ditangkap, terbukti melakukan pengrusakan dan penyalahgunaan wewenang dengan bertindak semena-mena. Itu sudah lebih dari cukup." Gun membalas tegas. "Untuk apa kamu harus menemui mereka lagi? Hanya menghabiskan waktu." Gun benar, dan tidak benar di saat yang bersamaan. Aku kesal, ingin melihat bagaimana tampang seseorang yang sudah membuat si kembar ketakutan. Tapi pendapat Gun juga tidak salah. "Itu berarti, apa aku dan anak-anak udah bisa pulang ke apartemen sekarang?" Hiro dan Na

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status