Mengantar pulang seorang wanita di saat perasaan mereka tidak baik jelas bukan ide bagus. Sama sekali bukan, dan memang seharusnya dihindari. Jemarinya mengetuk setir kemudinya begitu mobil Bugatti Vero biru yang ia kendarai sudah melintas keluar dari gedung kampus Nikki. Suasana semakin canggung karena ia tidak memiliki ide untuk membuka percakapan dan tidak ada inisiatif dari Nikki untuk memecah atmosfer aneh yang mereka berdua buat. Matanya bergerak ke kanan-kiri, berpura-pura tengah memperhatikan jalanan yang sebenarnya tidak terlalu ramai sebagai alasan untuk mengintip Nikki. Wanita itu memandang ke luar jendela, walaupun ia yakin sekali kalau pikiran wanita itu sudah melayang jauh keluar dari raganya saat ini, lebih jauh dari pemandangan yang ada di depan mata wanita itu. Tidak tahan dengan atmosfer yang semakin negatif itu, ia akhirnya berdehem agar perhatian Nikki teralih dari lalu lintas di depan menuju pada
Sudah sebulan lebih sejak ia mengajukan cuti pada pihak kampus karena kematian ibunya. Agak rumit menjelaskan bagaimana perasaannya selama ini pada ibu kandungnya. Ia ingin ibunya tetap hidup, dan mempertanggung jawabkan perbuatannya yang sudah membuatnya dihantui rasa bersalah dan mimpi buruk karena membunuh ibu kandung Theo—Irene Pedrosa—di depan ia dan Theo. Ia ingin ibunya membayar dosanya, dan fakta bahwa ibunya mati bukan di tangannya, melainkan di tangan bawahan Theodore yang membelot ke pihak Schneider jelas mengguncangnya. Apalagi saat ia melihat sendiri bagaimana tubuh ibunya itu hangus terbakar, tidak menyisakan sedikit pun kecantikan yang pernah dibanggakan oleh ibunya itu. Benar-benar mengerikan. Ia sampai tidak sanggup menatapnya lebih lama, dan meminta orang-orang yang mengurus jenazah ibunya untuk menutup kembali kain putih yang menutupi tubuh mendiang ibunya.Apa ini yang disebut dengan pembalasan takdir dari Tuha
Stephen mengembuskan asap rokok yang ia hirup dalam-dalam tadi ke udara, menciptakan kepulan asap yang bergerak memenuhi ruang kerjanya sebelum akhirnya asap itu menghilang bersama udara di sekitarnya. Punggungnya menyandar di kursi kerjanya dengan menyilangkan kedua kaki yang berada di atas meja kerjanya. Di samping kaki kanannya belasan puntung rokok berjejer tidak teratur di dalam asbak rokok berbahan kayu daur ulang. Mata biru gelapnya memandang langit-langit ruang kerjanya yang sebenarnya tidak begitu menarik namun tetap berhasil membuatnya untuk terus memandangi langit-langit itu. Lebih tepatnya, pikirannya saat ini tertuju pada Nikki dan langit-langit kosong itu bekerja sebagai proyektor yang membantunya memproyeksikan semua kenangan bersama Nikki sebanyak yang ia miliki.Wajah imut Nikki yang merengut kesal saat ia memberinya buket bunga mawar untuk alasan yang masih menjadi misteri b
Jemari Theodore yang lentik mengetuk meja kerjanya dengan gelisah, memperhatikan layar monitor komputer yang ada di meja kerjanya. Kepalanya menyandar pada tangannya yang berada di atas meja seraya menghela napas panjang. Cangkir berisi darah segar manusia yang disiapkan oleh pelayannya sejak tiga jam lalu belum juga disentuh olehnya.“Masih sibuk?”Erick melingkarkan lengannya ke pundak Theodore, membuatnya terkejut. Pria itu meraih cangkir yang masih penuh isinya, mendekatkannya ke bibir Theodore agar mau meminumnya. Agak enggan, ia meminumnya.“Ya.”
Veronica mengulum permen lolipopnya, mengunci kedua mata cokelatnya di depan layar TV berukuran lima puluh inchi sambil duduk bersila di atas kursi sofa yang empuk milik Karl, menonton serial Shadowhunters yang sudah mencapai season empat (atau tiga part B?) dengan kekecewaan yang mendalam saat melihat scene di mana Jace berusaha merebut kembali Clary dari kakak laki-laki Clary, Jonathan Morgenstern. Ia menggeram kesal karena tidak menyukai Jace yang ikut campur terhadap rencana Clary sampai tidak menyadari bahwa ia nyaris menggigit permen lolipop yang sangat keras itu hingga membuatnya sedikit meringis karenanya. Terdengar suara tawa pelan yang berasal dari Karl, dan saat ia menoleh ke samping kiri menghadap Karl, pria itu tengah menutup bawah hidungnya dengan tangan kirinya sambil menoleh ke arah lain sementara lengan kanan Karl masih merangkul bahunya. Hal yang anehnya tidak ia permasalahkan sama sekali. Padahal i
“Oke, Stephen. Kurasa kamu memiliki penjelasan untuk ini?”Gavin bersedekap, berdiri menghadapnya sambil menunggu jawaban darinya. Setengah tidak percaya dengan apa yang ada di depan matanya saat ini, Stephen memandangi gedung penjara klan Pedrosa yang rusuh akibat para tahanan yang berhasil keluar dari sel mereka, memukuli para sipir dan petugas keamanan penjara Pedrosa yang sudah tidak berdaya berhadapan dengan para tahanan yang mengamuk mengeluarkan rasa frustrasi mereka karena harus menahan diri diperlakukan seperti sampah.“Coba kita lihat dari sisi positifnya, Gavin. Kita datang di saat yang tepat. Tidak perlu mengendap-endap dan memalsukan rencana penyerangan kita,” ia menepuk pundak Gavin yang menggerutu sebal karena tidak puas de
Kerusakan yang benar-benar tidak terduga. Ini benar-benar di luar dugaannya.Karl mengedarkan pandangannya ke sekeliling, memandang penuh takjub gedung penjara Pedrosa yang selalu dibanggakan oleh klan Pedrosa sebagai gedung penjara terbaik dengan tingkat keamanan tinggi kini hancur. Hades berdiri di sampingnya.“Kami menunggu perintah Anda, Yang Mulia.”“Oh, iya. Sampai lupa,” ujarnya, lalu menghadap ke semua bawahannya. “Kejar para tahanan yang berhasil kabur dari tempat ini. Seharusnya mereka masih berada di sekitar sini.”“Baik, Yang Mulia!”
Sean Laurent menahan kekesalannya saat melihat Eren Whittaker—seorang naga yang menguasai sihir portal dimensi—tengah berusaha keras menahan portal dimensi yang menghubungkan langsung ke markas Schneider agar cukup membawa keluar para tahanan terkuat yang memutuskan untuk berpihak pada Schneider. Kebenciannya pada klan naga-lah mengundangnya bergabung dengan kelompok Schneider, namun kini ia harus menoleransi keberadaan naga yang juga ingin bergabung dengan kelompok Schneider. Ingin rasanya ia menertawakan dirinya sendiri. Ia tidak peduli apa pun alasan mereka. Menurutnya, hanya satu yang jelas. Membenci klan naga dan memusnahkan eksistensi mereka dari muka bumi. Ia tidak peduli dengan keabadian yang dijanjikan Schneider pada anak buahnya. Ia tidak menginginkannya. Ia hanya ingin semua klan naga musnah, baik keturunan naga murni maupun setengah naga. Itu saja.
Erna duduk di sisi jendelanya, memandang ke langit malam kota Waterford dari jendela kamarnya. Ia tahu, tidak ada apa pun di sana selain bintang yang sedikit dan juga bulan purnama yang terbungkus oleh asap polusi yang cukup pekat. Namun matanya tetap terkunci di sana, seakan tersihir oleh sinar bulan purnama yang anehnya terlihat begitu indah jika dibandingkan biasanya.Tangannya bergerak menyentuh sosok bulan yang terlihat jauh lebih dekat di jendelanya sambil mengulum bibirnya. Sinar bulan membuatnya teringat akan Bianca. Kulit sahabatnya itu persis seperti bulan. Putih pucat dengan suhu tubuh sedikit lebih rendah dibandingkan orang pada umumnya. Jemari sahabatnya yang lentik ditambah tubuhnya yang lebih tinggi dan ramping dibandingkan wanita pada umumnya serta wajahnya yang tampan memang cocok untuk menjadikan wanita