"Bukan pasti lapar. Tapi memang lapar. Memangnya aku belum ngomong sama kamu tadi?" sahutnya seraya menggembungkan kedua pipinya. Kedua pria itu terdiam mendengar perkataannya, memandang satu sama lain dengan tatapan yang tidak ia mengerti. Tahu-tahu saja mereka saling berhadapan, dengan wajah licik.
"Rock, scissor, paper! Tiga kali!" Mereka berdua mengatakannya bersamaan, sukses membuatnya bergeming. Tiga kali melakukannya, dan Stephen keluar sebagai pemenang sementara pacarnya langsung jongkok sambil mengacak-acak rambutnya penuh frustrasi. Sebelum ia memahami apa yang sedang mereka lakukan sampai harus taruhan seperti itu, Stephen sudah menghampirinya, memintanya untuk menyandarkan kedua tangannya pada bahu pria itu. Dan dalam sekejap, ia sudah berada dalam gendongan pria itu, dengan kruknya yang dibawa oleh Stephen tanpa merasa kerepotan.
Halo semuanya,
Terima kasih karena sudah meluangkan waktu kalian untuk membaca Choosing Between Dragon and Werewolf. Jika kalian suka dengan ceritanya, kalian bisa tinggalkan kesan kalian pada ceritaku di kolom komentar dan dukung ceritaku dengan memberikan gem agar membantuku untuk tetap bisa menulis karya ini.
Instagram: @zhenxinxin5081
Sore harinya, ia dikejutkan oleh panggilan masuk dari Erna. Stephen sudah keluar bersama Karl untuk urusan yang tidak ia ketahui setelah sarapan, karena mereka pergi terburu-buru. Mengingat Karl sudah mengatakannya dengan jelas bahwa pria itu tidak akan membiarkannya menjadi orang yang tidak tahu apa-apa, ia tidak perlu mencemaskan apa yang sedang mereka lakukan, karena pacar laki-lakinya pasti langsung akan memberitahunya nanti. Ia percaya pada Karl dan bisa memegang perkataan Karl karena pria itu selalu menepati semua perkataannya. Jadi seharusnya memang tidak ada masalah. Tapi Stephen? Entahlah. Pria itu lain ceritanya. Ia bahkan tidak yakin setelah mencuri dengar pengakuan pria itu yang terang-terangan pada Karl begitu didesak, juga saat pria itu mengatakan sendiri padanya di hadapannya bahwa pria itu akan serius mengejarnya. Maksudnya, seperti yang dikatakan Dania beberapa bulan yang l
Veronica mengatakannya jelas bukan karena alasan. Erna pernah mengatakan pada ia dan Bianca tentang identitas orientasi seksualnya sebagai biseksual saat mereka masih SMA. Dan sejak saat itu, ia menyadari perubahan sikap Bianca yang mulai sering membuat Erna marah, seakan seperti mendapatkan tiket loterei begitu mendengar pengakuan Erna. Dulu, ia tidak mengerti alasan di balik perubahan sikap Bianca tersebut. Sekarang, setelah ia bertanya langsung pada Bianca sendiri beberapa bulan yang lalu, ia mengerti alasan di balik perubahan sikap Bianca tersebut. “Apa tidak masalah? Apa menurutmu tidak aneh jika aku melupakan perasaanku pada Alec dan mulai menyukai keseriusan Bianca?” “Kata ‘melupakan’ bukan frase yang tepat untuk menggambarkan perasaanmu sekarang, Erna. Kamu bingung? Ya, mungkin apa yang kukatakan itu terdengar
Tidak pernah terbayang di pikirannya sama sekali sampai sekarang. Tidak pernah sekali pun, terlintas di pikirannya, bahwa ia akan menyukai seseorang yang serapuh Nicholas Southampton. Niat awalnya bergabung bersama William itu murni karena ia merasa frustrasi dengan perasaannya terhadap Odelia Winterwood. Putri dari petinggi klan Winterwood yang masih menyukai mantan tunangannya, Karl Smith, walaupun berulang kali mantan tunangannya itu menepis perasaan wanita itu. Ia memutuskan untuk bergabung dengan alasan yang harus ia akui, sangat kekanakan; ia ingin membuktikan pada wanita itu bahwa ia lebih layak bersama wanita itu dibandingkan Karl. Ia memang dari keturunan naga kasta rendah, tapi ia memiliki bakat sebagai warlock berkat darah campurannya yang ia dapat dari pihak mendiang ayahnya, seorang warlock yang mati kare
Suara penuh kecongkakan membuatnya sontak memutar tubuhnya, menghadap Sean Laurent yang berdiri di depan pintu kamar Nicholas sambil bersedekap, berjalan menghampirinya sambil menggeleng pelan melihat kondisi Nicholas. "Biarkan saja sampah sepertinya mati. Itu jauh lebih baik. Coba ingat-ingat lagi, berapa kali ia melakukan keributan hingga merepotkan Yang Mulia?" "Apa maumu, Sean? Kalau hanya datang ke sini untuk menghinanya, lebih baik kamu keluar dari tempat ini sekarang. Aku sibuk." "Aku hanya penasaran. Belakangan ini aku selalu memperhatikanmu. Mempertanyakan alasanmu yang terus melindungi Nicholas," pria itu berjalan mengelilingi ruangan, memerhatikan satu per satu barang milik Nicholas yang sengaja ditinggalkan oleh Nicholas di tempat yang sudah menjadi tempat
Alec berhenti berjalan menapaki taman di mansion milik kakeknya, menghirup segarnya udara di taman itu perlahan. Memandangi beberapa burung yang beterbangan di atas kepalanya, dengan langit yang bersih dari awan yang biasanya menutupi langit di daerah tempat tinggal kakeknya itu. Ia mendongak sejenak, menahan rasa nyeri yang muncul saat ia menarik napas panjang tadi karena tubuhnya belum sepenuhnya pulih, sebelum memaksakan diri untuk melangkahkan kakinya menuju salah satu pepohonan yang rindang. Susah payah ia menyandarkan punggungnya ke batang pohon, memejamkan kedua matanya.Mendapati bahwa senyuman Erna-lah yang menghiasi pikirannya saat ia memejamkan kedua matanya. Ia menggigit bibir bawahnya, diam menahan air mata yang sebentar lagi akan mengalir keluar. Mengenang momen-momen kebersamaannya bersama Erna sebelum ia harus meninggalkan wanita itu akibat kondisinya. Tangannya meremas
Untungnya, ia hanya mengalaminya selama sesaat, sebelum semuanya kembali seperti semula, dengan suara burung gagak yang sudah bertengger di dekat bahunya dengan kedua mata burung gagak itu memandangnya cemas. Sejak dulu, keluarga Berthold itu memiliki ikatan yang kuat dengan burung gagak berkat anugerah darah Morrigan yang mengalir di dalam tubuh mereka, menarik perhatian para gagak untuk berada di samping mereka kapan pun mereka butuh. Dalam kasusnya, burung gagak itu menyadari ketakutannya. Memberinya tatapan menenangkan padanya, dan dalam sekejap, rasa takut yang ia alami menghilang begitu saja. “Terima kasih. Aku baik-baik saja,” ujarnya, sambil tersenyum simpul, mengusap puncak kepala burung gagak yang tampak tenang saat ia melakukannya. Seakan burung gagak itu meminjamkan telinganya untuk mendengarkan kekalutannya, ia terpancing untuk bercerita.
Setengah menggerutu karena ia tidak mendapatkan jawaban dari pertanyaannya tadi dari sosok yang belum pernah ia temui sebelumnya, ia beranjak dari tempatnya. Kedua matanya melihat sosok seorang pria bersama beberapa orang di belakang pria itu yang berlari dengan kecepatan penuh menghampirinya hingga membuatnya harus menyipitkan kedua matanya karena jarak mereka yang sangat jauh. Wajah pria yang ternyata adalah ayahnya tampak lega begitu melihat keberadaannya, begitu juga dengan ketiga saudaranya (dua wanita dan satunya pria) menghampirinya. Memeriksanya lekat untuk memastikan bahwa ia baik-baik saja. “Ngapain kamu di sini?” ujar Klauss––kakak laki-lakinya yang tampak cemas begitu melihat kondisinya, melepaskan mantel bulu imitasi yang dikenakannya, lalu memasangkannya padanya sebagai ganti selimut untuk menghalau hawa dingin dari musim dingin yang sebentar lagi akan memasuki Waterford city.
Matahari siang Waterford city tidak seterik biasanya karena sudah memasuki musim dingin, namun suhu yang mulai berubah drastis itu membuat Karl merapatkan mantel yang ia kenakan sebelum ia keluar dari mobil milik Stephen, menutup pintu mobil tersebut diikuti oleh Stephen yang kini berdiri di samping Karl setelah mematikan mesin mobilnya.“See? It’s even more horrible than I thought,” Stephen memberi isyarat padanya untuk mengikuti pria itu masuk ke dalam bangunan teater yang sudah hancur. Rata dengan tanah, hingga tidak terlihat lagi kemegahan yang selalu ia lihat setiap kali ia menyempatkan diri untuk mendatangi teater ini di waktu senggangnya.Padahal dulu, gedung teater ini merupakan salah satu gedung yang diwariskan secara turun temurun oleh keluarga Laurent hingga kini berada di bawah pengelolaan St