Kupandangi suamiku bagaimana mimik bibirnya, desahan nafasnya dan bagaimana cara dia menelan ludah. Jelas sekali dari ekspresi wajahnya bahwa dia sangat ketakutan akan kehilangan kekasihnya. Juga juga dilema pada pernyataan yang baru saja kuucapkan yakni tentang bercerai atau masih ingin melanjutkan hubungan dengan kekasihnya.
"Yunita ....""Aku sudah cukup bersabar Mas, mengetahui bahwa Suamiku berselingkuh dan sebentar lagi akan merencanakan pernikahan, itu benar-benar memukul mentalku dan menghancurkan hatiku. Aku ingin marah menangis dengan emosi yang meledak-ledak tapi aku berusaha tenang, karena tidak ingin mengganggu mental anak-anak dan tidak ingin terlihat oleh mereka bahwa aku sedang rapuh, jadi tolong bekerja sama lah denganku.""Yunita ... begini...""Akhirnya ... Aku tahu inisial Siapa yang ada di cincin yang selalu kau pakai itu. Cincin itu bukanlah barang temuan yang Kau dapatkan secara tidak sengaja tapi memang mungkin dibelikan oleh kekasihmu intan.""Astaga bukan begitu ....""Berapa persentase kemungkinan bahwa seseorang mengalami kebutuhan yang luar biasa di dalam hidupnya? Kau kebetulan menemukan cincin dan semua urusanmu menjadi lancar lalu kau juga mendapatkan kekasih yang sesuai dengan inisial nama yang ada di cincin itu apakah itu benar-benar kebetulan? Kau yakin?""Pertanyaanmu terlalu mengintimidasiku!""Kenyataannya, kau memang sudah bersikap curang, menutupi kebusukanmu dengan sikap romantis yang kau lakukan setiap hari padaku. Bisa-bisanya kau berpura-pura bahagia sementara di sisi lain kau membohongiku dan bercinta dengan wanita lain sungguh kau pria yang munafik Mas."Suamiku membungkam mendengar Aku mengatakan bahwa dia munafik. Memang benar, ketika seorang laki-laki bermain belakang maka mereka akan berusaha untuk menutupi semua kesalahannya dengan kebohongan-kebohongan dan sikap pura-pura manis. Mereka bersikap lebih mesra untuk menutupi dosa dan kecanduan hatinya karena telah bermesraan dengan wanita yang lain. Mereka berusaha terlihat bahagia untuk menutupi rasa happy yang sebenarnya setelah asik masyuk dengan wanita yang bukan mahramnya."Kupikir aku bisa tenang menghadapimu. Tapi rupa-rupanya, aku jijik ya....""Maafkan aku Yunita.""Sudahlah hari sudah semakin siang aku harus mengantarkan anak-anak ke sekolah," ujarku sambil beranjak ke kamar anak anak."Tatapan dan kata-katamu menyakitiku. Bisa kita bicara baik baik?""Aku dan anak-anak sudah terlambat lagi pula bukankah kau harus ke kantor kan? Jadi pergilah, urusan perselingkuhan dan kekasihmu kita bahas nanti," ujarku tertawa sinis."Yunita Please...""Cukup Mas, Jangan membuat suaraku meninggi melebihi kemampuanku. Aku ingin menjadi wanita sholehah yang memberikan contoh yang baik bagi anak-anaknya juga menjadi penyejuk di hati suaminya jadi tolong jangan merusak reputasiku di hadapan Tuhan!""Aku sungguh menyesal.""Kalau menyesal... Maka tinggalkan saja kekasihmu mudah kan?"Aku yang tadinya merasa sedikit tenang mulai emosi dan merasa gerah dengan percakapan kami yang panjang. Aku ingin menghajarnya tapi aku Tentu saja tidak bisa melakukan itu pada lelaki sekaligus imam keluarga kami ddan anak orang lain. Aku tidak bisa mengulurkan tangan untuk melampiaskan kegemasanku. Aku hanya bisa ambil napas sambil istighfar dan menjauh."Tapi bisa kan kita bicara nanti?""Tergantung moodku ... jika aku bersedia maka kita akan bicara tapi jika aku sedang emosi, maka sebaiknya tidak usah.""Tapi ....""Kau pikir mudah menerima kenyataan bahwa pasangan yang kau cintai berselingkuh dan membagi perasaannya kepada orang lain? bukan cuma perasaan tapi juga tubuh dan uangnya! Kau pikir mudah.""Iya baik.""Bersyukurlah padaku karena aku tidak menyiarkan perbuatanmu pada keluarga atau membicarakannya kepada orang tuaku. Berterima kasihlah karena aku tidak memposting foto wanita itu ke sosial media dan memberi caption bahwa dia adalah perebut suamiku yang berbangga diri atas sikapnya yang jalang.""Aku mohon jangan .....""Kalau begitu, tahu dirilah kau!"Aku melempar remote TV ke arah meja makan ke tempat dia berdiri, lelaki itu terhenyak dan melompat karena kakinya hampir terkena remote yang kulempar."Astaghfirullah, Yunita ....""Astagfirullah juga atas sikap dan dosa-dosamu yang kau perbuat di belakangku."Ya, benar, sulit sekali untuk berdamai dengan perasaan ikhlas dan harus menerima kenyataan bahwa lelakiku bukan untuk diriku sendiri. Dia telah menghianatiku dan fakta bahwa dia telah berkencan dengan wanita itu benar-benar membuatku tidak terima. Aku merasa dipermalukan, diremehkan dan tidak dihargai oleh suami sendiri. Aku kecewa dan seakan-akan semua usahaku untuk menjadi ibu dan istri yang baik sia-sia. Aku kecewa padanya kecewa luar biasa....Andai ada acara untuk mengobati luka hati cara pintas untuk melupakan semuanya maka aku akan mereset settingan pikiranku agar tidak perlu teringat dengan luka-luka yang itu, tapi sayang, pikiran manusia tidak seperti memori komputer yang bisa dihapus dan dihilangkan. Semua fakta dan kenangan buruk akan tetap terngiang dan butuh waktu untuk menyembuhkannya, sembari melupakan dan berpura-pura damai dengan kenyataan."Lalu kenapa aku tidak melaporkannya ke polisi atas tuduhan perzinahan?" Aku membatin sambil terdiam, berdiri beberapa saat di depan pintu kamar anak-anak sambil menimbang perasaanku yang tidak karuan karena perdebatan yang barusan tadi.Kurasa apa yang terlintas di pikiranku saat ini mungkin suatu hari akan menjadi kenyataan jika aku sudah tidak tahan lagi.Alhamdulillah pesta berjalan lancar dan meriah, meski tadi sempat ada insiden seseorang ketumpahan sup, tapi tetap saja itu tidak menyurutkan euforia kebahagiaan pesta. Mungkin orang orang tidak terlalu terpengaruh atas musibah yang menimpa mantan maduku itu karena track recordnya yang jahat.Pada akhirnya dia sendiri akan menyadari bahwa perbuatannya selama ini menimbulkan kebencian dan kekecewaan banyak orang, bahkan bukan itu saja, orang orang mulai kehilangan simpati dan respect pada Intan.Buktinya tadi, tidak seorang pun memperdulikan intan meski mereka banyak berkerumun, hanya Mas Indra yang bantu membangunkan dia dan membawanya pergi, selebihnya para tamu kembali dengan kegiatan mereka larut dalam kemeriahan pesta.“Ayo pulang,” ucap Mas Radit menyadarkan lamunanku barusan, pesta sudah usai dan semua tamu sudah kembali, hanya tinggal anggota keluarga inti dan tim WO yang sedang membereskan sisa catering dan membersihkan tempat acara."Ayo pulang ke rumah kita," ujarnya, aku
Terlambat ya, kata yang paling tepat untuk Mas Indra menyadari semuanya, dia bilang aku berlian yang sudah dia tukar dengan batu biasa, kini berlian itu sudah akan jadi milik orang lain dan akan melanjutkan hidupnya dengan bahagia, memang sulit menerima kenyataan terlebih berdamai dengan kesalahan, tapi segala sesuatu memang harus diterima dengan lapang dada.*Minggu jam empat sore, sebulan kemudian.Keluarga Mas radit datang dengan iringan ramai dan tetabuhan rebana, mereka datang degan baju warna seragam dan paket hantaran yang tertata cantik dalam kotak akrilik yang dihiasi bunga dan pita. kami sekeluarga duduk saling mengelilingi dan beramah tamah akan rencana pernikahan kami yang harus sekali dalam waktu dekat.“Kami ingin segera tali pernikahan ini berlangsung agar kami bisa lega melihat radit dan Nadira bersatu, kami ingin anak anak hidup bahagia dan tenang sehiggga kita pun bisa ikut senang,” ujar ibunda Mas radit.“Bagaimana nadira?”“saya setuju.”“ALhmdulillah.” seluruh
"Jikalau kamu masih mengusik hidupku maka aku tidak akan segan-segan lagi untuk menyeretmu ke kantor polisi. Aku bahkan akan menghajarmu dan menelanjangimu di depan umum meski ada suamimu yang akan membelamu, aku sama sekali tidak akan takut dengannya." Katakan kalimat itu tadi pada wanita yang masih tersedu menahan pipinya yang sakit.Orang-orang terhenyak dengan apa yang terjadi, begitu pula dengan Mas Indra yang seolah kehilangan simpati pada istrinya. Jangankan untuk menolong membangunkan dan mengambil hatinya malah Mas Indra hanya berdiri saja sambil menatap wanita itu menangis tersedu.Sesudahnya, pulang diri ini dengan hati puas karena sudah mempermalukan intan sedemikian rupa. Lega karena dengan daying dua pulau terlewati, dengan satu pukulan dua sasaran dihempaskan. Satu masalah pada pekerjaan dan satu lagi masalah intan wanita gila itu.Heran sekali, karena sampai hari ini wanita itu tidak ada jera-jeranya menyakiti diri ini. Apakah dia lupa sewaktu aku mewakilinya dengan
"Mas, ayo kita ketemu," ucapku di telepon pada Mas Indra."Bertemu?" Pria itu terdengar ragu dan terdiam beberapa saat."Iya, ayo ketemu. Aku ada hal penting yang ingin kubicarakan," jawabku."Kenapa tidak bicara saja dari telpon?""Entahlah, aku ingin bertemu sekalian saja agar semua yang ingin kusampaikan itu terdengar jelas dan masuk akal.""Baiklah, kalau begitu tunggu jam pulang kerja, temui aku di resto seafood favorit kita dulu.""Baiklah," jawabku sambil mengakhiri panggilan.Sekitar pukul 05.00 sore aku sudah menunggu Mas Indra di restoran seafood yang kami bicarakan, sekitar 5 menit kemudian dia datang dan langsung menyambangiku yang sudah duduk di bangku paling sudut agar suasananya lebih tenang."Selamat sore, gimana kabarmu?""Baik Mas," jawabku pelan. Kuperhatikan dia, mengenakan kemeja abu abu dengan rambut yang dipotong dengan model baru, terlihat rapi dan tampan."Uhm, kira kira apa yang ingin kamu bicarakan?""Oh, begini, aku ingin jujur tentang apa yang terjadi bebe
Dua hari berlalu setelah kejadian Irma memarahiku. Suasana butik sedikit lengang tanpa canda tawa karena kami masih berada dalam ketegangan dan kekhawatiran bahwa Irma bisa saja melaporkan kami ke kantor polisi dengan tuduhan penggelapan dan pencurian.Entah kenapa suasana butik yang selalu ramai penuh canda tawa dan semarak berubah menjadi lesu dan semua orang hanya sibuk dengan kegiatan masing-masing tanpa banyak bicara. Keadaan sepi dan menegangkan. Aku sendiri masih berkutat dengan semua laporan keuangan dan memeriksa kembali hal-hal yang mungkin sudah terlewatkan. Nyatanya, memang tidak ada yang terlewatkan sampai akhirnya aku menemukan jawaban dari semua pertanyaan panjang ini.Tak sengaja diri ini pergi ke kamar mandi lalu melewati sebuah lorong kecil di mana ada mushola dan kamar tempat istirahat siang kami semua, di sana ada Mbak Vina yang diam-diam sedang menelpon dengan gestur yang mencurigakan, dia melihat ke kanan dan ke kiri untuk memastikan keadaan lalu menelepon dengan
Melihatnya pergi secepat kilat, aku hanya bisa tertawa sambil merapatkan syal dan kembali masuk ke halaman rumah.*Seminggu kemudian.Tring ...Pukul tujuh pagi ponselku berdering, ternyata setelah kulihat itu adalah panggilan dari bosku Irma. Tumben sekali dia menelpon pagi-pagi begini biasanya Jika dia menghubungi itu artinya ada pesanan mendadak atau hal-hal yang harus segera dilakukan untuknya. Kutekan tombol hijau lalu menjawab panggilannya."Halo, assalamualaikum.""Walaikum salam.""Segeralah datang ke butik Karena aku telah mendapatkan laporan hasil audit dari akuntan pribadiku.""Oh, ada apa sebenarnya Bos?"Aku agak heran karena nada bicara temanku itu tiba tiba meninggi."Aku membutuhkanmu sekarang, jadi datanglah.""Siap."Aku agak kaget mendengar dia sedikit berteriak tapi aku berusaha untuk memaklumi bahwa mungkin bosku itu sedang pusing atau memiliki banyak masalah sehingga dia melampiaskannya sedikit kepadaku."Kira kira kenapa ya..." Ah, segera mengambil handuk unt
"Baiklah jika begitu, aku akan pergi," jawabnya.Meski pada akhirnya dia mengalah tapi aku tahu dia melakukannya dengan berat hati. Aku pun paham dia sudah datang kemari dengan mengumpulkan segala keberanian dan kemauannya, dia telah mengumpulkan keberanian untuk menghadapi ayahku dan semua perkataan pahit dari beliau, juga harus minta maaf pada Ibu. Kini aku sudah di kamar, menyibak tirai jendela sambil melihat Mas Indra yang membuka pintu pagar dan menjauh pergi. Kembali terbersit dalam benakku, andai segala kejadian pahit itu tidak pernah berlaku dalam hidupku, tentu aku masih bersamanya sampai sekarang. Andai Dia tidak berselingkuh dan memutuskan untuk memilih kekasihnya tentu sampai saat ini kita masih tidur di ranjang yang sama dalam posisi berpelukan. Hanya ada aku, dia dan anak kami."Tapi sayang tidak ada lagi yang bisa disesalkan."*Kunyalakan AC lalu merebahkan diriku di sisi putriku yang sudah tertidur pulas sejak tadi. Kuperhatikan wajahnya yang cantik, sebagian dirinya
*Di sinilah kami sekarang duduk di atas hamparan tikar dan menikmati pemandangan kota dari ketinggian, bukit yang hijau yang ditumbuhi bunga-bunga yang cantik membuat Ambar gembira serta antusias untuk bermain dan menikmati alam. Kubiarkan ia memetik bunga dan mengejar kupu kupu sementara aku dan Mas Radit duduk sambil menikmati tipuan angin sejuk dan matahari sore. Daun rumput bergoyang di tiup angin membuat suasana semakin semarak."Hmm, Kalau sudah seperti ini Aku merasa sangat tenang dan bahagia ucap Mas Radit sambil mengunyah roti yang ku bawa di keranjang piknik.""Aku juga Mas, Ingin rasanya setiap hari seperti ini setiap sore menatap matahari dan menikmati angin sepoi yang berhembus, suatu saat nanti melihat anak anak kita berkejaran gembira, sudah merupakan kesempurnaan untukku.""Hmm, benar," jawabnya sambil menepuk punggung tanganku. Lama berhubungan dengan Mas Radit tak sekalipun pria itu pernah ingin merangkul atau melakukan hal yang lebih dari sekedar menyentuh tan
Karena dia tidak kunjung menjawab juga perkataanku, akhirnya aku pun memutuskan untuk segera masuk ke dalam rumah karena khawatir Mas Radit dan ibu akan menyusul keluar untuk memeriksa keadaanku."Kalau begitu Aku masuk dulu Mas Ibu dan Ayah pasti akan mencariku kalau aku terlambat.""Baiklah. Tapi tidak bisakah jika lain kali aku melihat Ambar?""Hmm, lain kali saja ya, namun aku tidak berjanji dengan semua itu. Jika suatu saat kau tidak sengaja melihatnya maka itu adalah rezekimu, tapi jika aku harus membawanya padamu, aku sama sekali tidak akan sempat dan tidak mau melakukan itu karena bapakku pasti akan marah.""Tak kusangka akan sesulit itu.""Kenyataan itulah yang kau pilih Mas, jadi bertahanlah.""Aku pulang," ujarnya yang tidak mampu menyembunyikan rasa kesal dan kecewa. Di sisi lain aku tidak bisa melakukan apa-apa untuk meredakan kekesalan dan kekecewaannya karena segala sesuatu yang terjadi itupun adalah keputusan dirinya.Usai memastikan Mas Indra pergi dari depan rumah a