“Al, lo udah siap tampil?” kata salah seorang kru di backstage tempat para model bersiap untuk penampilan fashion show tahun ini. “Yang lo lihat gimana, masa gue udah dandan kaya gini masih dibilang belom siap,” jawab Almeera sambil melirik ke arah kru. “Beruntung lo hari ini, direktur utama Winata Grup gak bisa hadir,” kata kru itu lagi. “Loh kok beruntung, lo kan tau gue lagi berusaha promosiin diri gue untuk jadi model tetap perusahaan mereka, kalo direktur utamanya gak datang, rencana gue bubar dong,” kata Almeera sambil mengernyitkan dahi. “Direktur Utamanya emang gak datang, tapi dia di wakilin sama anaknya, Bastian Abimana,” kata kru itu lagi sambil tertawa seakan mengisyaratkan sesuatu. “Oh, baguslah meskipun bukan bapaknya, seenggaknya kesempatan gue gak hilang kan,” kata Almeera lagi. “Lo kenapa sih, kok ketawanya begitu?” tanya Almeera. “Duh tuan putri, harusnya lo bisa berpikir jauh ke depan, kalo lo mau promosiin diri lo, sekalian gaet anaknya dong, dua
“Hey..kau tidak berangkat ke kantor,” suara Tomi membuat tidur Tian terganggu, dia melihat arloji di tangannya, jam menunjukan pukul delapan pagi, Tian langsung terbangun dari sofa dan mencari kunci mobil yang semalam ditinggalkan supirnya. “Kenapa lo gak bangunin gue lebih pagi,” jawab Tian setengah terhuyung dan melihat Tomi sudah rapih dengan baju kerjanya sambil menyeruput kopi. “Sudah, kau tak bangun,” kata Tomi sambil mengambil jasnya lalu mengambil kunci mobil. Tomi dan Tian sama-sama pergi keluar apartemen, hanya yang satu sangat terlihat rapih dan yang satu terlihat baru bangun tidur dengan wajah bantal. Mereka masuk ke mobil masing-masing, Tian akan langsung ke kantornya, dia sudah mengirimkan pesaan kepada sekretarisnya untuk menyiapkan baju kerjanya di ruangannya, dan menahan siapapun yang ingin masuk ke dalam ruangannya. “Sampai nanti,” kata Tomi sambil meninggalkan Tian dengan mobilnya, Tian hanya menganggukan kepala. Sesampainya di kantor, Tian bergegas masu
Almeera mengendarai mobilnya menuju kantor Tian, pagi-pagi sekali dia sudah siap untuk melaksanakan rencananya, semalaman Almeera berpikir tentang Tian, dia yakin Tian bukanlah pria yang bodoh, tapi Almeera bisa membuat seorang Tian bertekuk lutut kepadanya, lagi pula Tian memang pria yang sangat tampan, wangi parfumnya sangat berkelas, penampilannya sangat maskulin, sekilas pikiran Almeera melayang nakal. “Sudah kuputuskan, dia akan jadi milikku,” kata Almeera dalam hati sambil menginjak gas, hari ini Almeera akan membuat Tian mengahbiskan waktu dengannya. “Tok..tok..tok,” Sekretaris Tian mengetuk dan membuka pintu ruangan Tian yang saat itu baru selesai meeting dengan klien. “Pak. Nona Almeera sudah menunggu di depan,” kata sekretarisnya, Tian terdiam sebentar. “Bagaimana pak, apa saya perbolehkan nona Almeera masuk ke ruangan bapak?” tanya sekretarisnya lagi. “Suruh dia masuk saja, lalu siang nanti tolong reservasikan restoran untuk makan siang,” jawab Tian. “Baik pa
Almeera berdiri di balkon apartemennya sambil sesekali meneguk wine dan memikirkan rencana untuk membuat Tian tetap bersamanya, dia mulai merasakan Tian terganggu dengan kedatangan Nora kembali ke Jakarta. “Seharusnya aku sudah mempertimbangkan hal ini, bagaimana aku bisa lengah,” kata Almeera dalam hati, dia masih memikirkan cara untuk mempertahankan hubungannya dengan Tian. “Bagaimanapun juga Tian tidak boleh kembali pada wanita kampungan itu,” kata Almeera lagi dalam hati. Dia masuk ke dalam apartemen mengambil ponselnya dan menghubungi salah satu nomor kenalannya, entah apa yang di pikirkan Almeera tapi saat ini dia hanya butuh teman bicara, mungkin saja orang ini bisa memberikanku solusi. “Halo?” jawaban dari seberang sana saat panggilan Almeera di respon “Hai..apa kabar?” jawab Almeera, orang itu terdiam cukup lama. “Hmm..kabarku baik, bagaimana denganmu, apakah sudah sangat menikmati peranmu sebagai nyonya winata junior?” kata orang itu lagi. “Nadamu sepert
Almeera terbangun dari tidurnya, kepalanya terasa sangat berat, entah berapa gelas wine yang dia minum semalam, tapi seingatnya semalam dia minum di sofa ruang tengah apartemennya bukan di kamar, saat menyadari itu Almeera langsung terduduk di tempat tidur sambil memegang kepalanya, dia mencoba mengingat-ingat tentang semalam, apakah dia sendiri yang berjalan ke kamar. “Tenryata kau sudah bangun,” suara laki-laki membuat Almeera terperanjat, dia melihat Luki berdiri di depan pintu kamar tidurnya sambil menyilangkan tangan di dada. “Kau, sejak kapan kau ada disini?” tanya Almeera sambil menahan sakit kepalanya. “Semalam,” jawab Luki singkat. “Kau yang membawaku ke kamar?” tanya Almeera lagi, Luki hanya mengangguk. “Tenang saja, aku tidak berbuat sesuatu terhadapmu,” kata Luki sambil memandang Almeera. Almeera mencoba membuar dirinya sadar penuh, tapi kepalanya benar-benar berat, “Ah sial, kepalaku sakit sekali,” kata Almeera setengah berbisik. “Kau menghabiskan dua bot
“Tok..tok..tok,” Nora mendengar pintu kamarnya di ketuk, tubuhnya masih tertutup selimut, Nora perlahan membuka matanya, dia melihat jam kecil di samping tempat tidurnya, sudah jam lima pagi, Nora bangkit dari tempat tidurnya, berjalan dan membuka pintu kamar, didepan pintu Ayahnya sudah berdiri menunggu Nora membuka pintu. “Sudah solat subuh nak?” tanya Ayahnya. “Iya pak, ini mau ambil wudhu dulu,” jawab Nora. “Nanti setelah selesai solat, bapak mau bicara ya nak,” balas Ayahnya. “Iya pak, Nora solat dulu ya pak,” jawab Nora. Selesai solat subuh Nora menghampiri Ayahnya yang sedang duduk sambil minum kopi di teras rumah, Nora duduk di samping ayahnya sambil membawa piring berisikan pisang goreng yang baru di masak ibunya. “Ayah mau bicara dengan Nora mengenai apa
Sudah lima bulan sejak pernikahan Nora dan Tian dilangsungkan, setiap pagi Nora selalu menyiapkan makanan untuk sarapan Tian, meskipun Tian hanya menyentuh sedikit dari masakannya, namun Nora tetap menyediakan berbagai santapan pagi hari, bila tidak habis biasanya Nora menyuruh pelayan dan sopir untuk menghabiskannya. “Bu, apa tidak sebaiknya masak seperlunya saja?” tanya bi Tiyem, asisten rumah tangganya. “Gak apa-apa bi, bisa saja hari ini bapak sedang mau sarapan banyak,” jawab Nora tak mengindahkan pertanyaan bi Tiyem. Setiap pagi bi Tiyem selalu mengingatkan hal yang sama pada Nora, namun Nora tetap saja meyajikan Tian sarapan yang bermacam pilihan, meskipun Nora yakin Tian hanya akan menyentuh Kopi dan memakan roti bakar, itupun hanya satu gigitan saja. Tian sudah bersiap untuk berangkat ke kantor, dia duduk di meja makan dan memandang semua makanan d
Nora bersiap untuk pergi ke rumah keluarga Winata setelah menemani Tian sarapan dan berangkat kerja, meskipun tidak ada sepatah kata pun keluar dari bibir Tian, Nora yakin Tian sadar yang apa yang telah mereka lakukan semalam, Nora pun masih tidak percaya sampai saat ini, saat dia terbangun, Tian sudah berada disampingnya dan sama-sama tidak ada satu helai pun benang yang menempel di tubuh mereka, Nora terbangun dan terduduk di tempat tidurnya, dia diam terpaku, membereskan rambut dan menatap Tian yang masih tertidur. Nora dengan cepat bangkit dari tempat tidurnya, dan sedikit berlari ke kamar mandi tanpa mengetahui bahwa Tian mengintip dari tempat tidurnya, Tian pun tidak percaya yang telah dia lakukan semalam pada Nora, bukankah dia hanya menganggap Nora sebagai alat untuk mendapatkan warisan ayahnya, namun entah mengapa semalam dia melihat Nora begitu cantik, dan tidak bisa menghentikan tubuhnya untuk tidak menyentuh Nora.