Setelah membuka mata, kepala Rindu reflek menoleh pada sisi tempat tidur yang ada di sebelahnya. Kosong, dan tidak ada jejak kusut yang terlihat pada sprei, maupun bantal yang ada di sampingnya. Itu berarti, Dewa tidak pulang ke apartemen tadi malam.
Rindu sempat menahan kantuk hingga hampir tengah malam, karena ingin menunggu Dewa pulang. Namun, karena kelopak matanya sudah tidak sanggup terbuka, akhirnya Rindu pun terlelap. Hingga baru saja bangun, ketika bias mentari mulai merasuk melewati kaca jendela.
Rindu buru-buru bangkit lalu meraih ponselnya di atas nakas untuk menghubungi Dewa. Rindu menunggu nada sambungnya terhubung, dengan jantung yang mulai berdetak tidak nyaman. Apa hanya karena Rindu sedang mendapatkan jadwal bulanannya, Dewa langsung berubah sedemikian rupa?
“Halo, Yank.” Rindu buru-bur
Kaki Rindu baru saja melangkah keluar pagar rumah, saat ponsel yang belum ia masukkan ke dalam tas tiba-tiba berdering. Bibirnya mencebik melihat nama Dewa terpajang di sana. Tidak biasanya, pria itu menelepon Rindu di jam seperti itu.Tidak … Dewa memang tidak pernah punya inisiatif menelepon Rindu, jika tidak ada hal penting yang ingin disampaikan. Bayangan romantis sebagai sepasang suami istri, benar-benar tidak tercermin dalam hubungan mereka. Yang ada, hanyalah hasrat duniawi yang tidak pernah cukup dan terpuaskan sama sekali. Di luar itu, Rindu merasa hubungan mereka terasa adem ayem dan sangat hambar, karena ikatan emosional itu sepertinya masih belum tercipta.Rindu berdecak sebentar, sebelum ia mengangkat teleponnya dengan rasa malas yang luar biasa.“Halo,” sapa Rindu dengan datar untuk
“HEEEI!” Rindu berteriak protes setelah terdiam beberapa saat, untuk mencerna ucapan Dewa yang sangat menusuk. Ia memang bukan siapa-siapa, dan tidak memiliki apa-apa. Namun, bukan berarti Dewa bisa merendahkannya, hanya karena pria itu sudah membiayai, dan menjamin hidup Rindu. Dewa yang sudah berbalik dan meninggalkan Rindu itu, seketika menghentikan langkahnya ketika ia baru berada di bibir pintu. Dewa berbalik pelan, seraya menenggelamkan satu tangannya di saku celana. Satu alisnya terangkat santai dan menatap tanya, tanpa mengucap kata. “Menjamin hidupku, katamu! Jaga sikap, katamu! Tahu diri, katamu!” Dada Rindu sudah bergerak naik turun tidak menentu. “Anggap, uang yang sudah aku habiskan kemarin itu sudah impas dengan pelayananku selama ini sama kamu! Dan sisanya, sebentar lagi aku transfer langsung ke rekeningmu, Pak Dewan yang terhormat!” Dengan semua harga diri yang masih tersisa, Rindu menahan panas yang menjalar di sekujur wajahnya. Ia merogoh
Rindu terbangun dengan sakit kepala yang begitu berat. Terlalu lama berlinang air mata, membuat tubuhnya terasa lemas dan enggan beranjak pergi ke mana pun. Ruang yang terlihat gelap, pun dengan jendela yang tidak lagi membiaskan cahayanya, menandakan mentari di luar sana sudah tenggelam dengan tenang di peraduan.Rindu berbalik, lalu menarik napas panjang. Mengerjap dalam gelap, dan kesunyian yang kini menemaninya. Entah pukul berapa jarum jam saat ini tengah berdetak, tapi Rindu yakin, kalau malam ini Dewa tidak akan pulang ke apartemen.Merasa tidak nyaman dengan pembalut yang belum ia ganti karena ketiduran, Rindu dengan terpaksa harus beranjak dari tempat tidur. Pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri, dari semua penat yang sudah menyelimuti hati. Setelahnya, Rindu menghampiri tempat tidur lalu duduk di tepi ranjang, dan masih setia berteman dengan ke
Rindu sangat sadar, kalau perutnya saat ini sudah terasa sangat lapar dan butuh asupan makanan. Namun, satu kotak pizza berikut dengan spaghetti yang sudah berada di depannya, tidak juga mampu untuk menggugah nafsu makannya.Saat ini, kepala Rindu sibuk memikirkan tentang keselamatan dirinya sendiri. Jika ingin kabur, Rindu harus benar-benar merencanakan semuanya dengan sempurna. Tidak boleh ada celah sedikit pun, agar Dewa tidak mengetahui ke mana pun dirinya pergi.Namun, apa bisa?Sementara selalu ada anak buah Dewa yang mengawasinya selama 24 jam. Ditambah, Dewa juga sudah berani mengancam Tiara. Jadi, Rindu benar-benar sudah tidak bisa pergi ke mana pun saat ini. Dirinya terjebak dengan permainan yang telah Rindu ciptakan sendiri.Rindu tidak pernah menduga, kalau w
Pagi itu, Rindu hanya duduk terpaku di balkon kamar. Setelah mandi, Rindu hanya duduk merenung dan tidak mengerti apa yang tengah berputar di kepalanya saat ini. Apa yang Rindu cari jika semuanya berakhir seperti ini? Rindu bisa membeli apapun yang ia inginkan, tapi hidupnya berakhir seperti burung yang berada di dalam sangkar emas. Tertekan, dan tidak tahu ke mana harus pergi mengadu. Apa Dewa akan benar-benar menghabisi nyawanya, jika Rindu pergi menjauh dari pria itu? Tidak … Rindu tidak boleh mati dulu sebelum teka teki yang kini berputar di kepalanya terjawab. Ada satu hal yang harus Rindu pastikan terlebih dahulu, yakni, tentang kotak berwarna cokelat, yang sungguh membuatnya penasaran. Untuk itu, Rindu harus berad
Sejak Dewa pergi, dan mengatakan bahwa pria itu akan berada di luar kota, Rindu lebih banyak menghabiskan waktunya di apartemen. Ia enggan beranjak dari kamar, dan hanya berguling-guling untuk menghabiskan waktu, sembari terus saja mencari jalan untuk menemukan jawaban atas semua pertanyaan yang ada di dalam kepala.Rindu juga sudah bertanya pada sang ibu mengenai alamat lengkap rumah ayahnya dahulu kala. Namun, Tiara tidak pernah membalas, maupun memberitahu Rindu, di mana letak rumah tersebut.Sebuah chat dari Dewa yang mengatakan bahwa pria itu akan datang malam ini, semakin membuat Rindu frustrasi.Rindu sempat bertanya-tanya, sebenarnya, bagaimana perasaan Dewa terhadap dirinya? Jika Dewa memang menginginkan Rindu menjadi miliknya, mengapa sikap Dewa justru terlihat sangat mengerikan, sampai berani mengancamnya
Rindu membuka pintu kamar hotel dengan perlahan. Melangkah masuk dan kembali dikejutkan dengan tatanan kamar dengan nuansa yang sangat romantis. Ada taburan kelopak mawar merah berbentuk hati, sudah terpajang sempurna di atas tempat tidur. Ditambah, hiasan sepasang kepala angsa yang saling bertemu dan membentuk lambang cinta, membuat Rindu takjub luar biasa. Sebagai seorang wanita yang pada dasarnya selalu butuh perhatian, sudut bibir Rindu jelas saja langsung tertarik lebar. Apa Dewa yang melakukan semua ini? Harusnya, Rindu saat ini tengah berada di rumah Dewa dan fokus terhadap tujuannya. Namun, semuanya menjadi goyah ketika pria itu menyajikan kejutan romantis seperti sekarang. Dengan senyum yang masih mengembang di wajahnya, tatapan Rindu kini berpindah pada sebuah ruangan berada tidak jauh dari samping temp
Baru saja datang, dan duduk bersama untuk makan malam dengan beberapa teman sosialitanya, manik Maria menangkap sosok putranya masuk ke dalam resto dan terus keluar menuju sisi outdoor. Yang menjadi perhatian Maria adalah, seorang gadis yang berjalan dalam diam di sisi sang putra. Dari segi penampilan, gadis itu sungguhlah berbeda jauh dari putranya. Hanya memakai kaos oblong, serta celana jeans yang Maria yakin tidak memiliki merek sama sekali. Tidak ingin membuat teman-temannya curiga, Maria tetap menjaga ekspresinya. Menunggu semua sibuk dengan pilihan menu, barulah ia beranjak dan berpamitan untuk pergi ke toilet sebentar. Untung saja, arah toilet sejalan dengan pintu penghubung antara dua sisi resto yang berbeda. Oleh sebab itu, Maria bisa berjalan dengan tenang. Lalu dengan cepat, ia membuka pintu dan langsung dicegat oleh seorang pelayan ketika M