Bab 18
"Sudah ku cukupkan rasa ini sampai di sini. Seharusnya aku tau, kamu bukan tujuan utamaku.
Seharusnya aku tau dari dulu, bahwa aku bukan apa dan siapa di hatimu dan pikiranmu. Maafkan aku yang terlalu berharap, aku sudahi perasaan ini. Tidak ada lagi yang harus kau pikirkan tentang aku. Biar saja semua berlalu begitu saja. Menguap seperti air di lautan, walau aku tahu akan tiba saatnya semua akan kembali tercurah bagaikan hujan.Sudah.Aku harus pergi dari hidupmu. Terimakasih, Lily."Sebuah pesan di ponselnya, membuat Lily terhenyak.
Seketika Ia berderai air mata. Semua ini salah paham. Tidak seperti yang Rino lihat, sebenarnya Lily dan Erik hanya sebatas teman. Erik melakukan semua kebaikan itu, karena tanggung jawab telah membuat Lily harus dirawat."Rino, aku gak tahu lagi harus bagaimana. Sedangkan perasaanku sendiri sungguh aneh. Aku takut menyakitimu, tapi ini telah terjadi. Bahkan sebelum kita terikat."
Lily masih melamunSebuah kisah dua anak manusia, dalam kesederhanaan penuh makna.Bahwasanya Cinta ada untuk mencerahkan hidup, dan bukan sebaliknya. *** Lily, gadis remaja berperawakan mungil, dengan tone kulit sawo matang hampir busuk. Rambut cepak muka kucel, namun selalu wangi.Sedang mengenyam pendidikan di sebuah sekolah Negri tingkat SMA.Mempunyai banyak imajinasi, lebih tepatnya halu berkelanjutan. Tahun ini adalah tahun terakhir ia duduk di bangku sekolah ini.Sekolah ini akan menjadi saksi bisu, di mana ia dan kawan-kawannya pasti akan lulus dengan nilai yang memuaskan. Setiap jam istirahat, Lily manusia yang paling pertama lari ke kantin.Bukan karena lapar, tapi untuk mendapatkan udara segar di lingkup sekolah ini, kantin adalah satu satunya tempat yang bisa ia ibaratkan surga.Bagaimana tidak? Banyak makanan, banyak minuman, tempatnya adem. Kantin ini berada di belakang bangunan sekolahku. Bersebelahan dengan mushola, dan gedung
Bab 2 Jarum jam menunjukkan pukul 8 malam.Hujan telah usai, angin bertiup semilir sejuk menyapu awan mendung.Lily duduk sendiri di sebuah kursi taman, di depan rumah Rino.Melihat indahnya langit malam ini, begitu bersih indah bertabur bintang, meskipun tak berhias bulan.Merenung jauh, pikiran melayang entah kemana. Yang ada hanyalah bayangan pria gila yang selama ini dia kagumi. Mengagumi seorang pria karena tampan, bukanlah sifat Lily. Dia tak pernah memandang seseorang berdasarkan penampilan untuk dijadikan teman.Ia lebih suka mendalami karakter seseorang. Manusia yang berhasil mematahkan hatinya adalah Didi. Murid pindahan dari Jakarta, kemampuan otaknya di atas rata-rata, meskipun penampilan berandalan. Pandai memahami pelajaran dan cerdas berbahasa asing. Mungkin karena penampilannya yang arogan, ayah Lily tak menyukai Didi berkunjung ke rumahnya.Hingga suatu sore setelah kejadian itu, Lily mendapatkan sebuah pesan berisi
Bab 3 Lily membenamkan tubuhnya dalam dekapan selimut tebal.Bulan desember kali ini, hujan sering mengguyur tempat ia tinggal. Hawa semakin dingin ketika malam datang.Matanya terpejam, banyak sekali pertanyaan dalam benaknya. Apa yang harus dilakukan ketika lulus nanti, langkah apa yang bisa diambil untuk memperbaiki nasibnya, terutama ekonomi keluarga.Lily selalu teringat moments ketika ia berada di arena. Mengulir gas motor dan melesat cepat. Tak butuh waktu dan jarak yang jauh. Cukup 201 meter, kemudian ia akan mendapatkan uang. Meskipun tak seberapa, tapi cukup untuk ia tabung guna bekal kuliah nanti. Dalam benaknya selalu memikirkan pendidikan selanjutnya.Namun kemungkinan besar, orangtuanya tak lagi punya banyak uang untuk membiayainya. 'ahh.. entahlah, harus apa aku ini. Masa iya begini terus, gak ada kemajuan?'Ia bertanya dalam hati. Hanya itu yang ia bisa. Selama ini banyak sekali keinginannya yang harus tertunda, atau bah
Bab 4Lily bangun lebih pagi. Membersihkan diri dan bersiap pergi ke sekolah. Hari ini adalah pengumuman Kelulusannya. Jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya.Melebihi apa yang biasa Lily rasakan di arena.Hari ini, akan menjadi hari yang bersejarah dalam hidupnya. Masa putih abu-abu akan segera ditinggalkan. Akan berganti menjadi lebih dewasa. Semoga saja uang tabungannya cukup untuk mendaftar ke Universitas idamannya."Ibu, Lily berangkat dulu ya!" Pamitnya pada sang ibunda, sambil mencium punggung tangan Ibu."Yasudah, hati-hati. Nanti Ayah nyusul. Undangan katanya jam 9 ya?" Jawab ibunya."Iya Bu. Tapi Lily mau ngumpul dulu sama teman-teman. Siapa tau ini terakhir kami ngumpul. Soalnya udah lulus kan biasanya susah ngumpul lagi." Kata Lily."Iya, gak apa. Hati-hati di jalan ya!" Pesan ibu.Di sekolah, Lily terduduk diam di kelas. Memandangi setiap sudut ruangan. Ini yang akan ia rindukan setelah kelulusan. Suasana kela
Bab 5Pagi telah datang.Mentari bersinar terang, langit begitu indah. Biru tak berawan. Seolah Tuhan menciptakan hari ini sangat sempurna untuk mengiringi kepergian Lily.Barang yang sudah dikemas rapi, kini sudah siap di depan pintu.Telah siap pula Lily dengan pakaian rapi, berjaket jeans, sepatu putih.Penampilan Lily kali ini berbeda dari biasanya, yang sering mengenakan celana rombeng.Kali ini Lily begitu rapi.Dengan rambut ditali, dan sedikit pewarna bibir, ide pemaksaan dari Ibu."Anak ayah sudah besar. Sekarang sudah mau cari duit sendiri. Hehe.." kata sang ayah.Kemudian Ibu menimpali, "Iya ya, kayak baru kemarin Ibu nganterin Lily ke sekolah pakai seragam TK. Kok sekarang sudah mau merantau. Hhmmm... Ibu bakalan kesepian Nak. Semoga kerasan ya, jangan nakal di sana. Kasian Pakdemu nanti."Lily tersenyum, berusaha untuk tidak terbawa suasana sedih ini."Ah, Ibuk.. bentar lagi juga Lily pulang kok. Kan pasti L
Bab 6Semua terasa begitu sepi. Sejak kepergian Lily, hidup Rino seperti kosong, tak ada lagi tempat berbagi cerita, tak ada teman untuk sekedar melewati jalan yang sama setiap pagi, atau menikmati es kelapa muda pinggir jalan seperti saat itu.Apalagi sekarang Rino telah naik kelas, sudah berbeda nuansa ruangan. Tak seperti dulu lagi ketika jam istirahat Rino masih bisa melihat Lily berlari ke kantin sekolah, walau kadang menyakitkan hati. Bagaimana tidak, Lily selalu terlihat akrab dengan siapapun. Bahkan dengan semua siswa laki-laki di sekolah ini, Lily sangat akrab.Pembawaan Lily yang santai dan terkesan cuek, membuat hati Rino penasaran.Sayang seribu sayang, pujaan hatinya tak pernah menganggap semua ini lebih dari pertemanan.Tiga bulan sudah sejak Lily meninggalkannya.Kabar terakhir yang Ia terima, bahwa Lily kehilangan handphone.Itu dikarenakan hidup di lingkungan Mess, dan Lily adalah anak baru. Meskipun kehilangan, Lily tak berani
Bab 7"Acara mau dimulai, nanti aku mau nyanyi. Kamu duduk di sana ya sama teman-teman!"Rino mengusap rambut Lily, dibalas dengan anggukan Lily tanpa kata.Tangan Rino menggenggam erat jari mungil Lily, seraya mengajaknya berjalan menyusuri koridor kelas yang panjang.Jantung Rino berdegup kencang, tidak seperti biasanya.Pikiran yang sedari kemarin penat karena menyiapkan acara Pensi, kini telah buyar dan terasa segar.Namun, hatinya berkecamuk memikirkan sesuatu.Bagaimana jika nanti teman-temannya kembali mengolok-olok dia lagi dengan kata yang kurang enak didengar? Rino tak ingin Lily sakit hati ketika mengetahui semua ini.Baginya, apapun yang membuat Lily sakit, harus dijauhkan sejauh mungkin.Rino memejamkan mata sejenak, sebelum alunan musik masuk ke telinganya.Ia sekarang sedang berdiri di atas panggung yang berhiaskan banyak balon.Ratusan pasang mata memandang ke arahnya, disertai Sorak Sorai dan tepuk tanga
Bab 8Rino berlari meninggalkan sepeda motornya, membiarkan tergeletak begitu saja. Berlari menghampiri Lily, memastikan tidak terjadi hal buruk pada Lily.Di alam terbuka seperti ini memang tak menutup kemungkinan banyak binatang liar keluar di malam hari untuk mencari makan.Rino yang sekilas melihat bayangan hitam berlari dari belakang Lily, spontan berteriak agar Lily menghindari binatang tersebut."Kamu gak kenapa-kenapa kan?"Rino memastikan keadaan Lily, seraya melihat sekeliling mereka"Gak kok, cuma kaget. Itu tadi seperti landak deh. Untung kamu teriak, kalau gak.. mungkin aku udah ketabrak tadi".Lily membersihkan celananya yang terkena tanah akibat terjatuh saat menghindari binatang tadi."Itu di depan ada desa. Kita akan segera mendapatkan bensin. Yuk!"Rino mengajak Lily kembali berjalan.Lily menurut. Berjalan di belakang Rino, masih terasa degup kencang jantungnya. Kejadian baru saja