Share

Cinta Akhir Oktober
Cinta Akhir Oktober
Penulis: Ninna AL

Pertemuan di persimpangan.

Sebuah kisah dua anak manusia, dalam kesederhanaan penuh makna.

Bahwasanya Cinta ada untuk mencerahkan hidup, dan bukan sebaliknya.

***

Lily, gadis remaja berperawakan mungil, dengan tone kulit sawo matang hampir busuk. Rambut cepak muka kucel, namun selalu wangi.

Sedang mengenyam pendidikan di sebuah sekolah Negri tingkat SMA.

Mempunyai banyak imajinasi, lebih tepatnya halu berkelanjutan.

Tahun ini adalah tahun terakhir ia duduk di bangku sekolah ini.

Sekolah ini akan menjadi saksi bisu, di mana ia dan kawan-kawannya pasti akan lulus dengan nilai yang memuaskan.

Setiap jam istirahat, Lily manusia yang paling pertama lari ke kantin.

Bukan karena lapar, tapi untuk mendapatkan udara segar di lingkup sekolah ini, kantin adalah satu satunya tempat yang bisa ia ibaratkan surga.

Bagaimana tidak? Banyak makanan, banyak minuman, tempatnya adem.

Kantin ini berada di belakang bangunan sekolahku. Bersebelahan dengan mushola, dan gedung kelas 1.

Ada 3 kelas berjejer yaitu B,C,dan D. Kelas A Berada dekat lapangan basket, berjejer dengan gedung laboratorium kimia dan biologi.

Di kantin ini, semua kisahnya berawal.

Lily dan dia.

Seorang pemuda tampan, adik kelas.

Namanya Rino.

Baru saja dia masuk ke sekolah ini dua bulan yang lalu. Orangnya tampan, lumayan cerdas, humble dan konyol.

Satu pertemuan yang yak pernah ia duga sebelumnya. Yaitu ketika Lily datang ke rumahnya, sebagai teman dari kakaknya.

Rino mempunyai kakak perempuan bernama Reni. Dia adalah teman main Lily waktu dia masih sekolah di tempat yang sama. Kebetulan dia adalah kakak kelas lily. Jadi ketika Reni lulus, maka Rino masuk.

Lily tak pernah menghiraukan siapa Rino, saat itu yang ia tau Rino hanyalah anak ingusan yang juga adik kelasnya

***    ***    ***

Bab 1

Mata Lily begitu berat untuk dibuka. Seperti ada lem kuat yang menahan agar ia tetap memejamkan mata.

Padahal ia dengar suara alarm dari handphone yang berada tak jauh dari tempat tidurnya

Mata yang amat berat untuk dibuka, masih ditambah nafas yang berat sekali. Dadanya terasa sesak dan sangat sakit.

Lily berusaha sekuat tenaga untuk memiringkan tubuhnya, namun sulit. Seperti ada yang menindihnya.

Kemudian telinganya menangkap suara nafas. Ya, nafas seseorang. Itu artinya ada orang lain dalam kamar ini.

Lily menata pikiran yang semakin kalut, takut jika ada maling atau siapapun yang tak dikenal, masuk dalam ruangan pribadinya.

1,..2,..3,..

Lily membuka mata dan terkejut melihat sosok pria di atasnya, sedang lelap tertidur.

"Whaaaa..... Kamu siapa? Kenapa di kamarku? Dasar bodoh, maling kau ya?"

Teriak Lily sembari berusaha menahan pria itu dengan kedua tangannya.

"Berat sekali, kamu manusia apa jin? Dosamu pasti banyak, sumpah berat banget."

PLAAAAAKKK.....!!!

Lily menampar muka si pria.

Kaget dan bingung, pria itu kemudian membuka mata, berdiri mencari tombol lampu utama kamar itu.

Kemudian menyala silau lampu LED.

"Astagfiruulaaaahhh Lily, kamu apa-apaan sih? Jam segini teriak-teriak."

Tanya si pria.

"Lho, Rino ngapain kamu di kamarku?"

Tanya Lily.

"Kamarmu, mbahmuuu... Ini kamarku. Tuh liat warna tembok putih. Bukan pink!"

Suara Rino meninggi.

Lily masih gugup dan bingung.

Terlebih ia mendapati dirinya tak berpakaian.

Otaknya batu saja bangun dari tidur panjang, kemudian harus mengingat semua kejadian aneh ini.

Dia tak habis pikir, apa yang terjadi antara dirinya dan sahabatnya Rino.

"Kamu ngapain aku? Kok aku di sini? Kamu mabuk ya tadi?"

Lily menuduh Rino.

"Mabuk apanya? Aku udah insaf. Baru juga kemarin aku nikahin kamu, kok udah dituduh yang bukan-bukan?"  Jawab Rino heran, sambil memunguti baju di lantai yang berserakan.

"Haaahh.... kamu nikahin aku? Jadi emangnya? Terus aku sekarang istri kamu? Mimpi apa ya ini?"

Lily masih bingung. Dasar memang Lily mempunyai ingatan yang buruk.

Rino berlalu begitu saja, keluar kamar dengan rasa kesal. Malam pertama yang seharusnya dia dapatkan kenikmatan, justru berantakan gara-gara istrinya masuk angin kelelahan. Dia harus memijit punggung Lily hingga tertidur.

Berjalan menuju dapur, membuka kulkas dan menuang air dalam gelas.

Ditengguknya kasar. 

"Aaahh.. kirain kawin tuh enak, ternyata.."

Gumamnya..

Lily memasuki dapur, sudah berpakaian rapi dengan rambut dicepol khas wanita bangun tidur. Ia perhatikan Rino yang duduk sendiri di kursi makan.

"Beneran kita udah nikah?" Tanya Lily pada suaminya.

"Yaelah, ngapain aku bohong? Kalau belum nikah, mana berani aku bawa kamu ke sini. Ini rumah aku beli sendiri, memang aku jarang di sini. Aku kan pernah cerita sama kamu, kalau aku beli rumah buat hidup bareng istri suatu saat nanti."  Terang Rino

"Oh, begitu ya.. jadi sekarang aku harus masakin kamu donk , Sayang?"

Goda Lily sambil mendekatkan wajahnya pada wajah suaminya, hingga hidung mereka beradu.

Rino tak kuasa menahan debar jantungnya yang semakin cepat berpacu.

Berputar putar kenangan masa lalu, di pikirannya.

Suka cita ia mendapatkan hati Lily, mempertahankan hubungan yang sebenarnya yak ada kejelasan.

Ia seakan tak percaya apa yang di hadapannya sekarang adalah Lily, wanita jadi jadian yang sulit sekali untuk ia dapatkan. Kini semua telah sempurna.

Senyumnya melebar saat Lily memeluknya dan berkata  "Makasih ya, kamu sabar banget sama aku. Makasih udah mau terima aku yang buruk ini. Aku milikmu, dan jangan tinggalkan aku."

***

7 tahun yang lalu, di sebuah persimpangan jalan, Rino bertemu dengan Lily.

Ia mengenalinya, karena Lily adalah teman akrab kakak perempuannya.

Tak ada rasa tertarik sedikitpun, mengingat Lily adalah cewek jadi jadian.

Ya, seperti itu Rino menggambarkan. Karena Lily berpenampilan seperti cowok.

Tidak cantik, tidak menarik.

"Kamu, seandainya udah besar pasti aku jadiin cowokku" ucap Lily kepada Rino di persimpangan jalan.

Saat itu, hati Lily sedang tak karuan, hancur berantakan. Air matanya tak lagi mampu terbendung, tumpah seakan tak mengering.

Kekasihnya yang ia banggakan, memilih untuk bersama wanita lain.

Aahh, sungguh malang Lily.

"Kamu kenapa? Perlu bantuan kah, biar aku panggil kakakku" jawab Rino.

"Tidak, aku ke sini cuma lewat. Tadi aku dari rumah temenku dekat sini. Mungkin lain waktu saja aku mampir ke rumahmu ya." Lily menjawab sekenanya.

Padahal ia sebenarnya tak tau akan jalan kemana, pikirannya kosong. 

Meninggalkan Rino yang terdiam di persimpangan jalan, Lily berlalu sambil mendekap erat sebuah buku.

Tak berselang lama tiba tiba gerimis turun dari langit. Rino merasa iba, dan akhirnya lari menyusul Lily.

"Ayo ke rumahku saja dulu, hujan akan turun. Nanti aku antar kamu pulang" ucap Rino.

Lily yang sudah kebingungan, akhirnya menuruti kata Rino.

Mereka berdua sampai di rumah Rino.

Ada kakak dan ibu Rino.

Secangkir teh hangat berteman cookies, dihidangkan oleh ibu.

Semakin menambah suasana kesedihan hati Lily, hujan turun begitu deras.

Hanya air mata Lily yang terus mengalir, tanpa ada ucapan apapun keluar dari mulutnya.

"Ini anak kenapa sih, kok begini terus dari tadi.." gumam Reni, kakak Rino.

"Gak tau tuh, tadi di jalan dia sudah nangis. Sepertinya dia lagi putus cinta" timpal Rino.

Reni yang tau persis sifat Lily, akhirnya memutuskan untuk menelpon keluarga Lily.

Guna memberi tahu ayah dan ibu Lily, bahwa anaknya sedang berada di rumahnya dan baik-baik saja. Reni khawatir jika orang tua Lily bingung mencari Lily. Mengingat hari sudah teramat sore, menjelang malam dan hujan tak jua reda.

Orang tua Lily setuju, nanti anaknya akan menginap di rumah Reni. Lagipula, besok adalah hari minggu. Biarkan anaknya menghabiskan waktu bersama teman wanita. Karena selama ini Lily dikenal sebagai cewek tomboy yang semua temannya adalah laki-laki.

Next . . . (Bab 2)

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening cant wait to read the next chapter.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status