Home / Romansa / Cinta Antara Dua Dunia / Bab 5 : Apa Maksudmu?

Share

Bab 5 : Apa Maksudmu?

Author: Rascal Girl
last update Last Updated: 2025-10-01 18:23:57

“Nak, bagaimana? Ada kabar?”

Amara memaksakan senyum. “Aku… diterima, Bu. Minggu depan mulai kerja.”

Ibunya langsung memeluknya erat. “Puji syukur. Ayahmu pasti bangga sekali!”

Amara tersenyum kecil, tapi kepalanya masih berdenyut. Bayangan tadi siang terus mengganggunya. Ia tak mungkin menceritakannya pada orang tua, mereka tidak akan percaya.

Malam tiba, dan kamar Amara kembali dipenuhi aroma gaharu.

“Kau benar…” Amara menoleh, menemukan Leon sudah berdiri bersandar di jendela, siluetnya diterangi cahaya bulan. “Aku benar-benar merasakan sakit kepala itu. Apa sebenarnya yang terjadi?”

Leon menatapnya lama, seolah sedang menimbang jawaban. “Dunia yang kau masuki semakin luas, Amara. Dan semakin luas dunia manusia yang kau jalani… semakin dekat pula dunia yang seharusnya tak kau lihat.”

Amara menggenggam sprei, wajahnya tegang. “Jadi… yang kulihat siang tadi itu bukan halusinasiku?”

Leon melangkah mendekat, duduk di kursi dekat ranjang. Aroma gaharu menguat bersama kehadirannya. “Bukan. Itu adalah tanda. Kau semakin peka, dan mereka pun semakin peka terhadapmu.”

Amara menelan ludah, lalu menatap mata biru itu dengan berani. “Kalau begitu… apakah aku bisa terus hidup normal?”

Leon terdiam. Senyumnya tipis, tapi samar menyimpan getir. “Selama aku di sisimu, kau akan baik-baik saja.”

Hening sejenak. Hanya detak jam dan suara jangkrik di luar jendela.

Amara bersandar di bantal, matanya setengah terpejam. “Leon…” bisiknya pelan. “Kalau aku lemah, jangan biarkan mereka membawaku.”

Leon menunduk, menatap wajah Amara yang mulai diselimuti kantuk. “Selama aku masih bernapas, itu tak akan terjadi.”

Tak lama, Amara terlelap. Leon duduk diam, menatapnya lama, sebelum akhirnya berdiri. Kabut tipis muncul, menelan wujudnya perlahan, meninggalkan kamar itu sunyi kecuali wangi gaharu yang masih tinggal di udara.

Hari pertama Amara bekerja berjalan melelahkan. Tumpukan berkas, atasan yang tegas, dan suasana kantor yang asing membuat kepalanya pening. Namun di balik semua itu, ia merasakan sebuah kebanggaan, kini ia benar-benar melangkah ke dunia orang dewasa.

Dan malam itu, setelah makan Amara kembali ke kamar. Ia duduk di kursi dekat jendela, menatap langit malam yang dipenuhi bintang. Wangi gaharu muncul perlahan, membuat jantungnya berdegup lebih cepat bukan karena takut, tapi karena ia tahu siapa yang akan datang.

“Sepertinya kau mulai terbiasa denganku,” suara dalam itu terdengar.

Amara menoleh, dan benar saja. Leon berdiri di balik jendela, siluetnya kokoh diterangi cahaya bulan. Rambutnya sedikit berantakan, dan sorot matanya biru tajam.

“Kalau kau tidak datang… justru aku merasa ada yang kurang,” ucap Amara lirih.

Leon melangkah masuk, berjalan pelan menuju meja tempat Amara duduk. Ia menatap beberapa kertas catatan yang berantakan. “Hari pertama kerja tidak mudah, ya?”

Amara mengangguk. “Tapi… aku senang. Aku ingin membuktikan pada orang tuaku bahwa aku bisa mandiri. Walau kadang rasanya… terlalu berat.”

Leon duduk di kursi, hanya beberapa jengkal dari Amara. Wangi gaharu semakin mengisi ruang. “Kau tidak pernah sendirian. Aku ada di sini.”

Hening sejenak. Amara menatap Leon, matanya bergetar, bibirnya ingin berkata sesuatu, tapi tertahan. Ada perasaan yang menumpuk di dadanya selama bertahun-tahun perasaan yang dulu ia kira hanya ketergantungan, kini ia tahu itu lebih dari itu.

“Leon…” Amara berbisik, suaranya hampir tak terdengar. “Aku tidak tahu bagaimana mengatakannya… tapi setiap kali kau datang, aku merasa tenang. Bahkan ketika dunia terasa menakutkan, aku bisa bernapas karena kau ada.”

Leon menatapnya dalam-dalam. Ada sesuatu di matanya ragu, tapi juga kerinduan yang tak bisa disembunyikan.

“Aku… sudah lama menahan ini, Amara,” ucap Leon lirih. “Sejak pertama kali melihatmu di hutan, aku tahu ada sesuatu yang berbeda. Aku tidak seharusnya jatuh hati pada seorang manusia. Tapi aku...”

Kata-katanya terhenti. Amara menatapnya, mata mereka terkunci. Jarak di antara mereka terasa semakin tipis.

Leon mengangkat tangan, jemarinya menyentuh pipi Amara dengan lembut. “Kau membuatku melupakan siapa aku seharusnya.”

Detik itu, Amara menutup matanya. Hatinya berdegup kencang, seolah tubuhnya sudah tahu apa yang akan terjadi.

Leon mendekat, dan bibirnya menyentuh bibir Amara ringan, lembut, namun penuh rasa yang terpendam begitu lama.

Waktu seakan berhenti. Tak ada suara jangkrik, tak ada detak jam, hanya wangi gaharu yang semakin pekat memenuhi ruang, menyelimuti mereka dalam keintiman yang tak pernah mereka bayangkan.

Ketika akhirnya Leon menjauh, Amara membuka matanya, wajahnya memerah. Ia ingin berkata sesuatu, tapi hanya satu kata yang keluar.

“Leon…”

Leon tersenyum samar, meski ada luka tersembunyi di balik matanya. “Aku tidak boleh… tapi aku tidak bisa menahannya lagi.”

Amara menggenggam tangannya erat. “Kalau itu salah… biarkan aku ikut salah bersamamu.”

Leon terdiam, lalu meraih Amara dalam pelukan. Di dalam dekap itu, Amara tahu satu hal pasti ia bukan hanya gadis yang dilindungi. Ia adalah perempuan yang kini mencintai penjaganya.

Dan malam itu, di bawah cahaya bulan, rahasia mereka terikat oleh ciuman pertama yang tak akan pernah terlupakan.

“Amara…” suara Leon dalam dan lembut memecah hening.

Amara masih dalam pelukannya, jantungnya belum juga tenang setelah ciuman pertama mereka.

“Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu. Sesuatu yang selama ini kusembunyikan.”

Amara menatapnya dengan bingung. “Apa maksudmu?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Antara Dua Dunia   Bab 12 : Cemburu Tipis

    Malam itu, Amara baru saja pulang. Hujan tipis masih mengguyur, sisa-sisa petir jauh terdengar. Ia menaruh tas di meja, melepas sepatu, lalu menghela napas panjang. Hari ini terasa berat, dan sebagian karena tatapan Gio yang makin sulit diabaikan. Ia berjalan ke kamar, mengganti baju, lalu duduk di ranjang sambil menatap kalung kecil pemberian Leon. Tangannya menggenggam erat. “Leon… di mana kau sekarang?” bisiknya. Tak lama, wangi gaharu muncul, pekat, menusuk hidung. Dari sudut kamar, cahaya samar menampakkan sosok Leon. Kali ini ia tidak basah atau terluka, tapi aura di sekitarnya dingin, kuat, seolah ada badai yang ditahan di dalam tubuhnya. “Leon…” Amara tersenyum lega, namun tatapannya berubah ragu saat melihat sorot mata pria itu. “Ada apa?” Leon menatapnya lama, lalu berjalan mendekat. “Aku melihatnya.” Amara mengerutkan kening. “Melihat apa?” “Pria itu.” Suara Leon dalam, nyaris seperti geraman. “Dia menatapmu seperti aku menatapmu, Mara. Dan kau membiarkannya.” Amara

  • Cinta Antara Dua Dunia   Bab 11 : GIO

    Tiba-tiba wangi gaharu menyeruak, pekat, lebih kuat dari biasanya. Amara tersentak. Ia bangkit, menoleh ke arah jendela. Dan di sana dalam cahaya kilat tampak sosok Leon berdiri, tubuhnya basah kuyup, rambutnya acak-acakan, dan darah menodai pakaian putihnya. “Leon!” Amara berlari menghampiri, menahan tubuhnya yang hampir roboh. “Astaga… kau terluka parah!” Leon tersenyum samar, meski bibirnya pecah. “Aku harus memastikan… kau baik-baik saja.” Suaranya serak, melemah, tapi sorot matanya tetap tajam, menatapnya penuh keyakinan. Air mata Amara langsung pecah. Ia memeluk Leon erat, tak peduli bajunya ikut ternoda darah. “Aku merasakan semua lukamu… seolah aku juga yang diserang… kenapa kau harus datang dalam kondisi begini…?” Leon mengangkat tangannya dengan susah payah, mengusap rambut Amara. “Karena aku tak tahan… jika kau merasa sakit tanpa tahu alasannya.” Amara menggigit bibir, dadanya sesak. Ia menuntun Leon ke ranjang, mendudukkannya perlahan. Tangannya gemetar saat membersi

  • Cinta Antara Dua Dunia   Bab 10 : Satu Jiwa Dua Tubuh

    “Dan aku berjanji… aku akan selalu memilihmu, Leon. Apa pun yang terjadi.” Air mata menitik di mata Amara, tetapi bibirnya tersenyum. Saat itu juga, angin berhembus lebih kencang, membawa aroma gaharu yang lebih pekat. Pohon-pohon bercahaya di taman ikut bergemerlap, seolah menjadi saksi atas sumpah mereka. Leon menarik Amara ke dalam pelukan, mencium keningnya penuh khidmat. “Sekarang… kau bukan hanya milikku. Kau adalah bagian dari diriku.” Amara menutup mata, tenggelam dalam hangatnya dekapan. Hatinya tahu, ia baru saja mengikat dirinya pada sesuatu yang tidak bisa dijelaskan oleh dunia manusia. Malam itu, di antara cinta, tubuh, dan darah, mereka tidak hanya saling memiliki… tapi juga saling mengikat selamanya. Setelah darah mereka menyatu, Amara merasakan sesuatu yang tak pernah ia kenal sebelumnya. Hangat. Dalam. Seolah ada denyut baru di dalam dadanya bukan jantungnya, melainkan denyut asing yang ritmenya serupa dengan milik Leon. Ia terkejut, napasnya tercekat.

  • Cinta Antara Dua Dunia   bab 9 : Denyut di Antara Dua Jiwa

    Sejak malam itu, Leon menjadi lebih berhati-hati. Ia masih sering menjemput Amara ke dunianya, tapi setiap kali ia menggenggam tangan gadis itu dan membuka gerbang cahaya, sorot matanya selalu diliputi kewaspadaan. “Aku akan pastikan kali ini tidak lama, Mara,” ucapnya suatu malam, sebelum mereka melangkah masuk ke pusaran cahaya. Amara hanya tersenyum lembut. “Aku percaya padamu.” Dan seketika, langit ungu bertebar bintang hidup kembali menyambut mereka. Kini, setiap kali mereka berada di alam Leon, waktu seperti menjadi milik mereka berdua. Amara sudah tidak lagi terperangah seperti pertama kali ia mulai terbiasa melihat burung kristal yang meninggalkan jejak cahaya, pohon-pohon bercahaya yang kelopaknya bisa bernyanyi, dan lantai kaca istana yang memperlihatkan galaksi berputar di bawah kakinya. Namun yang membuatnya tak pernah berhenti kagum adalah cara Leon selalu memperhatikannya. Setiap kali Amara melangkah terlalu dekat ke tepi balkon istana, Leon meraih tangannya. Seti

  • Cinta Antara Dua Dunia   Bab 8 : Tujuh Hari Tidur

    “Aku bodoh,” gumam Leon lirih, jemarinya menggenggam rambutnya sendiri. “Seharusnya aku tidak membawanya terlalu lama…” Leon berdiri di balkon istananya, menatap Amara yang tertidur damai di ruang utama. Wajahnya lembut, seolah hanya sedang beristirahat sebentar, padahal sudah berjam-jam ia tidak bangun. Ia tahu, semakin lama Amara berada di alamnya, semakin besar risiko raganya di dunia manusia akan melemah. Tanpa ragu, Leon meraih tubuh Amara, mengangkatnya dalam pelukan, lalu membuka gerbang cahaya. Wangi gaharu mengepul, dan dalam sekejap mereka lenyap dari istana, kembali ke dunia manusia. Di rumah Amara, suasana sudah seperti berkabung. Tujuh hari penuh Amara terbaring di ranjang tanpa membuka mata. Ibunya setiap hari menangis di sisi ranjang, ayahnya mondar-mandir dengan wajah kusut, sementara para tetangga berbisik-bisik, mengira Amara terkena gangguan gaib. “Dokter bilang tidak ada penyakit apapun,” keluh ayahnya pada seorang tetangga. “Semua normal. Jantungnya, na

  • Cinta Antara Dua Dunia   Bab 7 : Bolehkah??

    “Aku sudah tahu, Leon.” Leon mendongak, bingung Sorot mata biru itu melebar. “Apa…?” Amara melangkah mendekat, berdiri hanya sejengkal darinya. “Saat aku hilang di hutan dulu, para tetua kampung datang padaku setelah aku kembali. Mereka bilang aku diselamatkan oleh siluman macan putih. Leluhur penjaga yang tidak semua orang bisa lihat.” Ia menyentuh tangan Leon dengan lembut. “Sejak saat itu, aku selalu curiga kalau kau bukan manusia biasa. Tapi aku tidak pernah merasa takut. Karena bagiku, kau tetap Leon. Kau tetap… orang yang selalu ada untukku.” Suasana hening. Wangi gaharu mengisi ruangan lebih pekat, seakan ikut menenangkan hati Leon yang bergolak. Mata Leon bergetar, penuh emosi yang tak terbendung. “Kau tidak takut…?” Amara menggeleng pelan. “Tidak. Kau sudah bersamaku bertahun-tahun. Menjagaku. Mendengarkanku. Menemani setiap kesepianku. Kalau itu bukan manusia, lalu apa artinya? Yang aku tahu… kau adalah Leon. Dan itu cukup bagiku.” Untuk pertama kalinya, waja

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status