Bi Lin tersenyum licik melihat kepergian Lisa. Ia segera keluar menghampiri beberapa laki-laki yang berbadan besar dan kekar mengenakan pakaian serba hitam itu.
Beberapa laki-laki tersebut juga sama tersenyum liciknya membalas senyum dari Bi Lin. "Bagaimana? Apa semua berjalan dengan baik?" tanya salah satu laki-laki tersebut.
Bi Lin mengangguk sambil tersenyum. "Apa kau tidak lupa dengan janjimu Tuan?" tanya Bi Lin.
"Tentu saja tidak Nyonya, Tuan kami tidak akan pernah ingkar." Jawab salah satu laki-laki di antara mereka.
Bi Lin diberi sebuah amplop cokelat dari mereka, sebagai imbalan telah menjalankan tugas dengan baik. "terimakasih Tuan-Tuan, " ucap Bi Lin sambil menciumi amplop-amplop tersebut.
Beberapa laki-laki tersebut mengikuti langkah Lisa yang sudah kehilangan arah tersebut. Mereka adalah pengawal bayangan yang ditugaskan oleh Ken mengawasi gerak gerik keseharian Lisa.
Flashback On
Pagi itu pengawal bayangan suruhan Ken tiba di sekeliling rumah Risa. Mereka pun segera menghubungi Tuannya, mengabari keberadaan Lisa sekarang.
Pengawal : Hallo Tuan, sekarang Nona Lisa berada di sebuah rumah yang Tuan tunjukkan.
Ken : Baik. Buat dia tidak bisa lagi bekerja di sana.
Setelah menutup telponnya dengan Ken. Para pengawal berdiskusi bagaimana caranya agar Lisa dipecat dari pekerjaannya.
Keberuntungan akhirnya menemui mereka. Bi Lin tengah asyik menyapu halaman rumah Risa. Ide juga langsung muncul begitu saja di otak mereka.
Kehadiran para pengawal bayangan Lisa tadinya tidak diketahui oleh Bi Lin, tapi karena mereka gemuruh berdiskusi akhirnya Bi Lin mengetahui keberadaan mereka.
"Siapa mereka. Apa jangan-jangan mereka adalah orang jahat," batin Bi Lin.
Tanpa ragu-ragu Bi Lin sendiri yang datang menghampiri. Meskipun dia sedikit takut rasa tanggung jawabnya terhadap pekerjaannya sekarang membuat Bi Lin melawan rasa ketakutannya.
"Maaf Tuan-Tuan ini sedang mencari siapa?" tanya Bi Lin pada para pengawal bayangan Lisa.
Bi Lin sengaja tidak membukakan pintu gerbang untuk mereka agar bisa berjaga-jaga kalau mereka akan berniat jahat. Mereka hanya berbicara dibalik jeruji gerbang.
Jony selaku kapten dari para pengawal tersebut tersenyum licik dengan pertanyaan dari Bi Lin. Tidak di sangka bahwa dia tidak perlu repot-repot menghampiri Bi Lin.

"Apa benar Nona Lisa bekerja di sini?" tanya Jony.
Bi Lin hanya tertegun melihat Jony. Yang tadinya ia pikir mereka adalah orang jahat, kini Bi Lin menarik perkataannya.
"Mana mungkin orang jahat berwajah tampan dan masih muda," batin Bi Lin.
Selain wajahnya yang tampan, Jony adalah satu-satunya pengawal paling terpercaya untuk Ken. Suatu kehormatan untuk Lisa karena dikawal langsung oleh orang kepercayaan Ken.
Dengan pandangan yang masih terpaku pada Jony, Bi Lin menanyakan tujuan mereka. "Maaf Tuan-Tuan muda ini ada kepentingan apa ya mencari Lisa. Lisa itu hanya seorang buruh cuci di sini, sementara nyonya di rumah ini adalah Nona Risa." Jawab Bi Lin.
Jony memutar matanya malas. "Aku tidak peduli siapa pemilik rumah ini. Yang aku tahu Lisa masuk ke sini." Mata Jony masih melirik ke arah rumah Risa. "Apa kau mau membantuku sesuatu?" tanya Jony sambil tersenyum licik.
Mata Bi Lin melotot karena sedikit takut. Dia baru sadar kalau dibalik pakaian hitam-hitam yang dikenakan Jony terdapat gundukan. Gundukan tersebut adalah tempat Jony menyembunyikan sebuah pistol.
"Gleg..."
Dengan susah payah Bi Lin meneguk salivanya. Sekarang ia merasa bahwa nyawanya dan Nyonyanya sedang terancam hanya karena Lisa.
"Kenapa kau tidak menjawab?" bentak Jony karena Bi Lin hanya terdiam.
"Mi... minta ba.. ban.. bantuan apa Tuan muda?" tanya Bi Lin gugup.
Jony mengehela nafasnya. "Kau ini sudah tua banyak tingkah." Keluh kesal Jony. "Aku hanya ingin meminta bantuan padamu dan aku akan memberimu imbalan. Mengapa menjawab seperti itu saja lama."
Wajah Bi Lin semakin tidak karuan karena saking ketakutannya. "Memangnya Tuan-Tuan muda ini minta bantuan apa?" tanya Bi Lin.
"Kau cukup buat Lisa kehilangan dari pekerjaannya hari ini juga. Kalau kau bisa aku akan memberimu imbalan lima juta." Jony mulai menerangkan.
Bi Lin lagi-lagii hanya tertegun. Sebenarnya dia sangat sayang dengan Lisa. Kehadiran Lisa bisa menghiburnya saat kesepian. Tapi di sisi lain dia merasa nyawanya terancam dan dia juga sangat tergiur dengan uang yang ditawarkan oleh Jony.
"Kenapa kau diam saja?" Jony sedikit membentak hingga Bi Lin kembali dari lamunannya. "Apa kau bisu?" tanya Jony lagi yang sudah kesal.
Bi Lin mulai mengatur nafasnya. "Baik Tuan Muda, saya akan lakukan perintah Tuan muda sekarang." Ucap Bi Lin dengan mantap.
Bi Lin hendak meninggalkan mereka tapi ia mengurungkan niatnya. Dia baru sadar, dia tidak tahu apa yang harus diperbuat untuk membuat Lisa di pecat oleh Risa.
Jony mengelengkan kepalanya karena melihat Bi Lin kembali ke hadapannya. "Kenapa kau kembali, bukankah kau sudah menyetujui dengan kesepakatan kita?" tanya Jony.
Bi Lin menggigit bibir bagian bawahnya. "Maaf Tuan, tapi saya tidak tahu saya harus melakukan apa pada Lisa agar dia keluar dari pekerjaan ini."
Mendengar hal tersebut membuat Jony geram. Dia mencengkram kuat jeruji gerbang rumah Risa. "Aku tidak mau tahu, yang ku tahu kau kembali ke sini pekerjaanmu sudah beres. Percuma aku membayarmu mahal-mahal kalau aku masih harus memberitahumu."
Ucapan tersebut membuat Bi Lin benar-benar takut. Dia segera kembali ke dalam rumah Risa dan memikirkan cara apa yang akan dilakukan Bi Lin.
"Sebenarnya Lisa itu punya masalah apa dengan mereka, sampai mereka terlihat dendam dengannya." Gumam Bi Lin melihat Lisa yang tengah asyik menjemur pakaiannya.
Bi Lin terus menatap Lisa dan pakaian majikannya yang sedang dijemur tersebut. Seketika tersirat dengan pakaian-pakaian milik Risa.
"Bukankah semua pakaian milik Nona Risa itu mahal ya?" batin Bi Lin. Tiba-tiba Bi Lin tersenyum Licik. "Aku tahu apa yang harus ku perbuat." Ucap Bi Lin dengan mantap.
Tak jauh berbeda dari biasanya. Bi Lin memang baik dengan Lisa. Dia selalu membuatkan minuman dan cemilan untuk Lisa.
Sekarang dia bergegas melakukannya dan memanggil Lisa agar segera menyantap camilan dan minuman darinya.
Setelah Lisa asyik menyantap dia beraksi. Dia segera meninggalkan Lisa dengan alasan ke kamar mandi. Tidak ada sedikitpun kecurigaan dalam diri Lisa, karena hampir dia bekerja di rumah Risa. Dia selalu diperlakukan baik oleh Bi Lin.
Tanpa sepengetahuan Lisa, Bi Lin memasuki sebuah ruangan. Ruangan tersebut tempat dimana Lisa menyimpan pakaian-pakaian Risa yang sudah dicuci namun belum disetrika.
Bi Lin sengaja menuangkan sebuah pemutih pakaian ke gaun Risa. Gaun merah kesayangan Risa, yang Bi Lin tahu Risa akan mengenakannya nanti malam.
Gaun Risa pun timbul bercak putih yang tidak akan mungkin kembali merah lagi. "Maafkan Bibi Lisa, ini demi keselamatan kita semua dan..." ucapan Bi Lin terhenti dan segera menutup botol pemutih yang ia bawa. "Demi uang Lisa," ucap Bi Lin sambil tersenyum.
Segera Bi Lin keluar dari ruangan tersebut dan berpura-pura melanjutkan pekerjaanya di dapur seoalh-olah tidak terjadi apa-apa.
Flashback Off
Menginap semalaman dan menghabiskan malam-malam indah dengan bercinta ternyata tak membuat Zae puas. Rasa rindu itu masih menyelimuti dirinya, mengingat beberapa bulan Zae tak bertemu dengan kekasihnya.Siang ini Juwita dan Zae pergi ke sebuah pusat perbelanjaan di ibu kota. Dengan senang hati Zae menemani Juwita untuk pergi berbelanja, melewatkan pekerjaannya di perusahaan yang sebenarnya menumpuk.Mereka bergandengan layaknya pasangan kekasih. Hehe, tapi memang benar sih mereka adalah pasangan kekasih. Mengacuhkan setiap perkataan orang yang mencibir hubungan mereka. Itu adalah sesuatu yang wajar, nitizen julid selalu akan menghujat kebaikan dan semakin menghujat keburukan.Juwita mengenakan pakaian casual, leging hitam, kaos berwarna nude pink dengan dipadukan rompi hitam dan rambut yang diikaf ke atas. Sementara Zae masih setia dengan pakaian formalnya, kemeja berwarna navy dan celana hitam. Mereka nampak serasi meskipun usia yang terpaut jauh, perempuan
Elga terkekeh. "Ah kau ini. Nampaknya belum tahu ya jika pagi ini aku mendapatkan undangan spesial dari adik ipar." Lisa mempertajam tatapannya. Elga mengangguk antusias. "Ya, undangan sarapan pagi bersama kalian." Elga melirik Ken. "Artinya aku orang terpenting di mansion ini bukan?" Seringai itu terbit di bibir Elga.Lisa menatap tajam ke arah suaminya, melipat kedua tangannya di atas perut. Bibirnya semakin mengerucut, membuatnya menggemaskan.Tingkah Lisa membuat Ken tak berkedip sedikitpun. "Ah, menggemaskan." Pikir Ken. Bisa-bisa disaat seperti ini menganggap Lisa menggemaskan. Dasar kau, Ken.Merasa kesal diacuhkan, Lisa mencubit lengan Ken dengan keras. Hingga Ken terpekik kesakitan. "Aw," keluhnya. Ken mengusap bekas cubitan dari Lisa yang mungkin sudah memerah.Ken membawa Lisa ke dalam dekapannya. Membisikkan sesuatu yang membuat Lisa tersenyum.Adegan mesra itu terlalu membuat Elga memanas. Ia meleraikan pelukan sepasang suami istri tersebut
Keesokan harinya. Nampak Ken sudah bangun pagi sekali dari tidur panjangnya. Ia segera turun ke lantai dasar untuk menemui para koki.Masih mengenakan bathrobenya, dengan langkah yang angkuh namun berwibawa. Ken mendekati dapur, mengagetkan para koki dan maid yang sedang asyik dengan pekerjaan mereka.Mereka seketika langsung menunduk memberi rasa hormat, meski kaki mereka gemetar namun masih tetap beediri dengan tegak. Aura dingin mencengkram memenuhi dapur tersebut.Ini adalah kali petamanya Ken menginjakkan kakinya, apalagi wajahnya datar dan tatapannya masih saja tajam. Dan ini masih sangat pagi sekali, masih pukul setengah enam. Wajar saja semua pekerjannya bergetar ketakutan.Paman Li yang mengetahui situasi ini segera mendekati Ken, tak mau kondisi pagi ini menjadi semrawut. "Selamat pagi Tuan," sapa paman Li sambil tersenyum. "Maaf Tuan, kenapa merepotkan diri datang ke dapur. Tempat ini sangat kotor, kenapa tidak memanggil saya saja.""Ck!" Ken
Harap bijak memilih bacaan, konten ini mengandung adegan dewasa. Bagi yang dewasa dan berpuasa, harap membaca setelah berbuka atau sebelum sahur. Terima kasih ;)"Antarkan mama pulang dan tanyakan apa yang sebenarnya terjadi!" Titah Ken pada Zae.Ken segera berlalu dari ruangan tersebut, lagi pula ia juga sudah mendengarkan sendiri bahwa Lisa baik-baik saja. Ia segera menuruni anak tangga melihat situasi dan kondisi di bawah sana. Baginya membiarkan Juwita berkeliaran sebentar saja sudah membuatnya was-was. Apalagi tadi ia menghabiskan beberapa menitnya menyaksikan Lisa baik-baik saja.Suara riuh dan gerumulan para maid membuat jantungnya berdesir begitu kencang. Zae mengedarkan pandangannya mencari sosok Juwita. Ia mempercepet langkah kakinya setelah mendapati Juwita sedang marah-marah pada Elga. Bukan karena ia khawatir pada Elga, melainkan karena ia khawatir pada Juwita.Juwita berdiri berkacak pinggang di hadapan Elga yang tersungkur di lantai, entah apa
Juwita menghentikan langkahnya, mendengar sapaan tersebut. Ia menatap Elga dari ujung kaki hingga ujung rambut. Berasa asing dengan maid yang satu itu. Sementara itu Elga besar kepala, ia menunduk tersipu. Menyelipkan anak rambutnya di belakang telinga. Ia pikir Juwita terkesima karena kecantikannya.Juwita tesenyum masam. Sudah hafal dengan gelagat iblis betina itu sepertinya. "Apa kau baru disini?" Tanya Juwita dengan suara yang dingin.Elga masih belum menyerah menghadapi Juwita, orang yang ia klaim sebagai calon mertuannya tersebut. "Iya Nyonya," balasnya dengan suara anggun yang dibuat-buat.Juwita mengangkat dagu Elga agar menatapnya, ia tersenyum miring melihat Elga yang bersemu. "Memangnya kau pikir aku ku apakan," ucapnya mengejek.Rona wajah Elga memudar seketika. Raut wajahnya sudah masam, tapi dia tetap bersikap tenang agar tidak berbuat masalah pada Juwita yang telah ia klaim sebagai calon mertuanya tersebut.Kini Elga mengeluarkan jurus pa
Iblis betina. Julukan yang sangat pantas untuk Rosa. Wanita penggoda dan perebut lelaki orang, selain itu ia juga sangat kejam pada anak tirinya."Tapi kau tenang saja sayang, kau akan sangat aman jika bersama dengan Ken."Lisa terdiam sejenak, mengingat kejadian tempo dulu. "Ya mama bisa katakan itu. Coba saja kalau tahu pernikahan ini dulunya bermula karena apa. Apa mama masih ingin mengatakan jika aku akan aman di dalam mansion ini?" Pikir Lisa.Juwita menautkan kedua ujung alisnya, ia merasa heran dengan diamnya Lisa. "Kenapa kau diam saja sayang? Apa anak nakal itu berbuat kasar padamu? Katakan saja, jangan takut. Karena mama yang akan maju untuk memotong burungnya."Lisa terkekeh. "Ya benar ma, burungnya sangat nakal tidak mau berhenti bermain di sarang." Balas Lisa, namun dalam hati. Mana mungkin ia berani mengatakannya langsung. Sama saja urat malunya telah putus jika mengatakan hal tersebut secara langsung."Dia sama sekali tidak berbuat macam-
Lisa mengerutkan dahinya samar, meski tidak tahu kenapa Juwita menanyakan itu berulang. Meski ragu, Lisa tetap menjawabnya."Alyssa Caroline," jawab Lisa masih tenang.Tatapan dan aura dingin yang mencengkramkan kini melemah. Juwita menatap Lisa sendu, berjalan mendekati Lisa. Juwita memeluk Lisa, diikuti dengan buliran air mata yang membasahi wajahnya."Nyonya," Lirih Lisa. Bukannya menjawab, Juwita semakin erat mendekap Lisa dan semakin terisak. Lisa bingung atas apa yang terjadi pada ibu mertuanya tersebut."Caroline," Juwita terisak dalam pelukan Lisa. Lisa masih melongo mendapat perlakuan tersebut, terlebih Juwita menangis sendu. Lisa mengusap punggung ibu mertuanya tersebut, setidaknya untuk menenangkan.Lisa dengan lembut menenangkan Juwita, sampai suara isa itu melirih. Juwita melepaskan pelukannya dan meraih wajah Lisa. "Benar kau memang anaknya Caroline," ucap Juwita.Lisa terdiam, menatap kedua bola mata Juwita penuh
"Kau tidak perlu khawatir, mama tidak akan pernah marah." Mengusap rambut Lisa lembut untuk meyakinkan. "Aku akan menjelaskan semuanya pada mama. Tetaplah di sini sampai aku kembali. Jangan keluar dari kamar sebelum aku menyuruhmu." Titah Ken.Lisa mengangguk, Ken mengecup pucuk kepala Lisa dan berlalu dari ruangan tersebut. Ken mendapat kabar dari Zae bahwa Juwita sudah hampir tiba di mansion.Sementara itu, Lisa berjalan mondar mandir di kamar. Rasa takut, cemas, khawatir dan gugup bercampur menjadi satu. Ini adalah kali pertamanya Lisa akan menemui ibu mertuanya.Tidak tahu bagaimana cara menyapanya dan tidak tahu pula apa yang akan ia bicarakan pada Juwita. Ketakutan terbesar dalam hidupnya adalah, takut bila Juwita tidak suka pada dirinya dan tak merestui pernikahan mereka. Sementara benih-benih cinta sudah mulai tumbuh di hati Lisa.Lisa berjalan menuju walk in closet miliknya, mencari pakaian yang ia anggap pantas dan sopan untuk bertemu dengan Juwita.
"Kenapa tidak memberitahuku dulu?" Tanya Ken dalam panggilan ponselnya kesal. Namun panggilan tersebut segera terputus.Ken kesal karena tidak penelpon mematikankannya sepihak. "Sial! Sial! Sial!" Tetap saja, Ken tetap mengumpat kesal.Brak!Pintu ruangan kerja pribadi Ken yang ada di mansion terbuka, siapa lagi kalau bukan Zae yang masuk tanpa permisi.Prangggg!Ken melempar gawainya mengenai diding di samping Zae berdiri. Jantunh Zae terpacu dengan cepat, seperti hendak lepas dari tempatnya. Karena jika saja dia tadi bergesar seinci saja pasti ponsel itu akan mengenai kepalanya.Ken memang sengaja melempar ponselnya tepat di samping Zae karena kesal. Lemparan yang mematikan tersebut membuat Zae bergidik ngeri, ditambah lagi dengan aura Ken yang mengerikan. Sikap dewasanya yang suka berkata bijak hilang seketika, berganti menjadi tunduk ketakutan. Paham betul jika Ken sedang marah."Kau kenapa Ken?" Tanya Zae basa-basi. Sebenarnya dia juga