Share

Bab 2: Nekat Menyamar dan Masuk Benteng

Sesuai saran Pet Jan Terling atau kini di panggil Peter oleh Tungga, Bino dan Jabir yang menyembunyikan rahasia besar ini ke pejuang lain. Mereka agaknya punya pikiran yang sama, peta harta yang tersimpan di benteng itu akan menjadi hak pribadi ke empatnya, kalau berhasil merebut peta dan menemukan hartanya.

Peter yang ternyata ahli strategy, lalu menugaskan pada tiga anak muda ini agar terus memantau situasi di benteng tersebut.

Agar tak dicurigai pejuang lain, Peter beralasan tugas tiga orang itu adalah melihat apakah Belanda akan menyerang balik markas mereka di hutan, sehingga Letnan Farhan tidak menaruh curiga, apalagi setiap saat ketiganya bergantian melaporkan situasi di sana.

Apa yang dikhawatirkan para pejuang terjadi juga, sebulan setelah penyerbuan di benteng itu, pasukan Belanda yang berkuatan besar benar-benar menyerbu hutan yang menjadi markas para pejuang.

Walaupun Peter sudah membantu dengan segala daya upaya mulai dari cara bertahan, menembak hingga cara menjebak musuh, namun kali ini yang dihadapi adalah pasukan besar dengan senjata lengkap.

Para pejuang keteteran juga dan mereka terpaksa mundur perlahan makin jauh masuk ke dalam hutan, sudah lebih 100 orang pejuang yang gugur dalam perlawanan alot dan mematikan ini. Pasukan Belanda di bantu KNIL yang berjumlah hampir 2.500 orang juga banyak yang tewas, Peter yang sangat berpengalaman dalam perang meminta semua pejuang jangan melawan secara terbuka, tapi pakai taktik gerilya, yakni tembak lalu bersembunyi dan mundur perlahan.

Letnan Farhan dan para pejuang menyetujui taktik gerilya ini. Melihat situasi yang makin kacau dan tidak menguntungkan bagi pihak pejuang, Peter lalu memanggil Tungga, Bino dan Jabir, ketiganya kemudian berunding.

“Kalian pura-pura ku tawan, lalu kita gabung dengan pasukan Belanda itu, aku akan memakai baju pasukan Belanda yang tewas itu, kita akan masuk benteng mereka dan ambil peta itu,” kata Peter. Tungga cs awalnya takut juga dengan rencana sangat berbahaya ini, namun Peter menyakinkan, pasukan itu orang baru semua, sehingga mereka tak kenal dia.

Dibantu ketiga pejuang ini, Peter lalu menarik satu prajurit Belanda yang tewas ke semak-semak, lalu dia mengambil pakaian si prajurit itu.

Setelah rapi dan baju yang berlumuran darah tadi dia pakai, Peter dan Tungga cs pun mencari jalan memutar dan akhirnya sampai di dekat pasukan Belanda, mereka sangat hapal kondisi hutan lebat itu, sehingga kehadiran Peter yang tiba-tiba dengan Tungga cs awalnya mengagetkan pasukan Belanda yang sedang sibuk menembaki para pejuang.

“Jangan tembak…tiga orang ini tawanan saya!” kata Peter dalam Bahasa Belanda pada 10 prajurit Belanda yang terkaget-kaget melihat ada prajurit Belanda dengan baju berlumuran darah yang membawa tiga pejuang.

Peter memang sengaja berbahasa Belanda ditambah dia memang bule, sehingga para prajurit ini membiarkan Peter membawa tiga pejuang yang dikatakannya tawanan ini berjalan terus dan menuju benteng.

Prajurit Belanda yang tidak curiga dengan Peter, tidak ada yang bertanya ataupun menghalangi jalan ke empat orang ini.

Peter selalu bilang akan membawa para tawanan ini ke benteng dan akan mengintoregasi mereka di sana.

Agar tidak dicurigai, tangan Tungga, Bino dan Jabir sengaja di ikat Peter, ketiganya sangat tegang selama diikat, sehingga makin menyakinkan para prajurit yang melihat mereka.  Dianggap para prajurit ini Tungga, Bino dan Jabir ketakutan karena sudah tertawan. 

Lucunya, ada prajurit yang malah memberikan mobil Jeep perang pada Peter, dengan alasan biar cepat sampai benteng dan melaporkan pada komandan mereka, kalau pasukan sudah hampir menang melawan para pejuang.

Tanpa buang waktu, Peter tancap gas melibas jalanan hutan dan terus melajukan mobilnya tanpa jeda.

Setelah hampir setengah hari melajukan mobil tanpa sekalipun istirahat, Peter dan Tungga cs akhirnya sampai di benteng, para penjaga yang melihat ini langsung menyetop.

Tapi setelah Peter menjelaskan dalam Bahasa Belanda, pintu gerbang kemudian di buka dan mobil pun bisa masuk ke dalam markas pasukan ini, yang tetap di jaga dengan ketat, walaupun pasukan tak banyak.

“Kita harus bergerak cepat, kalau sampai pasukan kembali ke benteng, sia-sia siasat kita,” kata Peter yang diamini Tungga, Bino dan Jabir.

Tungga pun jadi petunjuk, mereka berendap-endap masuk ke sebuah ruangan benteng. Untung saat itu prajurit konsentrasi menyerbu sarang pejuang, sehingga Peter dan 3 pejuang ini bisa bergerak leluasa, karena benteng tak di jaga ketat.

“Itu pintunya…aku dulu melihat si Mayor Van Cook menaruhnya di kamar sana, dia agaknya sengaja menyembunyikan peta itu seorang diri,” kata Turgga.

Tanpa buang waktu, empat orang ini langsung dobrak pintu dan kini mereka berpacu dengan waktu mencari peta itu.

Bukan perkara mudah menemukan peta itu, hampir semua ruangan ini mereka obrak abrik, tapi peta yang di maksud tak juga ditemukan.

Akhirnya mereka terdiam dan duduk kelelahan, selain hati yang makin dag dig dug, karena hari mulai malam, mungkin dalam hitungan jam, pasukan Belanda akan kembali ke benteng.

“Gimana ini Tungga, apa benar kamu melihat si Van Cook menyembunyikan peta itu di sini!” kata Peter sambil menoleh Tungga, yang diikuti Bino dan Jabir.

“Iya, aku melihat karena saat itu dia setelah membuka peta itu lalu melipatnya dan masuk ke ruangan ini, lalu kamu menembak Van Cook setelah keluar kamar ini,” sahut Tungga, yang tentu saja tak mau di persalahkan dan sempat tak enak hati, kalau-kalau dia dikira membual selama ini.

Peter hanya terdiam, dia lalu berdiri dan mengambil sebuah teko yang terletak di pojokan ruangan itu, bermaksud ingin minum.

Namun teko dari tembikar itu kosong, Peter yang jengkel lalu membanting teko itu lantai hingga pecah, nyaringnya bunyi pecahan itu membuat Tungga, Bino dan Jabir kaget.

Lebih kaget lagi saat melihat di pecahan teko itu ada kertas yang di gulung kecil, Tungga lalu berdiri dan mengambil gulungan kertas itu.

“Nahhhh…ini dia…petanya sudah kita temukan!” Tungga yang terlonjak kegirangan langsung memperliatkan kepada Peter, Jabir dan Bino.

Tungga kemudian melipat kembali peta itu dan menyimpan di balik bajunya, kini ke empatnya segera keluar ruangan, dan alangkah kagetnya mereka pasukan sudah kembali sebagian ke benteng, terdengar sorak sorai para prajurit Belanda dan pasukan KNIL yang merayakan kemenangan menumpas para pejuang.

“Tungga, Bino dan kau Jabir, cepat kembali ke ruangan tadi, kuliat di sana ada pakaian KNIL, kalian pakai itu, kita kembali menyamar agar tak dicurigai,” perintah Peter.

Ketiganya langsung paham dan memuji taktik Peter, tak sampai 5 menitan mereka kini sudah berpakaian ala tentara KNIL, lengkap dengan sepatu bootnya.

“Ingat kalian bersikap biasa, jangan gugup dan ikut lapalkan lagu-lagu kemenangan para pasukan, ikuti langkahku jangan terpisah!” kembali Peter memberi komando pada 3 orang ini.

Mereka tertolong suasana sudah malam, sehingga penampilan gugup Tungga, Bino dan Jabir tak keliatan.

Peter dan 3 orang ini ikut meneriakan lagu-lagu kemenangan, namun mereka terus berjalan menuju pintu gerbang keluar.

Untunglah saat bersamaan gelombang ribuan prajurit masuk secara bersamaan, sehingga para penjaga tidak memperhatikan ke empat orang ini, yang akhirnya bisa keluar dengan selamat dari benteng ini dan mereka menjauh dari sana tanpa istirahat sekalipun hingga separu malam.

Setelah di rasa aman, ke empatnya kemudian istirahat di hutan yang gelap dan tertidur kecapekan di pinggir sebuah sungai yang tak terlalu dalam airnya.

Begitu hari mulai siang, Peter kembali membangunkan mereka dan mengajak terus berjalan sejauh-jauhnya dari benteng tersebut.

Tanpa mereka sadari mereka justru kabur berlawanan arah dengan sisa pasukan pejuang yang kocar-kacir di serbu para prajurit Belanda bersama KNIL.

Mereka bahkan dianggap Letnan Farhan ikut tewas bersama ratusan pejuang lainnya, sehingga ke empatnya tak dicari lagi oleh para pejuang.

Mereka hanya makan dedaunan dan juga buah yang mereka temui di sepanjang jalan di hutan Kalimantan yang sangat lebat tersebut. Istirahat pun hanya sebentar, setelah di rasa aman dan malam kembali menjelang.

Peter dan Tungga, Bino dan Jabir pun akhirnya istirahat dalam sebuah gua dan mulai meneliti peta itu dengan penerangan lampu yang mereka sulut melalui obor kecil dari karet yang dililitkan di kayu.

Mereka yang sudah terbiasa tinggal di hutan juga menggunakan cara alami menghidupkan obor tersebut, yakni menggesek batang bambu kering hingga menyala.

“Kalau menurut petunjuk peta ini, kita harus ke arah Barat dan dan nanti ada sungai dan kita harus mengikuti arah sungai itu, lalu masuk jalan setapak dan ada bukit kecil, bukit itu kita naiki dan di sana ada gua, kita masuk ke gua itu. Nahhh…agaknya di sanalah harta ini di simpan,” kata Peter menterjemahkan peta itu.

Tungga dan Bino yang bisa baca tulis mengangguk paham, sedangkan Jabir yang buta huruf hanya mendengarkan saja.

*****

BERSAMBUNG

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status