Share

Cinta Dalam Skandal
Cinta Dalam Skandal
Author: RibyNabe

Bab 1 : Kesalahan Fatal

Sesampainya di Bandara Soekarno Hatta, Bitna menghirup dalam udara segar dari negara yang baru pertama kali dikunjunginya itu. Tatapannya langsung mengarah pada segerombolan orang-orang yang menjeritkan namanya dengan tatapan penuh puja. 

"Nana!"

"Kami mencintaimu!"

"Kamu sangat cantik!"

"Saranghae, Nana Eonni!

Bodyguard yang sudah siap menjaganya, dengan sigap segera menghadang para fans dari aktris terkenal asal negeri ginseng tersebut. Bitna lantas memakai kacamata hitamnya dan mulai melanjutkan langkahnya. Diikuti oleh manajer dan timnya yang lain. Sesekali ia melambaikan tangannya dan menundukkan kepalanya untuk membalas sapaan dari para fansnya. 

“Aku tidak menduga jika aku seterkenal ini di mancanegara,” bisik Bitna pada Dalmi, manajernya, dengan rasa bangga.

Dalmi tertawa kecil mendengarnya dan berkata, “Lebih seringlah membuka akun media sosialmu dan sapa fansmu, agar kamu mengetahuinya. Ini berkat film yang kamu bintangi terakhir kali.”

“Ternyata tidak hanya idol,” balas Bitna dengan gumaman. 

Netra Bitna menangkap segerombolan orang berpakaian jas berwarna hitam rapi dari kejauhan yang berlawanan arah darinya. Atensinya langsung jatuh pada seorang pria yang memimpin mereka di depannya. Ia memang tampan dan terlihat memiliki aura yang sama dengan yang dimiliki oleh CEO perusahaannya. Hanya dengan menatapnya dari kejauhan, entah untuk alasan apa, membuat jantung Bitna berdetak dua kali lebih cepat. Bitna menatapnya hingga ia bahkan melepas kacamatanya untuk bisa menatap pria itu langsung.

Ketika gerombolan pria tersebut sudah ada tepat di depannya, Bitna tanpa sadar mengatakan sesuatu sambil menghentikan langkahnya. “Tampan,“ gumam Bitna yang ditunjukkan pada pria tersebut.

“Ada apa denganmu?” Dalmi bertanya pada Bitna yang tiba-tiba saja berhenti.

Bitna segera tersadar dan menatap Dalmi yang sudah ada beberapa langkah di depannya. Untuk terakhir kalinya ia menatap pria tersebut dari belakang.

“Tidak ada,” jawab Bitna seraya melanjutkan langkahnya menyusul Dalmi.

“Permisi.” Tiba-tiba suara seorang pria terdengar dari belakang mereka yang membuat Bitna beserta rombongannya berhenti dan berbalik.

Dia adalah pria yang diperhatikan Bitna secara diam-diam sejak tadi. Dibalik sikap tenangnya, diam-diam Bitna mengutuk dirinya sendiri yang membuat kesalahan.

“Ya? Ada urusan apa, Tuan?” tanya Dalmi.

“Aku melihatnya terjatuh dari tanganmu,” ucap pria tersebut sembari mengulurkan sebuah gelang pada Bitna.

“Ah, ya, benar. Itu milik saya.” Bitna bahkan tidak menyadari jika gelang berharga miliknya itu sudah terjatuh dari tangannya karena terlalu fokus memperhatikan pria ini.

Pria tersebut meletakkan gelang yang ia pegang di telapak tangan Bitna yang terbuka. Sensasi aneh dirasakan Bitna ketika mereka bersentuhan secara tak sengaja.

“Terima kasih,” ucap Bitna setelah pria tersebut menarik tangannya kembali.

Ia segera berbalik dan melanjutkan langkahnya bersama rombongannya. Bitna menatap punggung tegapnya sampai tertutupi oleh orang-orang dibelakangnya. Jantungnya semakin berdegup dengan kencang setelah interaksi mereka.

“Ayo kita pergi, Bitna,” ajak Dalmi seraya berbalik dan melanjutkan langkahnya.

“Ayo, Eonni,” sahut Bitna yang segera mengikuti Dalmi.

Bitna, Dalmi, dan rombongan mereka melanjutkan perjalanan dengan mobil yang sudah menunggu mereka. Sebuah apartemen sudah dipersiapkan oleh perusahaan, sementara mereka menetap di Indonesia.

“Apa kita tidak tinggal di hotel?” tanya Bitna setelah sampai dan melihat-lihat seisi ruangan.

“Tuan CEO sudah menjelaskan padaku bahwa kita akan menetap cukup lama di Indonesia yang berpotensi selama bertahun-tahun. Semua keperluan kita sudah diurus oleh perusahaan," sahut Dalmi. 

“Selama itu?” tanya Bitna terkejut.

Dalmi tidak lagi menjawab karena sudah sibuk dengan barang-barangnya dan pikirannya yang lagi-lagi melamun. Semua ini seakan sudah dipersiapkan dengan matang dan dari jauh-jauh hari. CEO mereka benar-benar seolah berniat membuang mereka jauh dari Korea.

“Eonni … “ Bitna memanggilnya untuk bertanya lebih banyak.

“Sudahlah jangan terlalu dipikirkan. Hal yang terpenting adalah kita selesaikan pekerjaan ini sampai selesai. Acara pertamamu adalah besok malam, persiapkan dirimu saja. Di sana ada banyak orang-orang yang penting di negara ini,” jelas Dalmi seraya membawa kopernya ke dalam salah satu kamar.

Keesokan malamnya

Bitna melangkah masuk ke dalam ruangan yang sudah di dekor sempurna dengan langkah percaya diri. Hal pertama yang ia lakukan adalah mengambil minuman dan memperhatikan sekelilingnya. Dalmi mengatakan bahwa dirinya hanya harus mengobrol seperti biasanya tanpa membuat masalah.

Suara seseorang yang terdengar lewat microphone, mengalihkan atensi para tamu secara serempak. Tak terkecuali dengan Bitna, yang saat itu juga tidak dapat menyembunyikan ekspresi terkejutnya. Melihat pria yang dilihatnya di bandara kemarin saat ini berdiri di atas panggung.

"Pertama-tama, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan semua yang sudah hadir di acara saya." Suara bariton khasnya mulai terdengar.

Bitna semakin terpesona padanya, meskipun pria itu mengucapkan kalimat-kalimat yang menurutnya sangat membosankan dalam pidato. Sampai setelah ia menutup pidato singkatnya dan mendapatkan banyak tepuk tangan, Bitna masih terhipnotis dengan pesonanya. Hingga pria tersebut turun dari panggung, Bitna baru tersadar.

“Dia terlihat luar biasa,” ucap Bitna bergumam. ‘Tentu saja dengan status keluarganya dia sudah terbiasa melakukannya.’ Bitna menambahkan di dalam batinnya.

Setelah kalimat singkat pidato yang diucapkan olehnya selesai, pesta membosankan ini pun akhirnya berjalan kembali. Bitna mulai mendekati gerombolan orang-orang berkelas ini untuk sekedar bercengkrama demi membangun citranya. Tentu saja dengan beberapa kali minum, yang entah sudah keberapa kalinya.

“Nona Bitna, apa saya benar?” sapa seorang pria yang tiba-tiba saja sudah ada di dekatnya.

“Ya, benar, Tuan pengembali gelang?” Bitna bertanya secara tidak langsung nama dari pria yang ia temui di bandara kemarin.

Pria di depannya tertawa dan mengulurkan tangannya seraya memperkenalkan dirinya, “Nama saya Kenzo.”

“Senang bertemu dengan Anda, Nona Bitna.” Bitna membalas uluran tangan

tersebut. 

Melihat sekali lagi dari dekat wajah pria yang diam-diam ia kagumi ini memang membuat Bitna semakin mengakui ketampanannya. Sikapnya yang kini Bitna lihat juga terasa sangat berbeda dengan saat pertemuan pertama mereka atau saat ia berpidato di atas panggung tadi. 

“Saya juga senang, Tuan Kenzo.” Setelah cukup lama berjabat tangan, Bitna melepaskan jabatan tangan mereka. 

“Maafkan saya,” ucap Kenzo terlihat canggung.

“Saya dengar, Anda yang mengadakan pesta indah ini? Terima kasih sudah mengundang saya, Tuan Kenzo.” Bitna segera kembali berbicara untuk menghilangkan kecanggungan Kenzo dalam Bahasa Indonesia. 

“Terima kasih juga atas pujiannya, Nona Bitna. Ngomong-ngomong, Bahasa Indonesia Anda cukup fasih, apa Anda berasal dari negara ini?” tanya Kenzo mengalihkan pembicaraan.

“Tidak, manajer saya yang memiliki darah Indonesia. Jadi, dia yang mengajari saya,” jawab Bitna yang diangguki Kenzo.

“Kalau begitu, saya pamit untuk menyapa tamu yang lainnya. Selamat menikmati pestanya.” Kenzo mulai berpamitan setelah berbincang sebentar dengan Bitna.

“Dengan senang hati,” sahut Bitna dengan senyum manis formalitasnyanya mengiringi kepergian Kenzo. 

Setelah Kenzo pergi, Bitna melepaskan senyum manis di wajahnya. Efek samping dari alkohol yang sejak tadi ia minum mulai terasa. Sesegera mungkin ia keluar dari ruangan, meninggalkan pesta tanpa diketahui siapapun.

Berjalan sempoyongan dalam keadaan yang sudah setengah sadar, Bitna masuk ke dalam lift dan menekan tombol lift terbawah. Ketika suara lift berbunyi menandakan jika lantai yang dituju oleh Bitna telah sampai, ia keluar dengan langkah yang masih sempoyongan. 

Matanya yang buram sama sekali tidak melihat meja resepsionis yang tadi ia lihat saat masuk ke dalam hotel. Yang dilihatnya hanya sebuah lorong panjang dan pintu-pintu kamar. Merasa jika ia salah menekan tombol, Bitna berbalik untuk kembali ke dalam lift.

Pandangannya kembali menangkap seseorang yang berjalan dari arah berlawanan ke arahnya. Ia menundukkan kepala, berharap tidak dikenali. Namun, tiba-tiba saja pria tersebut berhenti tepat di sampingnya dan menghentikan langkah Bitna dengan menahan tangannya.

Bitna yang berdiri tak seimbang memegang dinding di sampingnya untuk menahan tubuhnya. Ia lantas mendongak untuk menatap pria yang lebih tinggi darinya ini. Namun, belum sempat Bitna melihat, tanpa aba-aba, ia mencium bibir Bitna. Bahkan tangannya entah sejak kapan menarik pinggang Bitna membuat tubuh keduanya menempel sempurna.

Bitna masih belum bereaksi dengan apa yang baru saja terjadi. Entah karena rasa mabuk atau karena permainannya yang membuai, ia mulai terbawa oleh suasana dan perlahan membalas ciuman pria tersebut. Kepalanya kosong, tidak memikirkan apa akibat yang bisa terjadi dengan perbuatannya ini.

“Aku merindukanmu, Ariana.” Ditengah ciuman mereka, Bitna samar-samar mendengar suara pria tersebut.

‘Aku sepertinya pernah mendengar nama Ariana di suatu tempat?’

-

-

-

To be continued 

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status