Kenzo berbaring di atas kasur sambil menatap layar ponselnya. Ibu jarinya menyentuh layar ponsel mahal nan canggih miliknya untuk terus menggulirnya ke bawah. Setelah habis berita yang dibacanya, ia mematikan ponsel miliknya dan menyimpannya ke atas meja nakas di sisi kasur. Tidak ada ekspresi apapun yang terlihat menggambarkan suasana hatinya setelah ia selesai membaca berita terheboh pagi ini.
Tatapannya lantas mengarah pada seorang gadis yang masih terlelap nyenyak di sisinya, menggunakan selimut yang sama dengannya. Ia menatap wajah cantik yang tengah tertidur itu. Namanya dan nama dari gadis ini, dalam waktu singkat sudah menjadi urutan pertama dalam daftar pencarian di berbagai negara. Terutama Indonesia dan Korea.
Di tengah lamunannya, ia menyadari kedua netra gadis ini bergerak pelan dengan alis yang mulai berkerut. Perlahan kedua mata indah itu mulai terbuka sempurna dan langsung menatap langit-langit ruangan. Sepertinya ia merasakan sakit di kepalanya karena ia langsung memeganginya. Disusul dengan suara erangan serak yang keluar dari mulutnya. Semua yang dilakukan olehnya tak lepas dari tatapan Kenzo yang belum disadarinya. Kenzo mengambil inisiatif untuk mengambil gelas di atas meja nakas.
"Minumlah ini dulu," ucapnya sambil menyodorkan gelas.
Tanpa mengatakan apapun, gadis tersebut mengambil gelas yang diberikan dan meneguk isinya hingga tandas. Helaan napas penuh kelegaan akhirnya keluar dari mulut gadis itu yang masih belum menyadari situasinya.
“Selamat pagi, Nona Bitna.” Suara seorang pria yang sama dengan yang memberikan ia minum membuat Bitna mengalihkan atensinya.
Begitu Bitna bersitatap dengan pria di sampingnya selama beberapa detik, suara jeritan miliknya terdengar cukup keras di dalam kamar hotel ini. Bitna melompat turun dari atas tempat tidur. Namun, rasa sakit dan pegal di sekujur tubuhnya membuat kaki untuk menopang tubuhnya begitu lemas dan tidak dapat menahan keseimbangan. Al hasil, ia jatuh terduduk dan mengeluarkan suara erangan kesakitan. Tak lama ia menyadari sesuatu lagi.
Tubuhnya yang tidak mengenakan apapun, terpampang jelas di depan pria tersebut. Segera Bitna menarik selimut di atas kasur untuk menutupi tubuh polosnya. Meski ingatannya masih samar-samar, ia tidak sepolos itu untuk tidak mengetahui apa yang sudah terjadi. Suasana menjadi canggung dan Bitna dengan pipi memerah tidak dapat menatap mata pria yang sudah menjadi teman tidurnya.
'Tidak mungkin! Apa yang sudah kamu lakukan Bitna? Apa yang akan kamu lakukan sekarang? Semuanya sudah terlambat! Kenapa harus pria ini?' Pikiran Bitna mulai berkecamuk memikirkan cara apa yang harus ia lakukan untuk membereskan semua kekacauan yang telah dibuatnya.
"Nona Bitna.” Suara Kenzo kembali terdengar membuat Bitna mendongak. Wajahnya tiba-tiba saja sudah ada di depannya.
"Menjauh dariku, Brengsek!" bentak Bitna sambil mendorong tubuh Kenzo dan menggeser tubuhnya menjauh secara reflek.
Perkataan kasar yang ditunjukkan pada pria yang sudah ia akui ketampanan dan kharismanya ini, keluar dari mulut Bitna. Ia tidak percaya jika pria yang dikaguminya ini adalah seorang pria brengsek yang mengambil kesempatan dari gadis yang mabuk.
Wajah Kenzo yang sejak tadi tidak menampilkan ekspresi apapun, mengeluarkan seringaian. “Saya masih mengingat dengan jelas suara desahan itu.” Tanpa diperintah, pipi Bitna semakin memerah.
"Itu karena saya mabuk berat semalam! Namun, Anda, pria brengsek yang benar-benar mengambil kesempatan dari saya yang mabuk berat!" hardik Bitna dan dengan berani menunjuk Kenzo.
"Bukankah justru Nona Bitna yang bertindak agresif dengan mencium saya lebih dulu?” tanya Kenzo berbohong.
“A-apa? Saya tidak-” Bitna tidak dapat menyelesaikan perkataannya karena ingatannya yang samar tidak bisa memastikan.
Suara dering ponsel milik salah satu dari mereka terdengar. Bitna mengalihkan atensinya pada tas miliknya yang ternyata mengeluarkan bunyi itu. Ia mengambil ponsel miliknya dan menatap layarnya. Tubuhnya menjadi kaku ketika melihat nama manajernya yang terpampang di layar ponsel.
'Apa kak Dalmi sudah mengetahuinya?' tanya Bitna dalam batinnya. Dengan tangan gemetar ia mengangkat telepon dari manajernya itu.
Setelah mengangkat telepon, Bitna segera menjauhkan ponselnya dari telinganya, mendengar suara Dalmi yang berteriak. Meski Bitna sudah menjauhkan ponselnya, suara Dalmi masih terdengar. Dirasa Dalmi selesai memarahinya, Bitna barulah kembali menempelkan ponselnya ke telinga.
"Maafkan aku, ponselku kehabisan baterai semalam. Aku baik-baik saja, Eonni." Bitna menjawab Dalmi berbohong. Mendengar kekhawatiran Dalmi yang memarahinya tanpa menyinggung apa yang terjadi padanya, sepertinya dirinya masih belum ketahuan.
"..."
"A-apa maksudmu?" tanya Bitna ketika mendengar kalimat selanjutnya yang dikatakan oleh manajernya itu.
"..."
"Apa?! Secepat ini?!" teriak Bitna yang langsung dibalas teriakkan tak kalah kencang dari Dalmi. Bitna lagi-lagi menjauhkan ponselnya dari telinganya.
"..."
"Eonni, aku bisa menjelaskan semuanya. Itu bukan kesalahanku," ucap Bitna setelah kembali mengendalikan dirinya.
"..."
Setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Dalmi, Bitna membuka salah satu situs berita gosip tanpa menutup telpon dari Dalmi. Tubuh Bitna semakin lemas setelah selesai membaca berita dan melihat foto serta menonton video perbuatan dirinya dan Kenzo.
"E-eonni, aku benar-benar tidak sadar karena mabuk dan pria ini yang mengambil kesempatan. Aku berani bersumpah demi nama dan karirku! Apa yang harus aku lakukan?" Bitna mulai frustasi dan merengek pada Dalmi.
"..." Suara Dalmi yang juga terdengar frustasi membuat jantung Bitna benar-benar mencelos.
Setelah lama memperhatikan ekspresi wajah Bitna, Kenzo lebih memilih bangun dari kasur dan berjalan ke arah kamar mandi. Memperkirakan bahwa pembicaraan Bitna dan manajernya akan menghabiskan waktu.
Pembicaraan panjang lebar dengan Dalmi di telpon itu berakhir dengan Bitna yang menutup telpon dengan ekspresi wajah penuh penyesalan. Jika sejak awal ia mendengarkan apa yang dikatakan oleh Dalmi, ini semua tidak akan pernah terjadi.
"Anda sudah selesai?" Suara Kenzo terdengar bertanya membuat perasaan marah yang tadinya pudar kembali dirasakan Bitna. Saat menatapnya, Kenzo sudah kembali berpakaian jasnya dengan rapi bekas semalam.
"Sebaiknya, Anda segera mandi dan keluar dari sini." Ucapannya seolah-olah ia tidak merasa bersalah atas apa yang telah dilakukannya. Ekspresi wajahnya bahkan menunjukkan seolah ini semua adalah sesuatu yang normal terjadi baginya.
Ia terlihat tidak mengetahui bahwa perbuatan mereka itu menimbulkan sesuatu yang fatal bagi Bitna. Atau ia memang tidak pernah peduli pada hal-hal seperti ini.
"Apa Anda tidak menyadari dengan apa yang Anda lakukan pada karir saya?" tanya Bitna yang kali ini dengan nada yang terdengar lelah menghadapi Kenzo.
"Saya memiliki pekerjaan setelah ini. Jadi, saya akan memberikan kartu nama saya bersama Anda. Sebaiknya Anda juga segera pergi jika tidak ingin wartawan di bawah semakin banyak." Bukannya menjawab, ia menyimpan sebuah kartu nama di atas meja.
"Sampai jumpa, Nona Bitna." Belum selesai terkejut, pria itu sudah berpamitan dan keluar dari kamar, meninggalkan Bitna seorang diri.
Bitna yang masih duduk di lantai, menatap pintu kamar yang baru saja tertutup dengan tatapan tidak percaya. Ia lantas mengacak rambutnya frustasi. Dengan susah payah Bitna berdiri dan melangkah ke arah jendela besar yang menjadi jalan masuk sinar matahari. Ketika ia melihat ke bawah, kerumunan orang-orang yang membawa kamera membuat Bitna menelan ludah.
“Bagaimana caranya aku bisa lolos dari para wartawan itu?”
-
-
-
To be continued
Berbeda dengan hubungan jarak jauh mereka sebelumnya, kali ini justru Kenzo lebih sering menghubungi Ariana. Itu bagus karena Ariana memiliki motivasi tinggi. Namun, di sisi lain ia harus kerepotan karena Kenzo selalu menghubungi kapanpun tanpa mengingat waktu. Di saat Ariana bekerja, dirinya lah yang memegang ponsel Ariana. Sehingga mau tidak mau, atas permintaan aktrisnya juga, ia harus membalas pesan Kenzo. Setidaknya mengabari bagaimana kegiatannya. Maka ia juga harus membaca pesan masuk yang dikirimkan oleh pria itu. Sangat menjengkelkan. Meski tidak dipungkiri, Yohan juga terkadang mengirim pesan yang manis padanya. Untuk tahun-tahun awal atau saat peristiwa baru-baru itu terjadi, merupakan saat tersulit bahkan sangat sulit. Berbeda dengan saat Ariana terkena skandal waktu itu, Dalmi memanfaatkan keadaan yang juga bagus saat keretakan hubungan mereka berdua, dan membuat skandal antara Ariana dan Jin semakin bagus. Sekarang, keadaan sangat tidak bagus, tidak ada yang bisa dimanf
Bagaimanapun juga, acara besar sekelas pemberian penghargaan formal itu pasti mendapatkan banyak sorotan karena disiarkan secara langsung. Termasuk Ariana di dalamnya yang mendapatkan penghargaan paling bergengsi. Semua warga sudah mengetahuinya dan mengetahui apa yang dibicarakan oleh wanita itu. Tentu saja keputusan itu memberikan dampak besar pada Ariana. Ia kali ini mendapatkan kecaman dari warga internet Korea, meski pendukungnya tidak kalah banyak. Ini pertama kalinya dalam sejarah, pemenang award paling bergengsi adalah sosok yang paling kontroversi. Banyak yang menyuarakan protesnya untuk membatalkan Ariana sebagai pemenang. Ditambah kehadiran Kenzo di acara tersebut yang mau tidak mau diketahui oleh para wartawan, menambahkan imej buruk pada namanya. Namun, di titik itu Ariana sama sekali tidak menyesal telah mengungkapkan semua rahasianya kepada publik. Ia merasa selama ini dirinya telah banyak berbohong pada fans-nya, karena itulah meski ia dibenci karena jujur, setidaknya
“Aku melihat Kenzo di atas panggung, aku melihatnya dengan jelas. Tunggu sebentar, aku akan memastikan pada Chakra apa sebenarnya yang terjadi …” Ekspresi Dalmi berubah dan arah pandangannya juga berubah. Ia ditujukan kepada sosok yang ada di belakang Ariana pastinya. Ariana sudah menduga pasti ada seseorang di belakangnya. Ia membeku beberapa detik, tidak siap dengan siapa seseorang di belakangnya. Mungkin itu Chakra dan pandangannya yang melihat Kenzo salah sebab perasaan depresinya. Jika itu memang Chakra, entah kabar apa yang dibawanya sampai membawa pria itu kemari. Ariana perlahan dengan gerakan slow motion, berbalik menatap sosok di belakangnya. Beberapa detik Ariana terpaku kembali melihatnya, lagi-lagi tidak percaya pada apa yang dilihatnya. Entah mengapa dan bagaimana hari ini bisa penuh dengan kejutan. “Hai, Cutie.” Suaranya bahkan sangat mirip. Ariana mundur beberapa langkah, masih tidak percaya pada apa yang dilihatnya. Begitu juga dengan Dalmi. Sementara orang di seki
Ariana melangkah ke arah panggung dengan masih menjadi pusat atensi semua orang yang ada di sana. Ia mengingat semua pelajaran trainingnya, bagaimana seseorang berjalan agar terlihat percaya diri. Dari luar, ia memang telah terlihat seperti sosok yang penuh percaya diri, tapi berbagai macam pikiran memenuhi kepalanya. Pelajaran training, kabar Kenzo, kerja keras, dan sepanjang dirinya berkarir, semua berputar memenuhi kepalanya. Ariana menjadi sedikit merasa bersalah karena tidak merasa dirinya telah bekerja sangat keras sehingga pantas untuk sampai di titik ini dengan cepat. Namun, pada kenyataannya sekarang ia berada di atas panggung, menerima piala yang tidak pernah ia pegang sebelumnya, yang diberikan oleh pembawa acara tersebut. Tangannya sedikit berkeringat dan gemetar saat menyentuh piala tersebut. Ia menatap lama piala tersebut dan menyadari bahwa tidak ada sebuah kebanggaan atau kebahagiaan yang meluap-luap menyerupai euforia. Seharusnya ini adalah sesuatu yang selama ini men
Korea Selatan memiliki sebuah acara nominasi penghargaan paling bergengsi untuk menghargai keunggulan dalam film, televisi, dan teaternya. Karena itulah acara ini diadakan setiap tahun untuk menghargai drama dan perfilman yang menghiasi layar kaca. Setiap setelah memerankan tokoh, para aktor dan aktris, khususnya yang masuk ke dalam kategori, akan menghadiri acara ini. Tidak hanya itu, tetapi juga para sutradara di dalamnya. Ariana sendiri termasuk di dalamnya karena ia telah memerankan drama yang cukup baik hingga mampu masuk ke dalam nominasi ini. Ini bukan pertama kalinya Ariana masuk ke dalam nominasi, tapi ini pertama kalinya Ariana masuk ke dalam kategori aktris terbaik yang akan menerima hadiah utama. Itu adalah sebuah pencapaian yang luar biasa di dalam karirnya yang akan menginjak usia 7 tahun. Baik Ariana maupun Dalmi tentu saja sangat bangga ketika mengetahui itu. Mereka, khususnya Dalmi yang lebih bersemangat, berharap bahwa Ariana lah yang akan memenangkan piala utama te
Ketika mendengar pengumuman resmi yang dikeluarkan oleh agensi, para pecinta drama tentu terkejut. Seperti biasa, pendapat condong ke dua orang. Banyak dukungan dan tak lepas juga kritik juga hujatan. Orang-orang yang menginginkan kejatuhan Ariana, seolah didukung oleh foto Ariana yang tiba-tiba tersebar saat berada di bandara hendak pergi ke Indonesia. Namun, foto itu terbantahkan karena kebenaran bahwa Ariana yang memang ada di apartemen saat dikunjungi. Ditambah dengan kesaksian kru drama, bahwa Ariana memang terlihat kurang sehat saat pertemuan terakhir mereka. Juga didukung oleh argumen bahwa tidak mungkin seseorang dengan cepat pergi ke luar negeri dan kembali lagi. Meski itu untuk berlibur sekalipun. Jadi, tetap ada banyak orang yang mendukung terus dan menunggu drama yang dibintanginya selesai. Satu minggu telah berlalu dan Ariana tentu kembali bekerja lagi sesuai jadwal yang telah diatur oleh Dalmi. Beberapa hari terakhir sebelum bekerja, Ariana mengurung diri terus menerus
Saat Ariana meninggalkan Dalmi begitu saja di rumah sakit, ia pergi ke hotel bersama barang bawaan mereka. Tidak sedikitpun ia merasa kesal, tapi justru sedikit merasa bersalah. Ia bukan tidak peduli atau tidak mau tahu pada masalah Ariana, mungkin karena ketakutannya pada masalah Ariana yang bisa berdampak pada pekerjaan. Pekerjaannya cukup berat belakangan, mereka baru saja memulai kembali. Jika semua hancur, ia jugalah yang bisa terkena imbasnya, bukan hanya Ariana. Tujuannya hanya ingin meminimalisir suatu hal buruk yang nanti bisa terjadi. Namun, karena emosi Ariana, ia salah menanggapi pada dirinya dan menganggap bahwa itu bentuk ketidakpedulian. Ariana mungkin berpikir bahwa sekarang yang hanya dipikirkan olehnya adalah pekerjaan dan karir Ariana. Tidak ada yang bisa dikerjakan oleh Dalmi selama satu hari penuh di hotel hari itu selain bekerja. Jadwal-jadwal Ariana yang tertunda, harus ditata ulang lebih dulu. Ia menduga jika mereka di sini akan satu minggu penuh, apalagi meng
Setelah selesai dengan urusan mereka di penjara, keduanya berada di dalam mobil sekali lagi. Ariana meminta Chakra untuk mengantarnya ke rumah sakit tempat Kenzo. Ia belum juga menghubungi Dalmi yang ditinggalkannya begitu saja kemarin di rumah sakit. Chakra sudah mengetahui apa tujuan sebenarnya Ariana menemui mereka berdua. Melihat bagaimana reaksi Daris dan meluapkan amarahnya pada Nadine. Setidaknya Ariana tidak berbuat sesuatu yang naif dengan memaafkan Daris yang telah membunuh anggota keluarganya dan mencelakai pria yang dicintainya. Justru sekarang wanita itu tampak lebih baik sekarang daripada kemarin atau bahkan hari ini. Apalagi keputusan yang akan diambilnya selanjutnya? “Wartawan-wartawan itu sudah dipastikan tidak akan berani mendekati Kenzo, kan?” tanya Ariana memecah keheningan. “Iya, Nona, saya sudah mengurusnya.” Ariana mengangguk. “Aku tidak mau saat Kenzo beristirahat, dia terganggu oleh orang-orang yang haus akan berita gosip itu. Lakukan dengan tenang, jangan s
“Nona, apa Anda yakin dengan keputusan Anda?” Chakra berulang kali bertanya pertanyaan yang sama, meragukan apa yang ia dengar sekaligus keputusan Ariana. Ariana telah selesai bersiap dan membawa tasnya. Ia mengambil sepatu dan memakainya ketika hendak keluar rumah. “Apa perkataanku masih kurang jelas sejak tadi, Chakra? Antarkan aku ke tempat Om Daris dan sekretaris Kenzo.” Melihat bagaimana sekarang pembawaan Ariana yang telah lebih tenang daripada kemarin, Chakra bisa sedikit bernapas lega. Namun, apa yang akan dilakukan olehnya justru mengembalikkan emosi yang tidak stabil seperti kemarin wanita itu terguncang. Ia rasa menemui kedua penjahat itu sekaligus penyebab Kenzo ada di situasi ini, bukanlah keputusan yang bagus dan justru cenderung berat. Siapapun tidak akan sanggup bertemu atau bahkan melihat mereka. Alih-alih menghindari, Ariana justru ingin bertemu dengan mereka berdua. “Apalagi yang kamu tunggu, Chakra?” Tanpa sadar karena lamunan itu, Ariana telah mengganti sandaln