Share

Bab 2 : Penyesalan Akhirnya Datang

Kenzo berbaring di atas kasur sambil menatap layar ponselnya. Ibu jarinya menyentuh layar ponsel mahal nan canggih miliknya untuk terus menggulirnya ke bawah. Setelah habis berita yang dibacanya, ia mematikan ponsel miliknya dan menyimpannya ke atas meja nakas di sisi kasur. Tidak ada ekspresi apapun yang terlihat menggambarkan suasana hatinya setelah ia selesai membaca berita terheboh pagi ini. 

Tatapannya lantas mengarah pada seorang gadis yang masih terlelap nyenyak di sisinya, menggunakan selimut yang sama dengannya. Ia menatap wajah cantik yang tengah tertidur itu. Namanya dan nama dari gadis ini, dalam waktu singkat sudah menjadi urutan pertama dalam daftar pencarian di berbagai negara. Terutama Indonesia dan Korea. 

Di tengah lamunannya, ia menyadari kedua netra gadis ini bergerak pelan dengan alis yang mulai berkerut. Perlahan kedua mata indah itu mulai terbuka sempurna dan langsung menatap langit-langit ruangan. Sepertinya ia merasakan sakit di kepalanya karena ia langsung memeganginya. Disusul dengan suara erangan serak yang keluar dari mulutnya. Semua yang dilakukan olehnya tak lepas dari tatapan Kenzo yang belum disadarinya. Kenzo mengambil inisiatif untuk mengambil gelas di atas meja nakas. 

"Minumlah ini dulu," ucapnya sambil menyodorkan gelas. 

Tanpa mengatakan apapun, gadis tersebut mengambil gelas yang diberikan dan meneguk isinya hingga tandas. Helaan napas penuh kelegaan akhirnya keluar dari mulut gadis itu yang masih belum menyadari situasinya. 

“Selamat pagi, Nona Bitna.” Suara seorang pria yang sama dengan yang memberikan ia minum membuat Bitna mengalihkan atensinya.  

Begitu Bitna bersitatap dengan pria di sampingnya selama beberapa detik, suara jeritan miliknya terdengar cukup keras di dalam kamar hotel ini. Bitna melompat turun dari atas tempat tidur. Namun, rasa sakit dan pegal di sekujur tubuhnya membuat kaki untuk menopang tubuhnya begitu lemas dan tidak dapat menahan keseimbangan. Al hasil, ia jatuh terduduk dan mengeluarkan suara erangan kesakitan. Tak lama ia menyadari sesuatu lagi. 

Tubuhnya yang tidak mengenakan apapun, terpampang jelas di depan pria tersebut. Segera Bitna menarik selimut di atas kasur untuk menutupi tubuh polosnya. Meski ingatannya masih samar-samar, ia tidak sepolos itu untuk tidak mengetahui apa yang sudah terjadi. Suasana menjadi canggung dan Bitna dengan pipi memerah tidak dapat menatap mata pria yang sudah menjadi teman tidurnya. 

'Tidak mungkin! Apa yang sudah kamu lakukan Bitna? Apa yang akan kamu lakukan sekarang? Semuanya sudah terlambat! Kenapa harus pria ini?' Pikiran Bitna mulai berkecamuk memikirkan cara apa yang harus ia lakukan untuk membereskan semua kekacauan yang telah dibuatnya. 

"Nona Bitna.” Suara Kenzo kembali terdengar membuat Bitna mendongak. Wajahnya tiba-tiba saja sudah ada di depannya. 

"Menjauh dariku, Brengsek!" bentak Bitna sambil mendorong tubuh Kenzo dan menggeser tubuhnya menjauh secara reflek. 

Perkataan kasar yang ditunjukkan pada pria yang sudah ia akui ketampanan dan kharismanya ini, keluar dari mulut Bitna. Ia tidak percaya jika pria yang dikaguminya ini adalah seorang pria brengsek yang mengambil kesempatan dari gadis yang mabuk. 

Wajah Kenzo yang sejak tadi tidak menampilkan ekspresi apapun, mengeluarkan seringaian. “Saya masih mengingat dengan jelas suara desahan itu.” Tanpa diperintah, pipi Bitna semakin memerah. 

"Itu karena saya mabuk berat semalam! Namun, Anda, pria brengsek yang benar-benar mengambil kesempatan dari saya yang mabuk berat!" hardik Bitna dan dengan berani menunjuk Kenzo. 

"Bukankah justru Nona Bitna yang bertindak agresif dengan mencium saya lebih dulu?” tanya Kenzo berbohong. 

“A-apa? Saya tidak-” Bitna tidak dapat menyelesaikan perkataannya karena ingatannya yang samar tidak bisa memastikan. 

Suara dering ponsel milik salah satu dari mereka terdengar. Bitna mengalihkan atensinya pada tas miliknya yang ternyata mengeluarkan bunyi itu. Ia mengambil ponsel miliknya dan menatap layarnya. Tubuhnya menjadi kaku ketika melihat nama manajernya yang terpampang di layar ponsel. 

'Apa kak Dalmi sudah mengetahuinya?' tanya Bitna dalam batinnya. Dengan tangan gemetar ia mengangkat telepon dari manajernya itu.

Setelah mengangkat telepon, Bitna segera menjauhkan ponselnya dari telinganya, mendengar suara Dalmi yang berteriak. Meski Bitna sudah menjauhkan ponselnya, suara Dalmi masih terdengar. Dirasa Dalmi selesai  memarahinya, Bitna barulah kembali menempelkan ponselnya ke telinga.

"Maafkan aku, ponselku kehabisan baterai semalam. Aku baik-baik saja, Eonni." Bitna menjawab Dalmi berbohong. Mendengar kekhawatiran Dalmi yang memarahinya tanpa menyinggung apa yang terjadi padanya, sepertinya dirinya masih belum ketahuan.

"..."

"A-apa maksudmu?" tanya Bitna ketika mendengar kalimat selanjutnya yang dikatakan oleh manajernya itu.

"..."

"Apa?! Secepat ini?!" teriak Bitna yang langsung dibalas teriakkan tak kalah kencang dari Dalmi. Bitna lagi-lagi menjauhkan ponselnya dari telinganya. 

"..."

"Eonni, aku bisa menjelaskan semuanya. Itu bukan kesalahanku," ucap Bitna setelah kembali mengendalikan dirinya.

"..."

Setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Dalmi, Bitna membuka salah satu situs berita gosip tanpa menutup telpon dari Dalmi. Tubuh Bitna semakin lemas setelah selesai membaca berita dan melihat foto serta menonton video perbuatan dirinya dan Kenzo. 

"E-eonni, aku benar-benar tidak sadar karena mabuk dan pria ini yang mengambil kesempatan. Aku berani bersumpah demi nama dan karirku! Apa yang harus aku lakukan?" Bitna mulai frustasi dan merengek pada Dalmi.

"..." Suara Dalmi yang juga terdengar frustasi membuat jantung Bitna benar-benar mencelos.

Setelah lama memperhatikan ekspresi wajah Bitna, Kenzo lebih memilih bangun dari kasur dan berjalan ke arah kamar mandi. Memperkirakan bahwa pembicaraan Bitna dan manajernya akan menghabiskan waktu.

Pembicaraan panjang lebar dengan Dalmi di telpon itu berakhir dengan Bitna yang menutup telpon dengan ekspresi wajah penuh penyesalan. Jika sejak awal ia mendengarkan apa yang dikatakan oleh Dalmi, ini semua tidak akan pernah terjadi. 

"Anda sudah selesai?" Suara Kenzo terdengar bertanya membuat perasaan marah yang tadinya pudar kembali dirasakan Bitna. Saat menatapnya, Kenzo sudah kembali berpakaian jasnya dengan rapi bekas semalam. 

"Sebaiknya, Anda segera mandi dan keluar dari sini." Ucapannya seolah-olah ia tidak merasa bersalah atas apa yang telah dilakukannya. Ekspresi wajahnya bahkan menunjukkan seolah ini semua adalah sesuatu yang normal terjadi baginya. 

Ia terlihat tidak mengetahui bahwa perbuatan mereka itu menimbulkan sesuatu yang fatal bagi Bitna. Atau ia memang tidak pernah peduli pada hal-hal seperti ini. 

"Apa Anda tidak menyadari dengan apa yang Anda lakukan pada karir saya?" tanya Bitna yang kali ini dengan nada yang terdengar lelah menghadapi Kenzo.  

"Saya memiliki pekerjaan setelah ini. Jadi, saya akan memberikan kartu nama saya bersama Anda. Sebaiknya Anda juga segera pergi jika tidak ingin wartawan di bawah semakin banyak." Bukannya menjawab, ia menyimpan sebuah kartu nama di atas meja. 

"Sampai jumpa, Nona Bitna." Belum selesai terkejut, pria itu sudah berpamitan dan keluar dari kamar, meninggalkan Bitna seorang diri.

Bitna yang masih duduk di lantai, menatap pintu kamar yang baru saja tertutup dengan tatapan tidak percaya. Ia lantas mengacak rambutnya frustasi. Dengan susah payah Bitna berdiri dan melangkah ke arah jendela besar yang menjadi jalan masuk sinar matahari. Ketika ia melihat ke bawah, kerumunan orang-orang yang membawa kamera membuat Bitna menelan ludah. 

“Bagaimana caranya aku bisa lolos dari para wartawan itu?”

-

-

-

To be continued 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status