Share

Bab 5 : Kontrak Hubungan Dimulai

"Apa alasanmu mengatakan semua omong kosong tadi pada wartawan?" tanya Bitna langsung tanpa berbasa-basi. Ia bahkan sudah tidak peduli dengan sikap sopan santun dan keformalan di antara mereka berdua. 

"Alasanku ... " Kenzo menggantungkan kalimatnya membuat Bitna menunggu dengan ekspresi wajah penasaran. Secara alami, Kenzo juga melakukan apa yang dilakukan Bitna. 

Kenzo terlihat begitu menikmati ekspresi wajah Bitna yang penuh keingintahuan. Jari kanannya yang semula mengetuk-ngetuk paha kanannya yang terlipat di atas paha kiri, ia tautkan dengan tangan kirinya. Bersamaan dengan ia menurunkan kaki kanannya dan mengubah posisi duduknya menjadi sedikit membungkuk. Kenzo menatap bergantian dari Bitna ke arah sofa kosong di depannya. Memberikan kode kepada gadis itu untuk duduk. 

"Ini akan menjadi pembicaraan yang panjang. Jadi, sebaiknya kamu duduk daripada menahan rasa pegal." Mendengar hal itu, Bitna tidak memiliki pilihan lain selain menurutinya.

"Katakan," perintah Bitna begitu ia sudah mengambil tempat duduk berhadapan dengan Kenzo.

"Bukannya ini akan saling menguntungkan kita?" tanya Kenzo yang mengundang kernyitan di dahi Bitna. 

"Apa maksudmu? Keuntungan apa yang akan aku dan kamu dapatkan dari hubungan palsu ini?" Bitna bertanya balik. 

"Keluargaku selalu menekanku untuk menikah. Jadi, jika mereka mengetahui aku memiliki seorang kekasih dan sudah bertunangan dengannya, mereka tidak akan selalu menekanku. Dan kamu, aku bisa menjamin jika pilihan ini akan lebih menguntungkan pekerjaanmu, daripada mengaku kita tidak memiliki hubungan apapun. Baik di Indonesia atau Korea." Tatapan Bitna masih terlihat kurang mempercayai apa yang dikatakan Kenzo. 

"Jangan bilang kamu akan membantuku dengan menyuntik ... " 

"Tentu saja tidak. Aku mempercayai bakatmu. Atau kamu sendiri yang tidak mempercayai bakatmu?" tanya Kenzo lebih dulu memotong ucapan Bitna. 

"Setidaknya kerja kerasmu akan lebih mudah daripada mengaku tidak memiliki hubungan apapun denganku," lanjutnya dengan percaya diri. 

Cukup lama Bitna terdiam, setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Kenzo. Semua yang dikatakan olehnya memang benar, meski belum terbukti. Lebih tepatnya kemungkinan benar. Mengingat lebih banyak hal yang pasti terjadi akan buruk jika ia dan Kenzo mengaku yang sebenarnya. Dan itu akan lebih banyak merugikannya. 

"Dari apa yang kamu katakan, apa kamu sudah merencanakan semua ini sejak pertemuan pertama kita atau sejak aku datang ke Indonesia?" Bitna bertanya dengan mata memicing penuh kecurigaan pada Kenzo. 

"Tidak, hanya kebetulan. Aku melihat keuntungan dari ini dan melakukannya begitu saja setelah menimbang," jawab Kenzo sambil mengangkat kedua bahunya kemudian menyandarkan punggungnya. 

Bitna mendengus dan melipat kedua tangannya di depan dada, masih tidak percaya jika semua ini hanya sebuah kerandoman. Ia membuang wajahnya ke samping kemudian berkata, "Setelah melihat video kita, ternyata apa yang kamu katakan adalah kebohongan!" 

"Yang mana yang kebohongan? Ah, kamu yang memulai dengan bertindak agresif padaku?" Perkataan Kenzo membuat Bitna segera menatap kembali padanya dengan ekspresi wajah yang seolah ingin menelan pria itu hidup-hidup. Namun, juga dengan pipi yang bersemu merah. 

Kenzo tertawa melihat reaksi Bitna. "Aku katakan maaf untuk itu. Aku memiliki kebiasaan liar ketika mabuk," jawab Kenzo santai. Bitna kali ini mengubah tatapannya seolah ia melihat sesuatu yang menjijikan. 

"Cukup dengan penjelasannya. Aku sudah membuat kontrak untuk hubungan kita." Kenzo mengubah topik pembicaraan mereka dan memberikan sebuah map pada Bitna. 

Bitna mengambil map tersebut dan mulai membacanya. "Sampai kapan kontrak kita akan berlangsung?" tanya Bitna menatap Kenzo sekilas. 

Kenzo terlihat percaya diri dan tersenyum tenang tanpa menjawab Bitna. Bitna juga tidak menanyakan lebih banyak dan melanjutkan bacaannya yang belum selesai. 

"Apa?! Sampai kamu menemukan wanita yang akan kamu nikahi?! Jadi, kamu berniat memanfaatkanku sampai tujuanmu sendiri tercapai dan membuangku?!" Bitna kembali mengeluarkan suaranya ketika ia sudah menemukan jawaban atas pertanyaannya sendiri setelah membaca surat kontrak tersebut. 

"Itu tidak akan masalah jika ..." 

"Dan apalagi peraturan kontrak ini? Aku ini manusia dan memiliki privasi! Jangan konyol, Tuan Kenzo!" protes Bitna dengan keras, memotong penjelasan Kenzo yang belum selesai. 

"Tidak ada pilihan lain. Jika kita terlalu cuek atas satu sama lain, itu akan mencurigakan. Kita harus selalu mengetahui kegiatan satu sama lain. Karena itulah kita akan memberikan informasi atas kegiatan kita apapun itu tanpa terkecuali. Kamu tidak perlu mengatakan detailnya, cukup katakan saja intinya." Kenzo berkata seakan itu bukan masalah besar. 

"Apa kamu tidak keberatan sama sekali?" Bitna bertanya balik. 

"Tidak," jawab Kenzo enteng. Helaan napas akhirnya keluar dari mulut Bitna. Lagi-lagi ia tidak memiliki pilihan lain. 

"Aku memiliki syarat lain," ucap Bitna yang mengundang tatapan pertanyaan dari Kenzo. 

"Tidak boleh ada yang mengganggu kehidupan pribadi masing-masing!" seru Bitna lantang. 

"Tentu saja, asalkan aku memiliki informasi kegiatan apapun yang kamu lakukan. Selebihnya, aku tidak akan ikut campur." Perkataan Kenzo membuat Bitna sedikit kesal. Persyaratan yang diajukan oleh dirinya terasa sia-sia. 

"Baiklah, aku setuju." Kenzo memberikan sebuah pena pada Bitna untuk lebih dulu menandatangani perjanjian mereka, begitu kalimat persetujuan telah keluar dari mulutnya. 

Bitna membuka tutup pena yang ia pegang. Ia sedikit meragu untuk membubuhkan tanda tangannya di atas kertas tersebut. Untuk terakhir kali ia menatap pada Kenzo sebelum akhirnya menandatangani kertas tersebut. Kenzo kemudian bergantian membubuhkan tanda tangannya. 

"Terima kasih atas kerjasamanya, Nona Bitna." Kenzo mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan sebagai tanda mereka benar-benar meresmikan hubungan. 

Sesuai dengan janjinya bahwa ia akan mengantarkan Bitna dengan selamat ke apartemennya setelah berbicara. Mobil yang dikendarai oleh Kenzo akhirnya terhenti tepat di depan sebuah gedung tinggi apartemen.

"Tunggu," cegah Kenzo ketika Bitna hendak keluar dari mobil setelah melepaskan sabuk pengamannya. 

"Ada apa?" tanya Bitna seraya menoleh pada Kenzo. 

"Berikan ponselmu," ujar Kenzo sambil mengulurkan tangannya untuk meminta ponsel milik gadis itu. 

"Untuk apa?" tanya Bitna kembali dengan bingung. Namun, ia tak urung mengeluarkan ponselnya dan memberikannya pada Kenzo. 

Hanya sebentar Kenzo mengotak-atik ponsel Bitna serta ponsel miliknya sendiri, yang Bitna tebak tengah menukar nomor mereka. Kenzo akhirny memberikan kembali ponsel milik Bitna. 

"Hah! My Ken? Sangat terlihat kekanak-kanakan," cibir Bitna ketika melihat nama yang diberikan atas kontak pria itu. 

"Dan untuk kedepannya pun kamu harus memanggilku dengan sebutan-sebutan kekanakan lainnya. Meski begitu, aku yakin kamu bisa berakting dengan baik karena sering memainkan peran seperti itu." Kenzo balas mengejek Bitna. 

"Never!" ketus Bitna sebelum akhirnya ia benar-benar keluar dari mobil Kenzo dengan menutup pintunya sedikit kasar. 

"Sayang!" Suara Kenzo yang sudah pasti memanggilnya membuat Bitna lagi-lagi berbalik ke arahnya. Ia merasa harus memulai sandiwaranya meski tidak ada siapapun di sekitar mereka. 

Kenzo berjalan mendekati Bitna yang menatap dirinya. Begitu tiba di depan Bitna, tangannya merengkuh pinggang Bitna dan mendekatkan bibirnya ke arah telinga gadis itu. 

"Aku melupakan satu hal. Jangan pernah katakan mengenai kontrak hubungan kita pada siapapun," bisik Kenzo yang kali ini bernada dingin. Bahkan hingga mampu membuat bulu kuduk Bitna secara alami berdiri. 

Kenzo menjauhkan bibirnya dari telinga Bitna. Namun, ia tidak menjauhkan tubuhnya yang sangat dekat dengan Bitna. Tindakan berikutnya yang dilakukan pria ini membuat Bitna merasa jika Kenzo benar-benar pandai bersandiwara. Bahkan meski tidak ada siapapun yang menonton mereka. Kenzo mencium dahi Bitna lembut, berbanding terbalik dengan apa yang ia lakukan sebelumnya. Saking lembutnya bahkan hingga membuat Bitna kini merasakan darahnya berdesir hebat dan degup jantungnya meningkat. 

Setelah Kenzo pergi dengan mobilnya, barulah Bitna bisa kembali mengambil kontrol atas tubuhnya. Ia menepuk-nepuk pipinya yang terasa panas seraya masuk ke dalam gedung apartemennya. 

"Katakan padaku yang sebenarnya! Apa benar kamu dan pria itu memiliki hubungan?" Dalmi langsung mengintrogasi Bitna begitu gadis itu masuk ke dalam unit apartemennya. 

-

-

-

To be continued 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status