"Apa alasanmu mengatakan semua omong kosong tadi pada wartawan?" tanya Bitna langsung tanpa berbasa-basi. Ia bahkan sudah tidak peduli dengan sikap sopan santun dan keformalan di antara mereka berdua.
"Alasanku ... " Kenzo menggantungkan kalimatnya membuat Bitna menunggu dengan ekspresi wajah penasaran. Secara alami, Kenzo juga melakukan apa yang dilakukan Bitna.
Kenzo terlihat begitu menikmati ekspresi wajah Bitna yang penuh keingintahuan. Jari kanannya yang semula mengetuk-ngetuk paha kanannya yang terlipat di atas paha kiri, ia tautkan dengan tangan kirinya. Bersamaan dengan ia menurunkan kaki kanannya dan mengubah posisi duduknya menjadi sedikit membungkuk. Kenzo menatap bergantian dari Bitna ke arah sofa kosong di depannya. Memberikan kode kepada gadis itu untuk duduk.
"Ini akan menjadi pembicaraan yang panjang. Jadi, sebaiknya kamu duduk daripada menahan rasa pegal." Mendengar hal itu, Bitna tidak memiliki pilihan lain selain menurutinya.
"Katakan," perintah Bitna begitu ia sudah mengambil tempat duduk berhadapan dengan Kenzo.
"Bukannya ini akan saling menguntungkan kita?" tanya Kenzo yang mengundang kernyitan di dahi Bitna.
"Apa maksudmu? Keuntungan apa yang akan aku dan kamu dapatkan dari hubungan palsu ini?" Bitna bertanya balik.
"Keluargaku selalu menekanku untuk menikah. Jadi, jika mereka mengetahui aku memiliki seorang kekasih dan sudah bertunangan dengannya, mereka tidak akan selalu menekanku. Dan kamu, aku bisa menjamin jika pilihan ini akan lebih menguntungkan pekerjaanmu, daripada mengaku kita tidak memiliki hubungan apapun. Baik di Indonesia atau Korea." Tatapan Bitna masih terlihat kurang mempercayai apa yang dikatakan Kenzo.
"Jangan bilang kamu akan membantuku dengan menyuntik ... "
"Tentu saja tidak. Aku mempercayai bakatmu. Atau kamu sendiri yang tidak mempercayai bakatmu?" tanya Kenzo lebih dulu memotong ucapan Bitna.
"Setidaknya kerja kerasmu akan lebih mudah daripada mengaku tidak memiliki hubungan apapun denganku," lanjutnya dengan percaya diri.
Cukup lama Bitna terdiam, setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Kenzo. Semua yang dikatakan olehnya memang benar, meski belum terbukti. Lebih tepatnya kemungkinan benar. Mengingat lebih banyak hal yang pasti terjadi akan buruk jika ia dan Kenzo mengaku yang sebenarnya. Dan itu akan lebih banyak merugikannya.
"Dari apa yang kamu katakan, apa kamu sudah merencanakan semua ini sejak pertemuan pertama kita atau sejak aku datang ke Indonesia?" Bitna bertanya dengan mata memicing penuh kecurigaan pada Kenzo.
"Tidak, hanya kebetulan. Aku melihat keuntungan dari ini dan melakukannya begitu saja setelah menimbang," jawab Kenzo sambil mengangkat kedua bahunya kemudian menyandarkan punggungnya.
Bitna mendengus dan melipat kedua tangannya di depan dada, masih tidak percaya jika semua ini hanya sebuah kerandoman. Ia membuang wajahnya ke samping kemudian berkata, "Setelah melihat video kita, ternyata apa yang kamu katakan adalah kebohongan!"
"Yang mana yang kebohongan? Ah, kamu yang memulai dengan bertindak agresif padaku?" Perkataan Kenzo membuat Bitna segera menatap kembali padanya dengan ekspresi wajah yang seolah ingin menelan pria itu hidup-hidup. Namun, juga dengan pipi yang bersemu merah.
Kenzo tertawa melihat reaksi Bitna. "Aku katakan maaf untuk itu. Aku memiliki kebiasaan liar ketika mabuk," jawab Kenzo santai. Bitna kali ini mengubah tatapannya seolah ia melihat sesuatu yang menjijikan.
"Cukup dengan penjelasannya. Aku sudah membuat kontrak untuk hubungan kita." Kenzo mengubah topik pembicaraan mereka dan memberikan sebuah map pada Bitna.
Bitna mengambil map tersebut dan mulai membacanya. "Sampai kapan kontrak kita akan berlangsung?" tanya Bitna menatap Kenzo sekilas.
Kenzo terlihat percaya diri dan tersenyum tenang tanpa menjawab Bitna. Bitna juga tidak menanyakan lebih banyak dan melanjutkan bacaannya yang belum selesai.
"Apa?! Sampai kamu menemukan wanita yang akan kamu nikahi?! Jadi, kamu berniat memanfaatkanku sampai tujuanmu sendiri tercapai dan membuangku?!" Bitna kembali mengeluarkan suaranya ketika ia sudah menemukan jawaban atas pertanyaannya sendiri setelah membaca surat kontrak tersebut.
"Itu tidak akan masalah jika ..."
"Dan apalagi peraturan kontrak ini? Aku ini manusia dan memiliki privasi! Jangan konyol, Tuan Kenzo!" protes Bitna dengan keras, memotong penjelasan Kenzo yang belum selesai.
"Tidak ada pilihan lain. Jika kita terlalu cuek atas satu sama lain, itu akan mencurigakan. Kita harus selalu mengetahui kegiatan satu sama lain. Karena itulah kita akan memberikan informasi atas kegiatan kita apapun itu tanpa terkecuali. Kamu tidak perlu mengatakan detailnya, cukup katakan saja intinya." Kenzo berkata seakan itu bukan masalah besar.
"Apa kamu tidak keberatan sama sekali?" Bitna bertanya balik.
"Tidak," jawab Kenzo enteng. Helaan napas akhirnya keluar dari mulut Bitna. Lagi-lagi ia tidak memiliki pilihan lain.
"Aku memiliki syarat lain," ucap Bitna yang mengundang tatapan pertanyaan dari Kenzo.
"Tidak boleh ada yang mengganggu kehidupan pribadi masing-masing!" seru Bitna lantang.
"Tentu saja, asalkan aku memiliki informasi kegiatan apapun yang kamu lakukan. Selebihnya, aku tidak akan ikut campur." Perkataan Kenzo membuat Bitna sedikit kesal. Persyaratan yang diajukan oleh dirinya terasa sia-sia.
"Baiklah, aku setuju." Kenzo memberikan sebuah pena pada Bitna untuk lebih dulu menandatangani perjanjian mereka, begitu kalimat persetujuan telah keluar dari mulutnya.
Bitna membuka tutup pena yang ia pegang. Ia sedikit meragu untuk membubuhkan tanda tangannya di atas kertas tersebut. Untuk terakhir kali ia menatap pada Kenzo sebelum akhirnya menandatangani kertas tersebut. Kenzo kemudian bergantian membubuhkan tanda tangannya.
"Terima kasih atas kerjasamanya, Nona Bitna." Kenzo mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan sebagai tanda mereka benar-benar meresmikan hubungan.
Sesuai dengan janjinya bahwa ia akan mengantarkan Bitna dengan selamat ke apartemennya setelah berbicara. Mobil yang dikendarai oleh Kenzo akhirnya terhenti tepat di depan sebuah gedung tinggi apartemen.
"Tunggu," cegah Kenzo ketika Bitna hendak keluar dari mobil setelah melepaskan sabuk pengamannya.
"Ada apa?" tanya Bitna seraya menoleh pada Kenzo.
"Berikan ponselmu," ujar Kenzo sambil mengulurkan tangannya untuk meminta ponsel milik gadis itu.
"Untuk apa?" tanya Bitna kembali dengan bingung. Namun, ia tak urung mengeluarkan ponselnya dan memberikannya pada Kenzo.
Hanya sebentar Kenzo mengotak-atik ponsel Bitna serta ponsel miliknya sendiri, yang Bitna tebak tengah menukar nomor mereka. Kenzo akhirny memberikan kembali ponsel milik Bitna.
"Hah! My Ken? Sangat terlihat kekanak-kanakan," cibir Bitna ketika melihat nama yang diberikan atas kontak pria itu.
"Dan untuk kedepannya pun kamu harus memanggilku dengan sebutan-sebutan kekanakan lainnya. Meski begitu, aku yakin kamu bisa berakting dengan baik karena sering memainkan peran seperti itu." Kenzo balas mengejek Bitna.
"Never!" ketus Bitna sebelum akhirnya ia benar-benar keluar dari mobil Kenzo dengan menutup pintunya sedikit kasar.
"Sayang!" Suara Kenzo yang sudah pasti memanggilnya membuat Bitna lagi-lagi berbalik ke arahnya. Ia merasa harus memulai sandiwaranya meski tidak ada siapapun di sekitar mereka.
Kenzo berjalan mendekati Bitna yang menatap dirinya. Begitu tiba di depan Bitna, tangannya merengkuh pinggang Bitna dan mendekatkan bibirnya ke arah telinga gadis itu.
"Aku melupakan satu hal. Jangan pernah katakan mengenai kontrak hubungan kita pada siapapun," bisik Kenzo yang kali ini bernada dingin. Bahkan hingga mampu membuat bulu kuduk Bitna secara alami berdiri.
Kenzo menjauhkan bibirnya dari telinga Bitna. Namun, ia tidak menjauhkan tubuhnya yang sangat dekat dengan Bitna. Tindakan berikutnya yang dilakukan pria ini membuat Bitna merasa jika Kenzo benar-benar pandai bersandiwara. Bahkan meski tidak ada siapapun yang menonton mereka. Kenzo mencium dahi Bitna lembut, berbanding terbalik dengan apa yang ia lakukan sebelumnya. Saking lembutnya bahkan hingga membuat Bitna kini merasakan darahnya berdesir hebat dan degup jantungnya meningkat.
Setelah Kenzo pergi dengan mobilnya, barulah Bitna bisa kembali mengambil kontrol atas tubuhnya. Ia menepuk-nepuk pipinya yang terasa panas seraya masuk ke dalam gedung apartemennya.
"Katakan padaku yang sebenarnya! Apa benar kamu dan pria itu memiliki hubungan?" Dalmi langsung mengintrogasi Bitna begitu gadis itu masuk ke dalam unit apartemennya.
-
-
-
To be continued
'Bisa gila aku.' Bitna hanya bisa mengeluh di dalam batinnya ketika Dalmi langsung menodongnya dengan pertanyaan, begitu dirinya sampai. Setelah mengumumkan 'hubungannya' dengan Kenzo, ia belum mengetahui respon apa yang dikeluarkan oleh para fansnya. Namun, itu bukan menjadi satu-satunya masalah. Masalah lainnya adalah Dalmi, manajernya yang hampir 24 jam ada bersama dengannya, mana mungkin percaya dengan kepalsuan itu. Dalmi juga sudah mengenal dirinya selama hampir 5 tahun lamanya. "Cepat katakan yang sebenarnya, Bitna! Mana mungkin pria itu mau denganmu dan lagi kalian sampai bertunangan!" cerocos Dalmi kembali. "Eonni! Biar bagaimanapun, aku ini adalah seorang aktris cantik terkenal yang sedang naik daun. Kenapa dia tidak mau dengan gadis secantik diriku, huh?" balas Bitna ikut kesal dengan manajernya yang mendadak meremehkannya. "Itulah kenapa dia mau bersama denganmu? Kalian benar-benar sudah bertunangan?" Dalmi bertanya sekali lagi untuk kepastian. Bitna menatap Dalmi
“Selamat pagi, Tuan,” sapa salah satu pegawai wanita pada Kenzo yang baru saja datang. “Selamat pagi,” balas Kenzo ramah dengan senyumannya sembari berlalu pergi. “Tuan Kenzo baru aja jawab sapaan gue!” serunya heboh pada teman yang berjalan di sisinya. “Jangan lupa, Tuan Kenzo itu tunangan Bitna yang terkenal itu, gak usah kegeeran!” timpal temannya itu sambil berdecak kesal. “I know! Gue seneng aja, akhirnya Tuan Kenzo nunjukkin kehangatannya lagi setelah sekian lama.” Wanita tersebut memberengut kesal. “Ya, sejak sahabat baiknya meninggal.” Salah satu pasang telinga yang mendengar percakapan mereka, hanya bisa terdiam tanpa berniat menegur atau memberikan respon apapun. Sampai di dalam ruangan, ia sama sekali tidak terlihat merasa terganggu dengan gosip-gosip karyawan tersebut sepanjang langkahnya. "... Nadine." "Nona Nadine!" panggil Kenzo cukup keras pada sekretarisnya yang sejak tadi sudah melamun. "Ah, maafkan saya, Tuan." Wanita itu terkesiap dan segera tersa
Kenzo kemarin baru saja mengatakan untuk merahasiakan ‘hubungan’ mereka dari siapapun. Itu artinya juga termasuk Dalmi di dalamnya, tapi Bitna sudah memberitahunya. Jika Kenzo mengetahui itu, apa yang akan menjadi reaksinya? Sekarang pria itu sudah berdiri di depan pintu, menatap keduanya bergantian menuntut jawaban. Bitna dan Dalmi tidak bisa menyembunyikan ekspresi terkejut mereka dari wajah keduanya. Di dalam kepala mereka, keluar pertanyaan yang sama. Dari mana Kenzo mendengar pembicaraan mereka? “Sa-sayang, kamu sudah datang?” Bitna dengan kaku segera mengalihkan pembicaraan pada Kenzo. ‘Kumohon ikuti saja aku!’ Dalam batin, Bitna berharap Kenzo tidak memperpanjang pembicaraan tadi. “Ya, tentu saja aku harus datang sebentar untuk melihat tunanganku karena aku merindukannya.” Seolah mendengar harapan Bitna, Kenzo mengubah ekspresi wajahnya dan menimpali ucapan Bitna dengan senyum lembutnya. “Aku juga sudah merindukanmu,” balas Bitna. Bitna memang membalas senyuman Kenzo
“Karena pemotretannya akan dimulai, kamu bisa pergi sekarang. Kamu juga pasti sibuk hari ini, tapi terima kasih sudah datang.” Bitna berhenti dan berdiri berhadapan dengan Kenzo, dengan lembut berbicara untuk saling berpamitan. ‘Kamu pasti terkejut dengan kemampuanku, kan?’ Dalam batin, Bitna bersorak puas ketika bisa melihat ekspresi wajah Kenzo yang terkejut? “Aku akan menjemputmu kalau sudah selesai bekerja dan mengajakmu pergi berkencan hari ini.” Bitna kali ini yang menampilkan ekspresi wajah terkejut. “Jangan terlalu terkejut karena sekarang aku adalah tunanganmu,” lanjutnya sembari tersenyum sampai matanya terpejam. “Ba-baiklah,” jawab Bitna gugup. Melihat senyum manis itu, jantungnya berdegup kencang. Cuaca di sekitarnya juga mendadak menjadi semakin panas. “Selama ini kamu sudah bekerja keras, kerja bagus.” Kenzo mengusap kepala Bitna lembut sebelum akhirnya menarik kepala itu dan mendekatkannya pada bibir pria itu, mendaratkan kecupan manis di sana. “Sampai jumpa
Tepat pukul 7 malam, Kenzo sudah berdiri bersandar pada cup mobilnya, di tempat terakhir kali ia menjemput Bitna di hari kencan mereka. Hari ini adalah hari yang disepakati keduanya untuk pergi berkencan seperti biasanya. Tak berselang lama ia menunggu, suara seseorang yang mengobrol dengan Bahasa Korea, terdengar di telinga Kenzo. Mengenali suara tersebut, Kenzo menoleh dan mendapati Bitna yang berjalan bersama Dalmi ke arah mobil van yang terparkir tepat di samping mobilnya. “Hai,” sapa Kenzo setelah mendekat pada mereka, lebih tepatnya pada Bitna. “Bagaimana pekerjaanmu hari ini?” tanya Kenzo pada Bitna sembari merangkul mesra pinggangnya dan mengecup sekilas dahinya. Mendapat perlakuan seperti itu yang tiba-tiba, mengundang semburat merah muda alami di pipi putihnya yang kontras. Mengingat hanya ada mereka bertiga disini, Bitna bergerak gelisah untuk melepaskan diri dari Kenzo. Itu dilakukan demi dirinya sendiri yang terkadang tiba-tiba tidak bisa berpikir rasional di hadapa
“Saat aku menceritakan sedikit tentang tempat wisata di sini tepat di hari pertama kami tiba, ia sangat bersemangat untuk mulai menjelajahi semua tempat wisata. Tapi kini dia bermalas-malasan di atas kasur pada hari liburnya seolah semua yang ia katakan beberapa waktu lalu itu tidak pernah ada.” Dalmi berbicara lewat telpon sambil memperhatikan setiap gerak gerik Bitna lewat celah pintu yang terbuka. “Sungguh? Anak itu yang sangat senang mengenal tempat-tempat baru dan selalu mengeluh karena padatnya jadwal?” tanya seseorang di seberang telpon dengan nada setengah tidak percaya. “Aku mengatakan yang sebenarnya! Kalau tidak percaya, akan ku kirim fotonya.” Dalmi menjauhkan ponselnya dari telinga dan beberapa kali memotret Bitna diam-diam. “Kamu lihat, Yohan?! Aku mengatakan yang sebenarnya!” seru Dalmi setelah memberikan buktinya. “Sebenarnya apa yang terjadi di sana, Dalmi?” tanya Yohan. “Itu akan menjadi cerita yang sangat panjang. Aku tidak bisa membicarakannya di sini bah
“Ken! Kamu datang?” Bitna menyambutnya dengan hangat, setengah berteriak memanggilnya, dan langsung memeluk erat Kenzo yang masih terkejut di depan pintu. “Bitna, siapa yang datang?” Suara Dalmi terdengar, ia sudah keluar dari kamar untuk melihat siapa gerangan tamu yang datang. Sepintas melihat mereka yang berpelukan terlihat akrab dan mesra, tapi Dalmi yang melihat ekspresi wajah Bitna tidak percaya begitu saja. Ia berkeringat dingin dan menahan malu, bertahan dalam posisi tersebut seolah menunggu sesuatu. Ketika Bitna melihat kembali ponselnya yang tidak menampilkan panggilan suara, wajahnya menjadi lega dan tanpa rasa bersalah segera melepas pelukan mereka. Suara deheman Kenzo membuyarkan lamunan Bitna di tengah-tengah itu. Bitna mengalihkan atensi pada Kenzo yang berdiri di depannya dan tanpa aba-aba pipinya memerah, mengingat apa yang terjadi sebelumnya. Ketika berbalik, ia mendapati Dalmi yang sejak tadi masih memperhatikan. “Tidak! Itu … dia tadi Jin menelpon, kebetula
“Halo, siapa ini?” Bitna menjauh sedikit dari Kenzo ketika mengangkat telpon. Bitna berbicara dalam Bahasa Korea, mengetahui jika nomor yang menelponnya adalah nomor orang Korea. Meski sudah menebak siapa gerangan yang menelponnya, ia berpura-pura tidak mengetahuinya untuk berbasa-basi. “Bitna, ini aku, Jin.” Benar saja tebakannya. Mengetahui nomornya sudah berganti, bisa Bitna tebak jika Jin sudah merusak ponselnya, dan ini bahkan belum satu hari sejak mereka terakhir berkomunikasi. “Ya, apa ada yang ingin Anda bicarakan lagi dengan saya, Senior? Padahal belum satu hari kita berkomunikasi. Saya minta maaf karena sedikit sibuk di sini.” Bitna tidak ingin memperpanjang lagi pembicaraan dan langsung memberitahunya secara langsung. “Apa kamu sibuk bersama dengan ‘tunanganmu’ itu?” tanya Jin yang terdengar sangat kentara nada dingin, menunjukkan kecemburuan. Bitna tidak memberikan jawabannya, tapi memberikan tawa kecilnya untuk membenarkan secara tak langsung. Ia melirik sebentar