Share

Bab 7 : Memanfaatkan Atau Dimanfaatkan

“Selamat pagi, Tuan,” sapa salah satu pegawai wanita pada Kenzo yang baru saja datang. 

“Selamat pagi,” balas Kenzo ramah dengan senyumannya sembari berlalu pergi. 

“Tuan Kenzo baru aja jawab sapaan gue!” serunya heboh pada teman yang berjalan di sisinya. 

“Jangan lupa, Tuan Kenzo itu tunangan Bitna yang terkenal itu, gak usah kegeeran!” timpal temannya itu sambil berdecak kesal.  

“I know! Gue seneng aja, akhirnya Tuan Kenzo nunjukkin kehangatannya lagi setelah sekian lama.” Wanita tersebut memberengut kesal. 

“Ya, sejak sahabat baiknya meninggal.” 

Salah satu pasang telinga yang mendengar percakapan mereka, hanya bisa terdiam tanpa berniat menegur atau memberikan respon apapun. Sampai di dalam ruangan, ia sama sekali tidak terlihat merasa terganggu dengan gosip-gosip karyawan tersebut sepanjang langkahnya. 

"... Nadine." 

"Nona Nadine!" panggil Kenzo cukup keras pada sekretarisnya yang sejak tadi sudah melamun. 

"Ah, maafkan saya, Tuan." Wanita itu terkesiap dan segera tersadar, mengatakan permintaan maafnya. 

"Wajah Anda terlihat tidak begitu sehat. Jika sakit, ambillah cuti untuk bersitirahat beberapa hari." Kenzo berbicara sambil membuka salah satu dokumen yang sudah siap di atas mejanya. 

"Ti-tidak, saya hanya kurang beristirahat saja. Saya masih bisa mengatasinya. Ngomong-ngomong, Anda hari ini hanya ada jadwal rapat pukul 2 nanti dan-" 

"Apa itu sangat mendesak dan penting?" tanya Kenzo memotong ucapan Nadine yang belum terselesaikan. 

Nadine terdiam cukup lama sambil memandangi Kenzo yang menunggu jawabannya. Tidak biasanya jika bosnya ini menanyakan kinerjanya. 

"Jika sakit sebaiknya Anda beristirahat, Nona Nadine," ucap Kenzo yang sekali lagi menyadarkan Nadine dari kurang fokusnya. 

"Maafkan saya, saya sedikit cemas karena Anda menanyakan kinerja saya. Sesuai dengan apa yang Anda katakan, jika jadwal masih kosong semua rapat diatur untuk dihadiri oleh Anda langsung." Nadine segera menjelaskan. 

"Kalau begitu atur ulang semua jadwal rapat. Saya hanya akan menghadiri rapat yang sangat penting dan mendesak. Jika tidak terlalu penting, Anda bisa menghadirinya sendiri dan laporkan pada saya setelahnya. Selain itu, tidak ada jadwal penting lainnya, kan?" tanya Kenzo kemudian. 

"Tidak ada," jawab Nadine. 

"Saya serahkan sisanya, Nona Nadine." Kenzo menutup map yang baru dibukanya seraya berdiri dari duduknya. 

"Ta-tapi, tunggu, Tuan Kenzo," cegah Nadine yang begitu terkejut dengan sikap Kenzo yang tak biasanya. 

"Ada apa lagi?" Kenzo berbalik menatapnya dengan pandangan tak suka. 

"Anda akan pergi kemana?" Nadine bertanya balik membuat kernyitan di dahi Kenzo terbentuk. 

"Apa kegiatan saya selain bekerja juga harus diketahui oleh sekretaris saya sendiri?" Nada bicaranya membuat Nadine sedikit takut. 

"A-anda bisa menyerahkan pekerjaan pada saya," timpal Nadine terbata sambil menundukkan kepalanya. 

Selama bekerja dengannya, Nadine sudah terbiasa dengan sikap dingin dan datar Kenzo padanya. Namun,  belakangan sikapnya terasa lebih dingin dan menekan dirinya. Ia masih belum terbiasa dengan sisi itu dan merasa kesal karena mengetahui siapa penyebab dibalik perubahan sikap bosnya itu. Sisi positifnya, Kenzo lebih mempercayai dirinya dengan membebankan semua pekerjaan ini. 

"Pekerjaan yang bagus. Kalau begitu, sekarang mari kita temui tunagan saya, Chakra," perintah Kenzo setelah selesai melihat keseluruhan jadwal pribadi Bitna pada supir pribadi sekaligus tangan kanannya yang ia percayai. 

"Baik, Tuan." Chakra menginjak pedal gas begitu mendengar perintahnya. 

"Pekerjaanmu kali ini adalah mengawasi wanita itu. Bitna akan saya jaga sendiri." Kenzo kembali angkat suara begitu mobil melaju meninggalkan wilayah kantornya. 

"Baik, saya mengerti, Tuan." Sekali lagi jawaban yang sama keluar dari mulut tangan kanannya. 

"Haahh ... Lelah sekali." Helaan napas keluar dari mulut Kenzo dibarengi dengan punggungnya yang ia sandarkan. 

"Tapi lelah Anda akhirnya terbayarkan, Tuan." Tidak ada jawaban dari Kenzo selain sebuah senyum kecil di bibirnya yang tercetak. 

Sementara itu, Bitna berada di ruang make up aktris seorang diri, selesai dirinya dipersiapkan untuk pemotretan hari ini. Ia memandangi ponselnya lekat-lekat seolah menunggu seseorang mengiriminya pesan. Begitu lama ia memandanginya, tapi tidak ada notifikasi apapun yang masuk sehingga membuatnya kesal sendirian. 

"Sialan! Membuat orang kesal saja!" umpatnya sembari membanting ponselnya ke atas meja. 

"Ada apa, Bitna?" tanya Dalmi yang masuk ke dalam ruangan, membawa satu cup kopi dan menyerahkannya pada Bitna. 

"E-eonni, kamu sudah datang? Tidak ada apa-apa," jawab Bitna sedikit gugup seraya mengalihkan diri pada kopi di tangannya. 

"Sering-seringlah memakai tabir surya karena cuaca di sini tidak akan menyerah sampai ini," nasehat Dalmi yang diangguki oleh Bitna. 

Bitna tidak terlalu mengetahui apa-apa saja tentang negara ini. Namun, sejak menginjakkan kaki di negara ini, perasaannya merasa seolah ia pulang ke rumah. Seolah ia sudah pernah menginjakkan kaki ke tempat ini dan sangat mengenalinya. Memang sangat persis seperti ia pulang ke rumah orang tuanya. Apa orang tuanya memang tinggal di Indonesia? 

"Kamu melamun lagi, apa ada yang mengganggumu?" Bitna tampak terkesiap ketika Dalmi menjentikkan jarinya di depan wajahnya. 

"Kenzo, dia sangat menggangguku sejak kemarin," ujar Bitna kesal mengalihkan seluruh atensinya pada Dalmi dari pikiran sekelebatnya yang aneh. 

"Memangnya dia kenapa?" Dalmi bertanya. 

"Dia ... di-dia." Setelah dipikirkan kembali, Bitna mendadak gugup dan malu menceritakannya pada Dalmi, manajernya sendiri, sekaligus sahabat yang sangat ia percayai. 

"Dia kenapa?" tanya Dalmi kembali. 

"Sudahlah! Tidak ada yang menyenangkan untuk diceritakan selain sikapnya yang menyebalkan dan seenaknya saja." Pipinya secara alami memerah mengingat kembali kenangan dirinya dan Kenzo kemarin. 

"Hm ... benarkah? Tapi pipimu mengatakan jika kalian berdua sudah melakukan hal yang memalukan kemarin," kata Dalmi dengan santainya. 

"Pipiku tidak menjawab apapun! Eonni, berhenti menggoda!" bentak Bitna yang semakin salah tingkah. 

"Baiklah-baiklah, aku akan berhenti. Tapi Bitna, satu yang ingin aku katakan padamu. Kamu tidak boleh sampai jatuh hati padanya. Kamu mengerti apa yang aku katakan, kan?" Suasana yang mendadak serius karena ucapan Dalmi membuat Bitna ikut mengubah ekspresi wajahnya. 

"Aku mengerti," timpal Bitna. 

"Jangan menunjukkan ekspresi itu, aku punya kabar baik untukmu," ucap Dalmi sembari menepuk bahu Bitna agar menatapnya. 

"Berkat hubunganmu dengan Kenzo yang sudah terungkap, beberapa brand dan tawaran projek lainnya yang sempat ingin memutuskan kontrak denganmu, mengurungkan niat mereka. Tapi, sepertinya yang berasal dari negara kita masih cukup takut untuk melakukan kerja sama denganmu." Perkataan Dalmi cukup menghibur sekaligus mengecewakan bagi Bitna. 

"Jangan terlalu khawatir, ini masih awal. Kita bisa membuktikan kinerja kita di sini dan negara lainnya pada mereka untuk menarik kembali fans di Korea. Cepat atau lambat, mereka akan kembali padamu. Ini adalah sebuah kesempatan dengan kita bekerja di sini, Bitna." Dalmi kembali berkata sambil tersenyum lembut untuk benar-benar menghibur Bitna yang tampak lebih kecewa. 

'Entah sengaja atau tidak, ini terasa seperti sudah direncanakan.' Di balik senyum itu, Dalmi berkata dalam batinnya. 

"Nikmati saja permainanmu dengannya, tapi jangan sampai kalah. Manfaatkan dia sampai kering karena toh sewaktu-waktu dia juga yang bisa membuangmu. Jadi, kamu yang harus menjadi pemenangnya, mengerti?" tanya Dalmi untuk meyakinkan Bitna. 

"Siapa yang menang dan kalah?" Suara itu membuat keduanya menoleh cepat. 

-

-

-

To be continued 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status