Wuri tersenyum manis, bagaimana dia bisa lupa pada sosok yang terkesan menyepelekan dirinya. Dia tahu bila dirinya mungkin tidak sederajat dengan kedudukan wanita itu, akan tetapi dia tidak menyukai orang yang sombong seperti yang dia lihat ada pada diri Syakela. Sudah banyak hal mengerikan yang dia temui dan dia saksikan bila tengah menjalankan tugas penyelamatan, yang terlihat dalam sebuah bencana adalah betapa lemahnya manusia di hadapan alam yang tidak bersahabat. Tidak ada gunanya semua harta kekayaan, jabatan bahkan kesombongan bila dihadapkan pada kematian! “Ya, saya ingat Anda, tapi maaf, saya harus pergi.” Wuri menjadi tidak peduli, setelah dia ingat bagaimana sikap kaku Syakela saat itu. Akan tetapi, bila memang Zemi dan Syakela adalah pasangan kekasih, maka mereka sangat serasi. Syakela terlihat gusar, menatap kepergian Wuri yang menjauh. Dia tidak tahu bagaimana Zemi bisa mengenal Wuri dan heran kenapa gadis itu berada di kota besar seperti ini. Dia khaw
Wuri mengernyitkan dahi dan menggelengkan kepalanya, lalu berkata, dengan raut wajah tanpa ekspresi. “Tidak, tidak perlu. Maaf ... saya permisi.” “Aku pikir, dia ayahmu!” Tiba-tiba Zemi berteriak keras karena Wuri berjalan sambil meninggalkannya. Perempuan itu terlihat tidak mempedulikannya. Wuri merasa tidak perlu meladeni Zemi yang terlihat jelas ingin mengganggunya. Dia tidak akan terlibat lebih jauh dengan pria yang sudah memiliki kekasih karena tidak ingin ada orang menilainya sebagai wanita penggoda. Akan tetapi, kata ‘ayah’ yang dikatakan Zemi membuatnya penasaran. Ayahnya sudah tiada satu tahun yang lalu, tapi sebab kematiannya dirahasiakan oleh pihak berwenang yang mengurus kematiannya. Orang-orang itu mengaku telah menangani kasus kecelakaan yang menimpa ayahnya. Bahkan Wuri tidak bisa melihat janazahnya karena saat dia pulang, peti mati ayahnya tidak boleh di buka dan harus segera dikebumikan. “Ayahku?” Menurut Wuri ucapan Zemi sedikit lucu sebab mere
Ketika sudah duduk di bangku mobil, Zemi segera menyalakan mesin sambil bertanya, “Aku tahu tempat yang enak untuk sarapan. Gimana kalau kita sarapan di sana sekarang?”Wuri sedikit terkesan dengan perhatian Zemi, tapi di hatinya selalu mengingatkan bahwa dia adalah seorang laki-laki yang sudah memiliki kekasih.“Tapi aku sudah sarapan tadi,” jawab Wuri ramah.‘Sebenarnya, apa maksud semua ini?’ batin Wuri selalu bertanya-tanya dengan tingkah Zemi, serta risih, tidak biasa dekat dengan Zemi.Wuri ingat semuanya yang sempat mereka bicarakan kemarin malam, membuatnya menduga bila Zemi bersikap sebaik ini padanya karena menduga bahwa dirinya adalah anak dari sahabat kakeknya. Akhirnya Wuri menjadi lebih tenang dan menerima Zemi dengan hangat.“Mungkin, lain kali.” Wuri segera memperbaiki jawabannya, agar Zemi tidak terlalu kecewa, dia menolak ajakannya sebanyak dua kali.“Baiklah,” kata Zemi sambil melajukan kendaraannya.Wuri diam, tidak mengatakan di mana
Wuri membatalkan niatnya untuk turun dari mobil, dia kini menghadapkan badannya ke arah Zemi dan menatapnya dengan tatapan serius. Sejenak tatapan mata mereka saling bertemu. Zemi tercengang melihat wajah wanita yang ada di hadapannya, merasakan kesenangan tersendiri saat melihat kilauan mata Wuri tertuju kepadanya.“Iya, menurut kakek, ayahmu pria yang luar biasa.” Zemi berkata dengan lembut, tangannya terulur untuk menghapus sisa air mata di pipi Wuri dan seketika hati gadis itu menjadi hangat.“Apa sebenarnya yang terjadi? Ceritakan padaku.”Mendengar pertanyaan Wuri, Zemi sedikit heran menurutnya, seharusnya gadis itu lebih tahu tentang apa yang terjadi pada ayahnya. Akan tetapi dia tetap akan mengatakan hal yang terjadi menurut cerita kakeknya sebab ini adalah kesempatan untuk bicara dengan Wuri lebih lama.“Waktu itu—“ ucapan Zemi terhenti karena jendela mobilnya tiba-tiba di ketuk oleh orang dari luar yang membuyarkan konsentrasinya bercerita.“
Meminta Restu Zemi bertanya-tanya dalam dirinya sendiri mengapa gadis itu mengenalkan dirinya sendiri sebgai Lawu, jadi siapa sebenarnya dia? Batinnya. Seketika pria itu merasa bodoh karena baru menyadari nama yang diketahuinya selama ini mungkin adalah nama belakang atau sebuah nama depan. Dia tersenyum sebelum akhirnya memacu mobilnya kembali ke arah di mana kantornya berada. Sampai di ruangannya, Zemi duduk di kursi kebesarannya lalu bersandar sambil menyalakan ponsel, menempelkannya ke telinga dan menghubungi Renata—Neneknya. “Nek, aku sudah menemukan perempuan yang akan kunikahi, dan itu bukan Syakela.” Kata Zemi tegas begitu ponsel tersambung. “Apa maksudmu, Zemi?” jawab Renata dari balik telepon. “Aku sudah sering cerita, kan, nek? Soal siapa penolongku, jadi batalkan perjodohanku dengan Syakela sekarang juga.” “Aku tidak mengenal perempuan itu, jadi untuk apa aku harus merestui hubunganmu?” “Nenek, kumohon ... Restui hubunganku dengan
Sementara itu di kantor, Wuri tengah menghadiri pertemuan yang membahas penjadwalan sukarelawan yang bertugas menghibur dan menjaga anak-anak penderita kanker di rumah sakit besar di berbagai kota. Para penderita kanker yang melakukan perawatan selama berhari-hari bahkan berbulan-bulan di rumah sakit, biasanya mendapatkan pelayanan istimewa seperti itu. Mereka membutuhkan perhatian dan penghiburan yang membangkitkan semangat untuk tetap hidup.“Wuri, sesuai jadwal kau akan bertugas selama tiga hari ke depan,” kata seorang pria yang menjadi atasannya. “Baiklah, jadi aku berangkat sekarang kalau begitu.” Wuri menjawab dengan antusias.“Kau semangat sekali. Tugasmu di sana, setelah makan siang,” jawab salah satu rekannya. Wuri hanya tersenyum menanggapinya, dia tergolong pegawai yang rajin. Setiap kali mengajar ekstrakurikuler sekolah, dia selalu datang satu jam sebelum pelajaran dimulai.Wuri pergi ke rumah sakit besar di pusat kota seorang diri. Saat memasu
Wuri mendongak melihat siapa yang memanggil Kemi dan bicara ketus padanya. Jelas dia melihat anak kecil itu ketakutan dan stress karena sesuatu yang dia hadapi sangat menakutkan. “Apa yang anda katakan, Nona? Apa maksud Anda Kemi harus menghadiri acara bersama dengan artisi?” tanya Wuri sambil berdiri dan Kemi berada dalam gendongannya.“Ya,” jawab wanita bertubuh gemuk itu, sambil memandang Wuri dengan tatapan merendahkan.Wuri memandang Kemi sekali lagi, dia merasa bahwa tidak seharusnya anak itu menghadiri sebuah acara bila dalam keadaan terpaksa. Apalagi kondisinya yang masih lemah, atau mungkin kondisi yang lemah pada tubuh Kemi tidak lebih lemah dari mental orang-orang yang membawanya untuk datang.“Apa kalian tidak bisa mencari anak lainnya?” kata Wuri sambil melangkah pergi.“Tapi ....” belum selesai wanita gemuk itu bicara, dua orang kembali mendekat, dialah Syakela dan seorang asisitant pribadinya. Hari itu ada acara penggalangan dana, dalam acara
Mendengar ucapan Syakela, Zemi yang semula tidak memperhatikan semua orang pun menoleh dan mendapati Wuri, sebagai orang yang telah ditunjuk oleh Syakela telah berusaha mencelakai dirinya.“Kau?” kata Zemi hampir tak percaya.Sementara Wuri hanya tersenyum menyeringai seperti mengejek dirinya sendiri, dia memalingkan muka, menutupi rasa kesal.Wuri telah banyak mengalami masa sulit, hidup tanpa orang tua, pekerjaannya menghadapi pergumulan antara hidup dan kematian, serta rasa sakit, lalu apalah artinya sebuah kebohongan yang dikali ini buat oleh seseorang ditujukan padanya. Dia sadar kalau dirinya telah dijebak, dengan jebakan konyol tanpa malu sedikitpun. Ahk ... dia mengabaikannya. Memberi kesenangan dan meluangkan waktu pada anak-anak yang berjuaang mempertahankan hidup, lebih berharga dari pada harus meladeni kebohngan keji yang dibuat nyata untuk memanipulasi seseorang, tanpa tujuan yang jelas. Wuri heran, dengan sikap Syakela sebab mereka tidak memiliki h