LOGINMalam setelah percakapan itu, suasana mansion terasa sedikit berbeda. Masih sunyi, masih megah, masih dingin… tapi bukan lagi dingin yang menusuk hati Aluna seperti dulu. Kali ini, ada sesuatu yang menggantung di udara sesuatu yang nggak bisa ia jelasin dengan kata-kata. Mungkin… harapan kecil?Aluna duduk di balkon kamar sambil memeluk lutut. Langit malam tanpak jernih, bintang mulai bermunculan satu per satu. Di genggaman tangannya, ada secarik kertas kecil yang tadi siang ia temukan di meja kerjanya, diletakkan diam tanpa penjelasan.Tulisan tangan Leonard. Tegas. Rapi. Singkat.> “Jangan takut maju. Tapi jangan terburu-buru lari.”Awalnya Aluna heran. Itu nasihat? Peringatan? Atau mungkin… bentuk cara Leonard bilang ia melihat usaha kecilnya?Tanpa sadar, sudut bibirnya sedikit terangkat sedikit saja.Pagi berikutnya.....Aluna turun ke ruang makan dengan pikiran masih ngambang Ia sempat berhenti karena Leonard sudah ada di sana… dan hey dia nggak pakai jas lengkap seperti biasa.
Malam setelah acara gala itu selesai kini mereka melakukan perjalanan pulang, di dalam mobil itu terasa sunyi. Tidak canggung, tapi lebih seperti… keduanya tenggelam dalam pikiran masing- masing.Aluna masih bisa merasakan hangatnya genggaman halus Leonard saat membantunya turun tangga tadi. CEO dingin itu bahkan sempat memberi isyarat halus agar ia tak terlalu lelah menjawab pertanyaan tamu. Hal-hal kecil… tapi meninggalkan bekas.Sementara Leonard duduk di sisi lain, menatap keluar jendela, rahangnya sedikit mengeras seakan menahan sesuatu yang tak ingin ia akui.Sesampainya di mansion, Andrew langsung berpamitan. “Saya permisi. Kalian bisa istirahat.”Nada suara Andrew terdengar agak menggoda, tapi Leonard hanya melirik dengan malas.Di dalam Mansion itu suasana kembali redup. Aluna melepas sepatu high heelsnya perlahan sambil menghela napasnya lega.“Capek?” suara Leonard terdengar pelan dari belakang.Aluna sedikit terkejut tapi ia tetap mencoba untuk tersenyum. “Lumayan. Aku ngg
Acara gala malam itu digelar megah. Lampu-lampu kristal bergelantungan di langit-langit ballroom, menciptakan pantulan cahaya yang mewah. Musik instrumental mengalun pelan sebagai latar.Begitu Leonard memasuki ruangan bersama Aluna yang berada di sampingnya, ruangan seketika terasa berubah. Para tamu mulai berbisik, beberapa menatap penasaran, sebagian terkejut. Leonard Alvaro Dirgantara, CEO tangguh yang jarang memperkenalkan pendampingnya tiba-tiba muncul dengan seorang wanita yang berjalan begitu tenang di sisinya.Aluna sedikit menggenggam ujung gaunnya agar tak tersandung. Meski tampak anggun, dalam hati ia berulang kali mengingatkan dirinya."Aku hanya memainkan peran... hanya istri kontrak. Jangan berlebihan.gumam Aluna dalam hati.Lamuman Aluna terbuyarkan kala Leonard tiba-tiba menyentuh punggung tangannya secara perlahan agar ia tenang… hati Aluna sedikit bergetar saat merasakan sentuhan hangat Leonard.Disepanjang acara itu Leonard tetap menjaga ekspresi netralnya. Namun t
Sebelum acara gala dimulai, Aluna duduk di depan cermin kamar sambil memandangi gaun yang sudah ia pilih. Sebuah gaun elegan berwarna merah marun sederhana, tapi anggun.Tangan Aluna menyentuh kain lembut itu pelan.Kenapa rasanya deg-degan seperti ini?Aluna mencoba meyakinkan dirinya bahwa ia hanya menjalankan peran istri kontrak, pendamping resmi malam itu, bukan lebih.Namun semakin Aluna mencoba menolak, semakin keras hatinya berbisik:Aku takut… bukan karena harus tampil di depan orang, tapi karena takut berharap lebih pada seseorang yang mungkin tidak pernah benar-benar bisa kumiliki.Pagi harinya, Leonard berdiri di balkon ruang kerjanya sambil memegang ponselnya, Matanya menatap lurus ke halaman Mansion yang luas.Andrew melangkah mendekat ke arah Leonard dengan laporan keuangan mingguan ditangannya tapi langkanya terhenti saat ia melihat ekspresi Leonard.“Tuan apakah ada sesuatu yang terjadi? Anda terlihat… sedikit gelisah pagi ini?” tanya Andrew hati-hati.Leonard menoleh
Sejak awal pernikahan kontrak mereka, Leonard membuat aturan yang jelas:1. Tidak ada kedekatan emosional.2. Tidak mencampuri urusan pribadi.3. Tidak berharap lebih dari peran sebagai “istri formal” di atas kertas.4.Jika ada yang jatuh cinta terlebih dahulu maka pihak yang lain bisa dengan bebas menggugat cerai dan pihak yang satunya tidak boleh menolak.Aluna mengingat jelas bagaimana Leonard menuliskannya dalam dokumen kontrak, bahkan menandatanganinya dengan tatapan dingin tanpa ragu.Namun ia merasa jika belakangan ini… perlahan, satu demi satu, aturan itu mulai retak.Pagi ini, Aluna sedang membaca buku di ruang tamu ketika seorang pelayan perempuan datang menghampirinya sambil membawa beberapa gaun pilihan dari butik ternama.“Nona Aluna, ini pesanan dari Tuan Leonard. Beliau meminta Anda memilih satu untuk menghadiri acara gala malam besok.”Aluna mengerutkan keningnya. “Gala? Aku… ikut?”Pelayan itu mengangguk sopan. “Tuan Leonard mengatakan Anda akan hadir sebagai pendampi
Saat ini Leonard sudah berada di meja makan lebih dulu. Biasanya ia makan sendirian tanpa menunggu siapa pun, tapi kali ini, tatapannya sedikit terarah ke arah tangga… seakan menunggu seseorang muncul.Aluna datang beberapa menit kemudian, ia masih memakai cardigan tipis. Rambutnya sedikit berantakan karena angin pagi dari balkon. Ia sempat ragu ingin duduk di meja itu atau tidak, tapi Leonard tiba-tiba membuka suara.“Duduk,” ucapnya singkat. Nada suaranya tetap tenang, tapi… tidak sekeras kemarin-kemarin.Aluna menarik kursi dan duduk. Tak ada percakapan selama beberapa menit. Hanya suara piring dan sendok yang beradu.Sampai tiba-tiba Leonard bertanya tanpa menatap langsung, “Kamu tidur nyenyak tadi malam?”Aluna sempat berhenti mengaduk tehnya. Itu… terdengar seperti perhatian, bukan perintah.“Lumayan,” jawabnya pelan. “Kamu?”Leonard tidak langsung menjawab. “Sedikit,” katanya akhirnya. “Tapi… lebih tenang.”Aluna meliriknya. Hening yang tercipta kali ini terasa berbeda. Tidak m







