Share

BAB 3

Author: Amanda13
last update Huling Na-update: 2024-12-02 16:58:49

Hari pertama Kirana di tim NextWave telah usai, tapi malam itu kepalanya dipenuhi daftar tugas yang belum selesai. Pagi harinya, Kirana tiba di kantor lebih awal. Ia yakin, untuk mengelola tim dengan baik, ia harus memulai dengan memberikan contoh. Namun, setibanya di sana, suasana kantor sudah lebih sibuk dari yang ia duga.

Amara terlihat asyik mendiskusikan desain antarmuka dengan Johan, sementara Rendy mengetik dengan cepat di laptopnya, ekspresinya serius seperti biasa. Arif, yang tampak ceria, sedang membagi hasil analisis awal kepada Tina. Kirana merasa lega melihat semangat awal ini, tapi ia tahu itu hanyalah permukaan.

“Pagi, Mbak Kirana!” sapa Arif dengan semangat. “Saya sudah menyiapkan laporan kecil untuk analisis kebutuhan klien. Ada beberapa poin yang sepertinya bisa kita tambahkan.”

Kirana tersenyum dan menerima dokumen itu. “Terima kasih, Arif. Kerja bagus.”

Namun, saat ia mulai membaca laporan itu, langkah cepat seseorang terdengar mendekati mejanya.

“Pagi, Kirana,” ujar Adrian tiba-tiba, berdiri di samping meja kerjanya. Semua orang langsung kembali bekerja, seolah berusaha menghindari perhatian.

“Pagi, Pak Adrian,” balas Kirana, mencoba terdengar tenang.

Adrian mengangkat sebuah map cokelat dan meletakkannya di meja Kirana. “Saya butuh Anda dan tim untuk mengevaluasi ulang dokumen ini. Klien meminta revisi pada beberapa fitur yang sebelumnya tidak kami sepakati. Pastikan revisi ini tidak mengganggu jadwal.”

Kirana membuka map itu dan matanya membesar. Revisi yang diminta klien mencakup fitur tambahan yang cukup kompleks. “Apakah mereka memberi tenggat waktu untuk revisi ini, Pak?”

Adrian mengangguk. “Mereka ingin hasilnya dalam waktu dua minggu.”

Dua minggu? Pikiran Kirana langsung berputar, memikirkan bagaimana caranya mengakomodasi perubahan besar ini tanpa menunda deadline utama. “Baik, Pak. Saya akan mendiskusikannya dengan tim hari ini.”

Adrian menatapnya dengan ekspresi sulit ditebak. “Saya harap Anda bisa mengelola ini dengan baik, Kirana. Saya tidak ingin ada alasan.”

Diskusi yang Menegangkan

Kirana memanggil seluruh tim ke ruang rapat kecil. Ia memutuskan untuk langsung memberi tahu mereka tentang perubahan permintaan klien.

“Baik, teman-teman,” Kirana memulai dengan nada serius. “Ada kabar baru. Klien meminta beberapa revisi yang cukup signifikan. Fitur tambahan ini harus diselesaikan dalam waktu dua minggu.”

Semua orang saling bertukar pandang. Johan langsung mengangkat tangan. “Dua minggu? Itu tidak mungkin, Mbak. Kita bahkan belum menyelesaikan struktur utama dari proyek ini.”

“Setuju,” tambah Rendy. “Kalau kita menerima permintaan ini, kita akan keluar dari jalur utama. Ini akan mengacaukan segalanya.”

Kirana mengangkat tangan untuk menenangkan. “Saya mengerti kekhawatiran kalian. Tapi kita tidak punya pilihan. Klien adalah prioritas utama. Saya pikir, jika kita mengatur ulang jadwal dan membagi tugas lebih rinci, kita bisa menyelesaikannya.”

Amara, yang biasanya lebih tenang, tampak ragu. “Tapi ini berarti kita harus bekerja lebih lama. Tim sudah cukup stres dengan deadline awal.”

Kirana menarik napas dalam-dalam. “Saya tahu ini akan sulit. Tapi saya percaya kita bisa melakukannya bersama-sama. Saya juga akan membantu sebanyak mungkin.”

Rendy menghela napas berat, lalu berkata dengan nada skeptis, “Baiklah. Kita lihat saja apakah ini benar-benar berhasil.”

Larut Malam Lagi

Malam itu, Kirana masih di kantornya, mencoba mengatur ulang jadwal proyek. Lampu-lampu kantor mulai mati satu per satu, tetapi ia tetap bekerja.

Pintu kaca tiba-tiba terbuka, dan Adrian masuk dengan map lain di tangannya. “Saya pikir Anda sudah pulang,” katanya sambil berjalan mendekat.

“Saya ingin memastikan semuanya siap sebelum tim mulai besok pagi,” jawab Kirana tanpa menoleh.

Adrian memperhatikan layar laptop Kirana sejenak sebelum berkata, “Anda tahu, Kirana, bekerja terlalu keras tidak selalu berarti hasilnya akan lebih baik.”

Kirana tersenyum kecil. “Saya hanya ingin memastikan tidak ada yang terlewat, Pak.”

Adrian meletakkan map di meja Kirana. “Saya menghargai dedikasi Anda. Tapi ingat, tim Anda juga perlu pemimpin yang tetap sehat. Jangan lupa beristirahat.”

Kirana menatap Adrian, sedikit terkejut dengan nada perhatiannya. “Terima kasih, Pak. Saya akan mengingatnya.”

Saat Adrian pergi, Kirana merasakan perasaan campur aduk. Ada sisi Adrian yang terlihat sangat menuntut, tapi di saat yang sama, ia juga menunjukkan sisi perhatian yang tidak terduga.

Kirana menutup laptopnya dan memutuskan untuk pulang. Ia tahu, tantangan baru ini akan menguji batas dirinya dan tim. Tapi ia juga merasa, semakin banyak ia bekerja dengan Adrian, semakin sulit baginya untuk memisahkan batas profesional dan personal.

Kirana melangkah keluar dari gedung NextWave, dan udara malam yang dingin menyambutnya. Setelah seharian penuh tekanan, pikirannya terus memutar strategi untuk menyelesaikan revisi proyek tanpa mengorbankan kualitas. Namun, bayangan wajah Adrian dan caranya menasihati untuk tidak terlalu keras pada diri sendiri terus muncul.

“Kenapa dia begitu sulit dipahami?” Kirana bergumam, sambil memasukkan tangannya ke dalam saku jaket. Langkahnya melambat ketika ia melewati kafe kecil yang masih buka. Ia memutuskan untuk masuk dan duduk sebentar, mencoba menenangkan pikirannya dengan secangkir cokelat panas.

Hari Kedua: Masalah Mulai Terlihat

Pagi hari di kantor, Kirana menemukan bahwa meskipun timnya berusaha untuk tetap tenang, ketegangan mulai terlihat. Amara terlihat sedikit kelelahan, sementara Johan lebih pendiam dari biasanya.

Saat mereka mulai bekerja, Kirana mendapati pesan dari Tina di aplikasi obrolan kantor:

Tina: Mbak, saya baru tahu kalau salah satu vendor utama kita belum mengirimkan data yang dibutuhkan untuk pengembangan fitur tambahan.

Pesan itu membuat Kirana tertegun. Ia langsung memanggil Tina ke ruangannya.

“Tina, apa yang terjadi dengan vendor itu? Bukankah mereka seharusnya mengirimkan data minggu lalu?”

Tina mengangguk dengan ekspresi menyesal. “Saya sudah menghubungi mereka, Mbak. Tapi mereka bilang ada masalah teknis, dan mereka butuh waktu tambahan untuk mengirimkan data.”

Kirana menekan pelipisnya. “Berapa lama waktu yang mereka butuhkan?”

“Mereka bilang tiga hari lagi.”

Kirana tahu ini adalah masalah besar. Tanpa data tersebut, tim pengembang tidak bisa memulai pekerjaan mereka, yang berarti jadwal akan tertunda lebih jauh. Ia segera memikirkan alternatif, mencoba mencari cara untuk tetap bergerak meski tanpa data itu.

“Tina, tolong hubungi mereka lagi. Pastikan kita mendapatkan data itu secepat mungkin. Kalau perlu, beri mereka tenggat waktu yang lebih ketat. Sementara itu, saya akan berdiskusi dengan tim untuk mencari solusi sementara.”

Diskusi di Ruang Tim

Kirana memanggil semua anggota tim ke ruang kerja bersama. Ia menjelaskan situasi terkait vendor yang terlambat dan meminta masukan.

“Kalau kita menunggu data dari vendor, kita pasti akan tertunda,” kata Johan dengan nada serius. “Tapi saya bisa mencoba membuat simulasi data sementara untuk mengisi kekosongan.”

“Itu ide bagus,” kata Kirana, mencoba memberi semangat. “Simulasi data bisa membantu kita tetap bergerak maju, setidaknya untuk sementara.”

“Masalahnya,” tambah Rendy, “simulasi data hanya akan membantu sampai batas tertentu. Kalau datanya nanti tidak sesuai, kita harus mulai dari awal lagi.”

“Memang ada risiko,” balas Kirana. “Tapi kalau kita tidak melakukan apa-apa sekarang, kerugian waktu akan jauh lebih besar.”

Tim akhirnya setuju untuk mencoba pendekatan simulasi. Kirana merasa lega karena setidaknya ada langkah konkret yang bisa mereka ambil, meski kecil.

Pertemuan Tak Terduga dengan Adrian (Lagi)

Saat siang menjelang, Kirana menerima undangan rapat dadakan dari Adrian. Ia berjalan menuju ruangannya dengan perasaan sedikit was-was.

Adrian langsung menyodorkan dokumen baru saat Kirana masuk. “Saya mendengar ada masalah dengan vendor.”

Kirana menatapnya, bingung bagaimana Adrian bisa tahu begitu cepat. “Ya, Pak. Mereka terlambat mengirim data yang kita butuhkan. Tapi saya sudah meminta tim untuk membuat simulasi data sementara.”

Adrian mengangguk kecil. “Itu solusi yang masuk akal. Tapi saya ingin memastikan Anda memiliki rencana cadangan lain. Dalam proyek sebesar ini, kita tidak bisa hanya mengandalkan simulasi.”

“Tim sedang bekerja keras untuk mencari alternatif lain, Pak. Kami juga terus menekan vendor agar mempercepat pengiriman data mereka.”

Adrian menatapnya tajam. “Bagus. Tapi saya ingin Anda tahu, jika ini gagal, Anda yang pertama akan dimintai pertanggungjawaban.”

Pernyataan itu membuat Kirana merasa terbebani, tetapi ia menatap Adrian tanpa gentar. “Saya mengerti, Pak. Saya akan memastikan ini tidak gagal.”

Adrian mengamati Kirana sejenak sebelum berkata, “Saya menghormati kepercayaan diri Anda, Kirana. Tapi ingat, kepercayaan diri tanpa hasil tidak berarti apa-apa.”

Setelah Adrian selesai berbicara, Kirana keluar dari ruangannya dengan perasaan campur aduk. Tekanan semakin besar, tetapi ia juga merasa semakin terdorong untuk membuktikan dirinya.

Malam yang Sibuk

Malam itu, Kirana kembali bekerja lembur bersama beberapa anggota tim, termasuk Johan dan Arif. Mereka berusaha menyempurnakan simulasi data sambil terus memantau komunikasi dengan vendor.

“Saya rasa simulasi ini cukup mendekati data sebenarnya,” kata Johan sambil menunjukkan hasil kerjanya di layar.

Arif mengangguk antusias. “Kalau kita bisa menyempurnakan algoritma ini, kita mungkin bisa menghemat waktu bahkan setelah data aslinya tiba.”

Kirana tersenyum, merasa bangga dengan kerja keras timnya. “Kerja bagus, kalian. Kita harus terus bergerak maju.”

Saat malam semakin larut, Kirana mendapati dirinya duduk sendirian di ruang rapat, memeriksa ulang semua jadwal dan rencana. Ia merasa kelelahan, tetapi ada sesuatu yang terus mendorongnya untuk tetap maju—sebuah dorongan untuk tidak hanya menyelesaikan proyek ini, tetapi juga membuktikan bahwa ia pantas berada di posisi ini.

Bagaimana menurutmu? Dengan tambahan ini, bab menjadi lebih panjang dan detail. Apakah ada elemen lain yang ingin ditambahkan?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 68

    Setelah sukses memantapkan program Kampung Mandiri, Kirana dan Adrian mulai menyadari pentingnya membangun struktur komunitas yang lebih kokoh. Mereka memutuskan untuk membentuk dewan desa mandiri di setiap desa binaan, yang terdiri dari perwakilan masyarakat, tokoh adat, dan generasi muda.“Kita butuh sistem yang bisa berjalan bahkan tanpa kehadiran kita,” ujar Adrian dalam pertemuan bersama para pemimpin komunitas. “Desa-desa ini harus mampu mengelola dirinya sendiri.”Kirana menambahkan, “Kita hanya menanam benih, tapi akarnya harus tumbuh dari kekuatan komunitas itu sendiri.”Dewan desa ini bertugas mengawasi program-program yang sedang berjalan, memastikan pembagian sumber daya yang adil, dan memberikan pelatihan kepemimpinan bagi anggota baru. Dengan adanya dewan ini, desa-desa binaan menjadi lebih mandiri dalam mengambil keputusan dan menjalankan program mereka.Selain itu, Kirana dan Adrian mulai memperkenalkan konsep keberlanjutan da

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 67

    Setelah keberhasilan Kampung Mandiri di desa percontohan, Kirana dan Adrian mulai menerima undangan dari desa-desa lain yang ingin mengadopsi konsep serupa. Mereka membentuk tim penggerak yang bertugas untuk melatih pemimpin lokal dan memastikan setiap program disesuaikan dengan kebutuhan unik setiap desa.“Kita harus memastikan bahwa setiap desa memiliki kemandirian dalam menjalankan program ini,” kata Adrian dalam sebuah rapat dengan timnya. “Bukan hanya menyalin apa yang sudah kita lakukan, tetapi menciptakan solusi yang benar-benar relevan bagi mereka.”Untuk itu, Kirana dan Adrian memperkenalkan konsep Jembatan Komunitas, sebuah program di mana desa-desa yang telah sukses menjadi mentor bagi desa-desa baru. Program ini memungkinkan pengetahuan dan pengalaman mengalir dari satu komunitas ke komunitas lain, memperkuat rasa solidaritas di antara mereka.“Dengan begini, setiap desa bisa saling mendukung,” jelas Kirana. “Dan kita menciptakan jaringan yang saling menguatkan.”Adrian, y

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 66

    Setelah sukses dengan berbagai inisiatif, Kirana dan Adrian memutuskan untuk melangkah lebih jauh. Mereka meluncurkan proyek baru yang mereka beri nama “Kampung Mandiri.” Proyek ini bertujuan untuk menciptakan komunitas yang sepenuhnya mandiri dalam hal ekonomi, pendidikan, dan lingkungan. “Kita ingin setiap desa bisa menjadi pusat perubahan,” jelas Adrian kepada timnya. “Bukan hanya menjadi penerima bantuan, tetapi juga penggerak bagi desa-desa di sekitarnya.” Sebagai langkah awal, mereka memilih tiga desa percontohan yang memiliki potensi besar namun menghadapi tantangan yang berbeda-beda. Setiap desa diberikan kesempatan untuk menentukan prioritas mereka sendiri, apakah itu pengembangan usaha lokal, pendidikan, atau pelestarian lingkungan. “Kampung Mandiri ini bukan tentang kita,” kata Kirana dalam pertemuan dengan para pemimpin desa. “Tapi tentang bagaimana kalian, sebagai komunitas, mengambil kendali atas masa depan kalian sendiri.”

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 65

    Setelah keberhasilan konferensi pertama Ruang Harapan, Kirana dan Adrian memutuskan untuk memfokuskan tahun berikutnya pada memperkuat jaringan antar komunitas. Mereka percaya bahwa berbagi pengalaman dan praktik terbaik antara desa-desa yang tergabung dalam program akan mempercepat kemajuan secara kolektif.“Kita harus membuat mereka merasa bahwa mereka tidak sendiri,” kata Adrian saat diskusi dengan tim. “Jika satu desa menemukan cara yang berhasil, desa lain juga bisa belajar darinya.”Mereka memulai inisiatif ini dengan mengadakan program pertukaran antar komunitas. Dalam program ini, warga dari satu desa akan mengunjungi desa lain untuk mempelajari cara kerja program mereka. Sebagai contoh, petani kopi dari Desa Asa mengunjungi petani kakao di Desa Citra untuk mempelajari teknik fermentasi yang lebih efisien.Pak Darman, salah satu petani kopi, merasa terinspirasi setelah kunjungan tersebut. “Saya pikir saya sudah tahu segalanya tentang kopi. Tapi ter

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 64

    Setelah berhasil membangun kolaborasi antar-desa dan memperkenalkan program pendidikan digital, Kirana dan Adrian menyadari bahwa fokus berikutnya adalah memastikan ketahanan komunitas dalam menghadapi perubahan global yang terus berkembang. Salah satu tantangan terbesar adalah perubahan iklim, yang mulai memengaruhi pola panen, sumber air, dan kestabilan ekonomi desa.“Kita harus mempersiapkan mereka untuk menghadapi masa depan yang penuh ketidakpastian,” ujar Adrian dalam rapat bersama tim Ruang Harapan. “Ketahanan komunitas adalah kunci.”Langkah awal yang mereka ambil adalah memperkenalkan program pertanian berkelanjutan. Dengan menggandeng para ahli, mereka mengadakan pelatihan tentang penggunaan teknologi ramah lingkungan, seperti irigasi tetes, kompos organik, dan tanaman yang tahan terhadap perubahan cuaca ekstrem.Pak Budi, seorang petani kopi di Desa Asa, menjadi salah satu peserta pertama. “Awalnya saya ragu, tetapi setelah mencoba, saya melihat

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 63

    Setelah melihat dampak signifikan dari program Ruang Harapan di Desa Asa, Kirana dan Adrian mulai merancang langkah untuk menjangkau desa-desa yang lebih terpencil. Mereka sadar bahwa perjalanan ini tidak akan mudah. Infrastruktur yang minim, akses komunikasi yang sulit, dan jarak yang jauh menjadi tantangan besar. Namun, tekad mereka untuk membawa perubahan lebih luas terus membara.“Kita harus percaya bahwa di setiap desa, selalu ada potensi tersembunyi,” kata Adrian saat mempresentasikan rencana ekspansi mereka kepada tim.Desa pertama yang mereka tuju adalah Desa Langkat, yang terletak di perbukitan dengan akses jalan yang rusak parah. Perjalanan ke desa itu memakan waktu hampir sepuluh jam, tetapi setibanya di sana, mereka disambut dengan antusias oleh para warga yang telah mendengar kisah sukses Desa Asa.“Selamat datang di Desa Langkat,” kata seorang pemuda bernama Arga, yang kemudian menjadi perwakilan komunitas setempat. “Kami sudah menunggu kesempatan ini.”Kirana tersenyum.

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status