Home / Romansa / Cinta Dua Sisi / Cahaya yang Hilang

Share

Cahaya yang Hilang

last update Last Updated: 2021-09-27 12:51:34

Aku menatap kosong jendela kamar yang mengarah ke taman belakang rumah indah ini. Rumah asri yang dengan dua lantai dan lima kamar yang luasnya masing-masing seluas  rumahku di kampung.

Dari pertama tiba di sini, aku selalu berdecak kagum melihat sekitar rumah. Megah tapi tak berlebihan. Letak rumahnya bisa dikatakan berada di pusat kota Bandung. Entahlah, meski sudah tiga tahun di kota ini, aku belum begitu hafal tata letak kota ini. Bagaimanapun, aku hanya berlalu lalang di sekitar komplek perumahan asri ini dan palingan hanya ke pasar Kiaracondong untuk belanja kebutuhan dapur.

Aku takpernah berjalan mengintari kota Bandung, kecuali Mba Dita mengajakku untuk menemaninya berbelanja agak jauhan. Itu pun jarang sekali terjadi. Mba Dita lebih senang pergi dengan Mas Arman atau temannya yang modis. Apalagi setelah kehadiran Diva, tentu aku tak bisa leluasa ke mana pun. 

Tetiba nyeri itu kembali menusuk lebih dalam dari yang pernah kurasa. Kupenjamkan mata agar lara itu menepi dan suara teriakan kedua orang yang kuhormati itu lesap. Namun, sedetik pun aku tak bisa menghilangkan tragedi tadi dari benakku. Hidup menggodaku lalu meremukkan nyaliku saat berani mendamba seseorang yang tidak berada dalam takdirku.

"Mi .... " suara Diva terdengar merengek dalam ayunan mencariku. 

Kulangkahkan kaki mendekat. Sedari bayi, Diva selalu tidur bersamaku. Hanya tiga hari Dita mau melihat bayinya setelah dibawa pulang dari rumah sakit. Setelahnya, dia memaksaku untuk membantu mengurus Diva kecil, yang tentu saja kusanggupi segera. Bagaimana bisa aku menolak malaikat cantik ini. 

Aduhai belahan jiwa... betapa aneh nasibmu. Memiliki orang tua lengkap, tapi tak pernah dipeluk Bunda. Semoga kasihku, mampu mengisi harimu, sayangku. Dalam temaram, kubisikkan perlahan tembang cinta untuk putri cantik yang tak kulahirkan tetapi kucintai melebihi jiwaku.

"Tidur lagi ya, Nak. Umi di sini." Kataku lembut. Diva pun kembali terlelap dalam ayunan.

***

Beberapa jam yang lalu.

"Mas, aku sangat mencintaimu, tapi aku juga tak ingin melepasnya."

 

 

Dita berteriak ketika Mas Arman menyentakkan tangannya melepaskan diri dari cengkraman Dita di lengannya.

 

 

"Ak--aku-- Mas, mengertilah."

 

 

Aku masih bisa mendengar Dita memelas di balik dinding ini. Sungguh luar biasa wanita itu, batinku.

 

 

"Kamu, Gila!" Mas Arman balik meneriaki perempuan yang aku tahu sangat dicintainya itu. 

 

 

"Aku tahu. Aku gila, Mas. Aku juga tidak memintamu untuk memaafkanku, tapi aku hanya meminta kamu mengerti perasaanku karena awal dari semua kesalahan ini adalah kamu, Mas. Kamu yang membiarkanku untuk jatuh hati pada lelaki lain, saat harusnya aku memilikimu." 

 

 

Apa maksud Dita? Aku mencoba mendengar dengan seksama dan menempelkan kupingku lebih rapat ke dinding kamar yang menghubungkan kamarku dan kamar mereka.

 

 

"Aap--pa?" Suara Mas Arman terdengar meninggi dan parau menahan kemarahannya.  

 

 

Ooh ... Tuhan, perempuan macam apa yang tega menyakiti lelaki baik hati itu. Lelaki yang sanggup mengorbankan seluruh kehidupannya demi membahagiakan wanita-wanita yang dicintainya. Aku mengurut dadaku yang sesak, mungkinkah aku penyebab keretakan hati mereka?

 

 

Air mataku menganak sungai di pelupuk mata. Takpernah kubayangkan kehidupan keduanya akan sekacau ini.

 

 

Buntutnya, Mas Arman pergi setelah membanting pintu rumah dengan kasar. Hal yang tidak pernah terjadi dalam pernikahan mereka. Biasanya rumah ini terlalu tenang. Mba Dita sibuk dengan dunianya, sedangkan Mas Arman setiap pulang kantor, langsung istirahat setelah sebelumnya bermain sejenak dengan Diva. Namun, kali ini rumah terasa asing dan mencekam. 

 

 

Waktu sudah menunjukkan pukul 10.00 malam, tapi Mas Arman brlum juga kembali. Mbak Dita juga masih mengurung diri di kamarnya. 

 

 

Aku tak berani menggedor pintu kamar mereka, meski aku tahu Mbak Dita belum menyentuh nasi dari tadi siang. Kebingungan semakin menyergapku. Haruskah aku menelpon Mas Arman dan mengabarkan tentang Mba Dita? Namun, aku sendiri tidak tahu kondisi Mas Arman saat ini. Aku terpaku di depan pintu kamar mereka, ketika tiba-tiba sebuah benda terdengar jatuh terpelanting dari ruang tamu rumah mereka dan meninggalkan gema yang melengking.

 

 

Mas Armankah yang sudah pulang? Akan tetapi, takada suara mobil yang diparkirkan? Atau kah maling? Aku tak bisa menerka, sedangkan tubuhku menegang seiring langkah kaki yang mendekat.

 

***

 

Lanjut ke chapter selanjutnya  ya!  Jangan lupa tinggalkan jejak dan subcribe ya. Untuk mengenal lebih dekat Author nya bisa tinggalkan pesan ya.

 

Terima kasih, dan semangat berkarya.

 

Salama sayang penuh cinta dari bumi Serambi Mekkah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Dua Sisi   Doa dan Bisikan Iblis

    Pintu kamar kubuka sangat perlahan, hingga deritnya pun tak disadari dersik yang bertebaran mengantarkan indurasmi dari celah yang jendela balkon lantai dua menghadap kamarku.Ketika pintu terbuka, Aku tersenyum malu atas harapku yang tak patut. Kulihat lelaki bersahaja itu tertidur lelap di atas dipan kamarku yang kupakaikan seprai berwarna hijau lumut dengan lukisan bunga melati kecil bertebaran di sisi kaki tempat tidur. Menawan. Sama seperti Mas Arman yang terlelap sambil mendekap Diva kecil.Tuhan, andai saja mereka milikku, tak kan kusiakan keduanya dengan hal lain. Aku rela. Sungguh ikhlas dada ini, jika saja Mas Arman akan berlari padaku. Sayangnya, ini hanya harapku semata.Kuangkat tubuh mungil Diva, hendak kupindahkan kembali keayunan. Kulepaskan tangan Mas Arman yang mengintar erat gadis kecilnya. Namun, saat kulitnya tersentuh jemariku, aku seperti memegang bara yang membakar cakrawala. Panas. Tubuh Mas Arman sangat panas. Mungkinkah ini diakibatkan luka yang membaluri d

  • Cinta Dua Sisi   Curhat yang Tak Pernah Sampai 2

    POV ARMAN Kubanting pintu kamar dengan keras hingga bunyinya menggelegar bagai petir di siang bolong. Aku benar-benar tak menyangka dan tertipu dengan keceriaannya. Lima tahun mengarungi biduk ini bersama, ternyata aku tidak pernah benar-benar mengenalinya. Meskipun pernikahanku karena pertemuan tanpa disengaja, aku kira, aku mengenalnya. Aku kira cinta bisa datang dengan sendirinya dan mengalahkankan perbedaan yang ada. Nyatanya, bullshit. Takada yang benar-benar tulus. Sakit ... sungguh perih yang menghujam durja, saat kau mempercayainya, tapi dibalas pengkhianatan. Saat kau merasa istimewa, tapi dia menganggap tiada.Malam ini begitu dingin. Mobilku melaju dengan kencang membelah cahaya malam kota Bandung yang tak pernah sepi. Melewati jalanan padat hingga tiba di penghujung simpang jalan Batununggal melewati pasar kordon kujangsari. Aku ingin melarikan diri, jauh dari tekanan perih yang kautabur hingga tanpa kusadari sebuah cahaya menyilaukan mengusik mataku dan sebuah tabrakan t

  • Cinta Dua Sisi   POV Dita : Curhat yang Tak Pernah Sampai

    "Mas, aku mencintaimu tapi aku tak bisa melepasnya!"Aku berteriak pada Arman dan kulihat duka di matanya, sama seperti di mataku yang mungkin tak bisa dia baca.Mungkin Mas Arman pikir, ini mudah bagiku, tapi dia salah. Aku juga berjuang untuk jujur padanya. Ini bukan perihal mudah. Tidak baginya, pun bagiku. Dia bahkan tidak bertanya siapa lelaki itu? Apa sebegitu tak pentingnya keberadaanku di hatinya? Aku hanya bisa menenggelamkan kepalaku di bawah bantal guling ini menahan hati yang tak baik-baik saja.Mas Arman pergi sebelum sempat kujelaskan kenapa aku menyalahkannya atas pilihanku. Awalnya aku hanya ingin dia mengerti, dan bertanya siapa lelaki itu. Aku ingin dia peduli padaku dan memintaku kembali dengan tulus seperti dulu. Aku ingin merasakan kembali cinta menggelora untukku di matanya. Kenyataannya, Mas Arman berlalu dengan membawa kemarahannya yang tersulut bagai api di netranya. Aku kehilangan cinta Mas Arman, dan semua harap

  • Cinta Dua Sisi   Sesat dalam Siasat

    Langkah kaki itu terdengar begitu nyaring. Memekakkan telinga yang dihuni kesunyian malam yang tenang. Bulu romaku bergidik ngeri, mungkinkah ada maling di rumah ini?Aku hendak berbalik dan bersembunyi di kamarku yang hanya berjarak beberapa meter dari tempat kuberdiri terpaku, ketika aku bisa mengendus harum tubuh yang sangat kukenal.Mas Arman,hatiku berucap syukur. Ketakutan yang sebelumnya menghantui, seketika sirna.Mas Arman berjalan dengan berat dan kepayahan. Kakinya telah ditopang oleh sebuah balutan gips dengan satu tongkat penyangga."Ya Allah, Mas. Kenapa ini?" pekikku terkejut dan cemas.Lelaki yang sampai sekarang masih bertahta di hatiku meski telah tiga tahun berlalu dan waktu tak jua menyembuhkan harapku yang gila ini, terlihat kuyu dan redup.Dia hanya berjalan melewatiku tanpa melihat betapa parasku begitu pucat dan khawatir. Dibukanya pintu kamar dengan

  • Cinta Dua Sisi   Cahaya yang Hilang

    Aku menatap kosong jendela kamar yang mengarah ke taman belakang rumah indah ini. Rumah asri yang dengan dua lantai dan lima kamar yang luasnya masing-masing seluas rumahku di kampung.Dari pertama tiba di sini, aku selalu berdecak kagum melihat sekitar rumah. Megah tapi tak berlebihan. Letak rumahnya bisa dikatakan berada di pusat kota Bandung. Entahlah, meski sudah tiga tahun di kota ini, aku belum begitu hafal tata letak kota ini. Bagaimanapun, aku hanya berlalu lalang di sekitar komplek perumahan asri ini dan palingan hanya ke pasar Kiaracondong untuk belanja kebutuhan dapur.Aku takpernah berjalan mengintari kota Bandung, kecuali Mba Dita mengajakku untuk menemaninya berbelanja agak jauhan. Itu pun jarang sekali terjadi. Mba Dita lebih senang pergi dengan Mas Arman atau temannya yang modis. Apalagi setelah kehadiran Diva, tentu aku tak bisa leluasa ke mana pun.Tetiba nyeri itu kembali menusuk lebih dalam dari yang

  • Cinta Dua Sisi   Damba yang Tak Patut

    Bayangan Bapak masih menari indah di pelupuk mata hingga membuat netraku memanas dan hatiku tercekat. Tak dapat kuuraikan betapa ragaku remuk.Tiga tahun lalu, aku menetap di kota kembang ini. Membawa segala laraku yang tak pernah berujung. Tentang sesal yang tiada berakhir meski payung payoda kota ini sungguh menenangkan. Bapak ... aku ingin bercerita seperti ketika aku terjatuh saat mencoba mendayung sepeda butut pertama dan terakhirku darimu. Lalu,rengkuhmu setelahnya menguatkanku kembali untuk tidak menyerah meski terjatuh.Aku tak mampu menahan sesegukanku hingga memecah kesunyian dari jejak yang telah ditinggal malam. Saat sarayu mencumbu pipiku perlahan, dingin menjalar seluruh tubuhku dan bergetarlah perih yang masih bernanah di sanubari. Sedang embun masih berdermaga di sana tanpa mengusik meski menetap.Bayangan kejadian dua jam yang lalu masih menghantuiku. Selama aku di sini, tak pernah sekalipun aku mendengar Mas

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status