Home / Romansa / Cinta Dua Sisi / Damba yang Tak Patut

Share

Damba yang Tak Patut

last update Last Updated: 2021-09-27 12:44:51

Bayangan Bapak masih menari indah di pelupuk mata hingga membuat netraku memanas dan hatiku tercekat. Tak dapat kuuraikan betapa ragaku remuk.

Tiga tahun lalu, aku menetap di kota kembang ini. Membawa segala laraku yang tak pernah berujung. Tentang sesal yang tiada berakhir meski payung payoda kota ini sungguh menenangkan. Bapak ... aku ingin bercerita seperti ketika aku terjatuh saat mencoba mendayung sepeda butut pertama dan terakhirku darimu. Lalu, rengkuhmu setelahnya menguatkanku kembali untuk tidak menyerah meski terjatuh.

Aku tak mampu menahan sesegukanku hingga memecah kesunyian dari jejak yang telah ditinggal malam. Saat sarayu mencumbu pipiku perlahan, dingin menjalar seluruh tubuhku dan bergetarlah perih yang masih bernanah di sanubari. Sedang embun masih berdermaga di sana tanpa mengusik meski menetap.

Bayangan kejadian dua jam yang lalu masih menghantuiku. Selama aku di sini, tak pernah sekalipun aku mendengar Mas Arman berteriak pada Mbak Dita. Begitu pun sebaliknya. Kehidupan mereka membuatku merasa aneh dan heran. Tercipta dari apa hati keduanya? Setiap masalah bisa diselesaikan dengan senyum. Seringnya Mas Arman mengalah ketika Mbak Dita merajuk menghadapi tingkah polah bayi mereka yang sudah berumur 2 tahun 3 bulan itu. 

Mas Arman selalu berusaha menenangkan badai di mata Mbak Dita saat bersitatap dengan Diva, bayi mereka. Ntah kenapa, Mbak Dita seakan tidak bisa menerima kenyataan bahwa telah menjadi seorang ibu muda.  Awalnya, semua berpikir mungkin Baby Blues Syndrome. Namun setelah, enam bulan berlalu, dan takada yang berubah dengan sikap Mbak Dita, Mas Arman menyadari, istrinya tidak sakit tapi tidak siap menjadi seorang ibu.

Parahnya, Mbak Dita tidak mau menyusui Diva. Katanya risih ketika puting susunya disentuh oleh mulut bayi. Mas Arman pun memakluminya, meski Ibu Mas Arman kemudian mencak-mencak dengan kelakuan Mbak Dita.

"Lah, kok, punya anak tak disusui. Anak manusia mau diubah jadi anak lembu apa?" sergah Bude Lastri saat menginap kala itu, menunggu Diva yang demam setelah diimunisasi.

Dita hanya berdiam diri dan tidak juga membantah omongan ibu mertuanya. Hatinya begitu tenang dan tak goyah. Dia hanya memutuskan untuk tidak menganggap Diva ada. Padahal, saat hamil Dita sangat menginginkan dan mencintai fetus yang tumbuh di rahimnya. Akan tetapi, setelah Diva lahir, semua berubah.

Sepertinya Tuhan ingin mengujiku atau hendak memberkahiku dengan kehadiran Diva. Mba Dita menyerahkan semua tanggung jawabnya terhadap Diva padaku. Iya, Diva sepenuhnya milikku, dalam arti kata akulah ibu sambungnya yang mengurus segala keperluannya tanpa campur tangan Diva.

Mas Arman awalnya tentu tidak setuju, tapi Mbak Dita berkata, bukankah tujuanku diajak ikut ke Bandung memang untuk membantunya menjaga bayi yang dilahirkannya? Aku pun meneguhkan hati Mas Arman dengan putusan itu. Aku tidak apa-apa. Aku berjanji akan sepenuhnya menyayangi Diva seperti anakku sendiri.

Benar, aku kembali jatuh cinta pada pandangan pertama. Kali ini pada kembaran Mas Arman. Diva yang mungil dan berkulit putih berseri dengan mata dan bibir yang mirip ayahnya. Siapa pun akan dengan mudah mencintainya, kecuali Mbak Dita.

Semula semua tampak sempurna. Kehadiran Diva semakin mendekatkanku dengan lelaki yang telah bertahta di hatiku. Mas Arman terkadang mengajakku belanja keperluan Diva kecil, tentu setelah sebelumnya mengajak Mbak Dita yang ditolak dengan gelengan dan alasan ada kegiatan kantor yang lebih mendesak oleh Mbak Dita. Sekali, dua kali, hingga berkali-kali ditolak, membuat Mas Arman memutuskan cukup mengajakku dan Diva jika ingin membeli sesuatu untuk Diva. 

Keadaan ini membuatku sangat bahagia tanpa disadari Mas Arman. Aku terlanjur jatuh hati. Andai saja Mas Arman lebih peka, aku akan mengangguk jika dia bertanya. Aku sesaat lupa, ada Mbak Dita sebagai Ratu di hati Mas Arman. Aku mungkin bahkan bukan dayang-dayang di mata Mas Arman, apalagi permaisuri dan selir. Namun, love is blind. Aku tidak peduli.  Aku sangat menikmati berperan sebagai ibu Diva. Apalagi kala Diva memanggilku Umi dan Mbak Dita, Bunda. 

Hingga, teriakan Mbak Dita tadi, menyadarkanku bahwa betapa kehidupan rumah tangga mereka  sedang tak baik-baik saja. Mas Arman terlalu terlena dengan kehadiran Diva hingga abai pada kebutuhan Mbak Dita. Mas Arman yang biasanya selalu memanjakan Mbak Dita sebagai suami yang sempurna bertranformasi menjadi seorang ayah yang mempesona. Sedangkan Mbak Dita yang merasa terasing ternyata melampiaskan unegnya pada seorang lelaki yang begitu perhatian padanya. Yang memahaminya seperti Mas Arman di masa lalu. 

 

 

 

Nantikan kelanjutannya di chapter selanjutnya yang mendebarkan ya. Akankah Mas Arman  menyadari rasa cintaku padanya dan apa yang terjadi pada Cinta mba Dita mas Arman selanjutnya?

 

Temukan kelanjutan kisahnya pada chapter selanjutnya yang makin membuat hati deg-deg serr😊

 

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Dua Sisi   Doa dan Bisikan Iblis

    Pintu kamar kubuka sangat perlahan, hingga deritnya pun tak disadari dersik yang bertebaran mengantarkan indurasmi dari celah yang jendela balkon lantai dua menghadap kamarku.Ketika pintu terbuka, Aku tersenyum malu atas harapku yang tak patut. Kulihat lelaki bersahaja itu tertidur lelap di atas dipan kamarku yang kupakaikan seprai berwarna hijau lumut dengan lukisan bunga melati kecil bertebaran di sisi kaki tempat tidur. Menawan. Sama seperti Mas Arman yang terlelap sambil mendekap Diva kecil.Tuhan, andai saja mereka milikku, tak kan kusiakan keduanya dengan hal lain. Aku rela. Sungguh ikhlas dada ini, jika saja Mas Arman akan berlari padaku. Sayangnya, ini hanya harapku semata.Kuangkat tubuh mungil Diva, hendak kupindahkan kembali keayunan. Kulepaskan tangan Mas Arman yang mengintar erat gadis kecilnya. Namun, saat kulitnya tersentuh jemariku, aku seperti memegang bara yang membakar cakrawala. Panas. Tubuh Mas Arman sangat panas. Mungkinkah ini diakibatkan luka yang membaluri d

  • Cinta Dua Sisi   Curhat yang Tak Pernah Sampai 2

    POV ARMAN Kubanting pintu kamar dengan keras hingga bunyinya menggelegar bagai petir di siang bolong. Aku benar-benar tak menyangka dan tertipu dengan keceriaannya. Lima tahun mengarungi biduk ini bersama, ternyata aku tidak pernah benar-benar mengenalinya. Meskipun pernikahanku karena pertemuan tanpa disengaja, aku kira, aku mengenalnya. Aku kira cinta bisa datang dengan sendirinya dan mengalahkankan perbedaan yang ada. Nyatanya, bullshit. Takada yang benar-benar tulus. Sakit ... sungguh perih yang menghujam durja, saat kau mempercayainya, tapi dibalas pengkhianatan. Saat kau merasa istimewa, tapi dia menganggap tiada.Malam ini begitu dingin. Mobilku melaju dengan kencang membelah cahaya malam kota Bandung yang tak pernah sepi. Melewati jalanan padat hingga tiba di penghujung simpang jalan Batununggal melewati pasar kordon kujangsari. Aku ingin melarikan diri, jauh dari tekanan perih yang kautabur hingga tanpa kusadari sebuah cahaya menyilaukan mengusik mataku dan sebuah tabrakan t

  • Cinta Dua Sisi   POV Dita : Curhat yang Tak Pernah Sampai

    "Mas, aku mencintaimu tapi aku tak bisa melepasnya!"Aku berteriak pada Arman dan kulihat duka di matanya, sama seperti di mataku yang mungkin tak bisa dia baca.Mungkin Mas Arman pikir, ini mudah bagiku, tapi dia salah. Aku juga berjuang untuk jujur padanya. Ini bukan perihal mudah. Tidak baginya, pun bagiku. Dia bahkan tidak bertanya siapa lelaki itu? Apa sebegitu tak pentingnya keberadaanku di hatinya? Aku hanya bisa menenggelamkan kepalaku di bawah bantal guling ini menahan hati yang tak baik-baik saja.Mas Arman pergi sebelum sempat kujelaskan kenapa aku menyalahkannya atas pilihanku. Awalnya aku hanya ingin dia mengerti, dan bertanya siapa lelaki itu. Aku ingin dia peduli padaku dan memintaku kembali dengan tulus seperti dulu. Aku ingin merasakan kembali cinta menggelora untukku di matanya. Kenyataannya, Mas Arman berlalu dengan membawa kemarahannya yang tersulut bagai api di netranya. Aku kehilangan cinta Mas Arman, dan semua harap

  • Cinta Dua Sisi   Sesat dalam Siasat

    Langkah kaki itu terdengar begitu nyaring. Memekakkan telinga yang dihuni kesunyian malam yang tenang. Bulu romaku bergidik ngeri, mungkinkah ada maling di rumah ini?Aku hendak berbalik dan bersembunyi di kamarku yang hanya berjarak beberapa meter dari tempat kuberdiri terpaku, ketika aku bisa mengendus harum tubuh yang sangat kukenal.Mas Arman,hatiku berucap syukur. Ketakutan yang sebelumnya menghantui, seketika sirna.Mas Arman berjalan dengan berat dan kepayahan. Kakinya telah ditopang oleh sebuah balutan gips dengan satu tongkat penyangga."Ya Allah, Mas. Kenapa ini?" pekikku terkejut dan cemas.Lelaki yang sampai sekarang masih bertahta di hatiku meski telah tiga tahun berlalu dan waktu tak jua menyembuhkan harapku yang gila ini, terlihat kuyu dan redup.Dia hanya berjalan melewatiku tanpa melihat betapa parasku begitu pucat dan khawatir. Dibukanya pintu kamar dengan

  • Cinta Dua Sisi   Cahaya yang Hilang

    Aku menatap kosong jendela kamar yang mengarah ke taman belakang rumah indah ini. Rumah asri yang dengan dua lantai dan lima kamar yang luasnya masing-masing seluas rumahku di kampung.Dari pertama tiba di sini, aku selalu berdecak kagum melihat sekitar rumah. Megah tapi tak berlebihan. Letak rumahnya bisa dikatakan berada di pusat kota Bandung. Entahlah, meski sudah tiga tahun di kota ini, aku belum begitu hafal tata letak kota ini. Bagaimanapun, aku hanya berlalu lalang di sekitar komplek perumahan asri ini dan palingan hanya ke pasar Kiaracondong untuk belanja kebutuhan dapur.Aku takpernah berjalan mengintari kota Bandung, kecuali Mba Dita mengajakku untuk menemaninya berbelanja agak jauhan. Itu pun jarang sekali terjadi. Mba Dita lebih senang pergi dengan Mas Arman atau temannya yang modis. Apalagi setelah kehadiran Diva, tentu aku tak bisa leluasa ke mana pun.Tetiba nyeri itu kembali menusuk lebih dalam dari yang

  • Cinta Dua Sisi   Damba yang Tak Patut

    Bayangan Bapak masih menari indah di pelupuk mata hingga membuat netraku memanas dan hatiku tercekat. Tak dapat kuuraikan betapa ragaku remuk.Tiga tahun lalu, aku menetap di kota kembang ini. Membawa segala laraku yang tak pernah berujung. Tentang sesal yang tiada berakhir meski payung payoda kota ini sungguh menenangkan. Bapak ... aku ingin bercerita seperti ketika aku terjatuh saat mencoba mendayung sepeda butut pertama dan terakhirku darimu. Lalu,rengkuhmu setelahnya menguatkanku kembali untuk tidak menyerah meski terjatuh.Aku tak mampu menahan sesegukanku hingga memecah kesunyian dari jejak yang telah ditinggal malam. Saat sarayu mencumbu pipiku perlahan, dingin menjalar seluruh tubuhku dan bergetarlah perih yang masih bernanah di sanubari. Sedang embun masih berdermaga di sana tanpa mengusik meski menetap.Bayangan kejadian dua jam yang lalu masih menghantuiku. Selama aku di sini, tak pernah sekalipun aku mendengar Mas

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status