Alwi sedang tiduran di kasurnya. Setelah memastikan asetnya tidak apa-apa, dia memutuskan untuk istirahat. "Sial! Kenapa sih, aku seringnya sial kalau ketemu itu cewek. Awas saja, akan kubalas dia. Pasti akan kubalas."Tiba-tiba ponsel Alwi berdering, Alwi ingin tak mengangkatnya tapi akhirnya dia angkat juga. Setelah menjawab salam, dia langsung saja to the point pada si penelepon."Ada apa, Mbak?""Cuma mau ngasih tahu, beberapa kontrakmu dibatalkan termasuk yang kamu mau jadi pemeran utama film yang syuting di Beijing.""Bukannya emang produksinya juga bermasalah kan?""Emang. Makanya kamu harus bersyukur gak perlu bayar pinalti termasuk pelanggaran beberapa kontrak iklan.""Oh.""Hanya 'oh' saja tanggapanmu? Padahal kamu hampir aja mematikan mata pencaharianku."Alwi hanya diam saja tak berkomentar. Mita yang sudah menyerah pada Alwi akhirnya memberikan ultimatumnya"Terserah kamu. Masa kerja kita hanya tinggal enam bulan lagi sesuai kontrak. Aku udah gak akan nyariin kontrak apa
[Kapan kamu balik? Cepatlah balik. Banyak kerjaan yang sudah menunggu. Profesional dong, Wi! Kamu jangan gegayaan sok terkenal. Kamu tuh belum jadi apa-apa. Jangan belagu!][Awalnya aku seneng kerjasama sama kamu. Tapi kalau endingnya gini, mending aku gak nerbitin kamu loh, Wi][Bukan cuma kamu yang butuh duit. Aku juga. Aku harus kasih makan anakku. Please lah. Udah banyak yang aku lakuin buat ngurusin ego kamu. Oke sekali dua kali, itu gak masalah. Berulang kali ... sama aja bunuh diri][Kalau kamu masih anggep aku manajermu, jawab aku. Kalau gak bisa, anggap aku sahabat kamu. Kalau gak juga, anggap ini permintaan seorang janda yang lagi nyari duit buat makan!]Pesan dari sang manajer sedikit membuat Alwi merasa tak enak. Jujur saja, Alwi harus berterima kasih pada sang manajer. Karena wanita itu, Alwi menemukan passion dia. Alwi juga bisa membantu perekonomian sang manajer. Alwi pun bisa mendapat banyak uang. Uang yang ingin Alwi gunakan untuk masa depan bersama Galuh.Tapi ... se
Salah satu hal yang Alfa sukai jika Zahra sedang menginap adalah Fairuz akan lebih banyak waktu main sama Zahra jadi dia bisa lebih banyak main sama Galuh. Terutama bermain saat malam hari. Tanpa takut ketahuan dan bisa nambah berulang.Namun kali ini ada yang berbeda dengan sang istri. Biasanya jika selesai bercinta, Galuh hanya akan membersihkan diri lalu tidur. Tapi kali ini ada yang aneh, setelah membersihkan diri, yang dilakukan Galuh adalah ngemil. Ya, ngemil jajanan yang tadi sore dibeli di minimarket."Kamu laper banget apa?""Iya Mas. Rasanya pengen makan terus," jawab Galuh sambil sesekali mengunyah kuaci."Mau tak bikinin makanan? Mie instan, mie goreng atau nasi goreng? Sesuatu yang bikin kamu kenyang. Dari pada ngemil gitu, nanti gak kenyang.""Moh. Maunya ini aja.""Oh begitu. Ya udah, mas tak bikin mie goreng dulu deh.""Oke."Alfa pun keluar kamar dan segera menuju ke dapur. Galuh sendiri tetap bertahan di kamar. Dia ingin rambutnya kering dulu sebelum keluar kamar. Be
"Loh, Tifah. Sejak kapan di sini?" tanya Bu Nyai Khomsah. "Mas Baihaki mana, Mbak?" bukannya menjawab pertanyaan, Bu Nyai Latifah malah bertanya tentang keberadaan sang kakak. "Masih ngobrol sama Pak Subandi tadi.""Alfa mana?""Mampir ke minimarket, si Fay minta jajan. Masih pada di sana mungkin.""Haish."Bu Nyai Latifah kesal. Dia memilih kembali duduk di sofa ruang tamu dan menunggu sang kakak. Setengah jam kemudian, sang kakak akhirnya pulang. "Mas! Njenengan kemana saja sih? Lama bener ngobrolnya. Gak tahu apa aku sudah nunggu dari tadi.""Ya maaf. Habis tadi ngobrol urusan ngaspal jalan desa, makanya lama bahasnya," jawab Kyai Baihaki lembut. Kyai Baihaki kemudian duduk di sebelah sang adik. "Ada apa?""Alwi.""Alwi?"Bu Nyai Latifah lalu mengeluarkan semua unek-uneknya. Kyai Baihaki menyimak saja tanpa menyela. Begitu sang adik sudah mengutarakan semua yang dia ingin ucapkan, respon Kyai Baihaki hanya berupa helaan napas saja. "Lah kok gak ngomong sih Mas? Komen apa git
"Kamu dari mana?" cecar Bu Nyai Latifah ketika sang putra baru saja masuk. Tapi Alwi tak langsung menjawab. Dia malah memilih menuju ke ruang tengah, duduk di sofa dan langsung berjibaku dengan ponsel. Bu Nyai Latifah tentu saja marah. Sang putra bukannya menjawab malah mengabaikannya. "Dari rumah Alfa, kan? Kamu mencoba menemui anak haram jadah itu lagi?" Suara Bu Nyai Latifah meninggi."Umi! Jangan sebut dia anak haram. Dia punya ayah dan ibu. Dan kalau Umi lupa, ayahnya Galuh termasuk keturunan Arab yang punya status tinggi. Mungkin lebih tinggi dari status Umi atau Abah.""Tapi ibunya wanita kotor. Jelek. Sama kayak Galuh.""Umiiii! Ibunya wanita baik-baik. Malah lebih baik dari Umi. Buktinya dia wanita baik, abanya Galuh tetep setia nungguin. Bahkan nerima lagi meski muka istrinya udah kayak gitu. Gak kayak Abah.""Maksud kamu apa? Abahku itu laki-laki baik?""Umi yakin?" "Tentulah."Alwi tertawa. "Terus wanita bernama Indira, itu siapa ya?"Mimik wajah Bu Nyai Latifah langsun
"Alwi masih gangguin kamu?" tanya Alfa yang sedang mengancing kancing kokonya. "Iya, Mas. Selama dua hari, aku selalu ketemu dia di mana pun. Di sekolah, kantor, pondok, bahkan rumah ini," keluh Galuh. "Masa? Apa dia gak malu gitu? Kelakuannya dilihat orang lain?""Entahlah. Buktinya dia kelihatan santai aja sampai ngomong ke orang lain kalau aku calon istrinya. Gila banget loh, Mas. Sampai do'ain kita cerai. Gak peduli ada Abah sama Umi, bahkan di depan para Mbak Ndalem, Gus Alwi selalu goda aku, Mas. Di pondok, di sekolah juga sama. Sampai aku malu dan takut. Dikiranya aku yang keganjenan."Alfa terlihat menghela napas. "Nanti Mas coba ngomong sama dia.""Gak mempan kayaknya, Mas. Jujur aku risih banget. Makanya hari ini, aku memilih di kamar saja. Seharian. Urusan Fairuz, aku percayakan sama Zahra. Antar jemput dia di Bimba, ngaji, main, pokoknya semua diurus sama Zahra. Makanan Abah sama Umi diurus sama mbak dalem. Urusan sekolahan dan pondok aku cuma bergerak di belakang layar.