Share

Bab 5

Author: Dynasty
Kepala Maria seketika kosong, wajahnya memerah karena dicekik, hingga dia mulai sesak napas.

“Kamu… bilang… apa? Aku… tidak mengerti…”

Kemarahan Arhan sudah sampai puncak, kepalan jemarinya semakin erat. Saat Maria hampir pingsan karena kekurangan oksigen, sebuah suara menyeruak dari belakang Arhan.

“Paman, jangan salahkan Nona Maria!”

Arhan langsung melepaskan cekikannya dan bahkan menghempaskan Maria seperti telah menyentuh sesuatu yang kotor. Maria terjatuh ke lantai, air mata yang tak terbendung memenuhi sudut matanya. Ia memegangi tenggorokannya dan terbatuk hebat, serasa paru-parunya ingin keluar. Pandangannya kabur karena air mata, namun ia masih bisa melihat Nana melompat ke pelukan Arhan seperti seekor burung kecil. Arhan segera membalas merangkul Nana, seraya menepuk bahunya dengan lembut guna menenangkan gadis itu.

“Kalau kamu suka memakai cara-cara menjijikkan seperti ini…” Arhan mengulur ucapannya sebelum dilanjutkan dengan memerintah seseorang, “Seret Maria ke panggung lelang, siapa pun yang menawarnya dengan harga paling tinggi, bisa membawanya pulang malam ini.”

Pupil Maria mengecil, jantungnya seolah berhenti berdetak. “A… apa kamu bilang?”

“Nona Maria memang menyuruh orang untuk menyerangku, tapi aku kan tidak benar-benar terluka. Jika paman seperti ini, bukankah terlalu kejam?” Meski bibir Nana mengucapkan kata-kata yang seakan ‘memohon belas kasih’, namun ia melontarkan tatapan penuh kemenangan pada Maria.

Akhirnya Maria paham dengan apa yang terjadi. Ia mendongak, tatapannya menusuk ke arah Arhan. “Itu bukan aku! Jelas-jelas dia yang…”

“Cukup!” bentak Arhan dengan mata penuh kekecewaan. “Maria, kenapa kamu berubah menjadi orang yang begitu keji dan menjijikan?”

“Nana itu masih kecil, hanya karena dia merusak kalungmu, kamu ingin menghancurkan hidupnya?”

“Bagaimana bisa hatimu sekejam itu!”

Tanpa menunggu penjelasan Maria, Arhan mengangkat tangannya, memberi isyarat agar orang-orang di sekitarnya membawa Maria. Maria diseret di sepanjang lantai. Ketika tubuhnya dilempar masuk ke dalam sebuah kandang besi, pakaiannya menjadi semakin terkoyak, hanya bisa menutupi bagian paling dasar di tubuhnya.

Saat kain penutup kandang disingkap, cahaya lampu menyorot langsung ke tubuhnya. Ratusan pasang mata memandanginya dengan tatapan memeriksa, tatapan mereka penuh nafsu dan kotor, harga diri Maria serasa diiris-iris. Rasa malu menyeruak di dadanya.

Ia menggigit bibir dengan keras, menahan agar air matanya tak jatuh, tapi malah rasa anyir darah yang menyebar di rongga mulutnya.

Dari balik kandang besi itu, ia menatap mata Arhan. Alis pria itu sedikit berkerut saat menatap wajah pucatnya. Suara Arhan yang sedikit melunak akhirnya terdengar.

“Kalau kamu mau mengaku salah, aku akan menawar dan membelimu.”

Maria memandang Arhan. Air mata menggantung di bulu matanya, tapi ia tersenyum pahit. Maria tertawa, tapi tawanya kali ini diiringi air mata yang mengucur. Pria itu sama sekali tidak mencari kebenarannya dan langsung menyimpulkan bahwa ini semua memang salah Maria. Padahal siapa di sini sebenarnya yang salah?

Suara retakan di hatinya serasa terdengar begitu jelas. Dengan suara bergetar, Maria berkata, “Aku… tidak salah.”

Mendengar itu, tatapan Arhan kembali membeku. “Dasar keras kepala.”

Kemudian Arhan tidak menatap Maria lagi dan memberi isyarat pada juru lelang. “Mulai.”

Maria dengan wajahnya yang cantik dan menawan, kini meringkuk dalam kandang seperti anak rusa yang ketakutan. Hal itu justru semakin membuat banyak orang tertarik. Suasana langsung riuh ketika sesi penawaran dimulai. Semakin tinggi harga yang disebutkan, semakin suram pula raut wajah Arhan. Tangan yang bertumpu di sandaran kursi tanpa sadar mengepal kuat dan urat-urat lengannya menegang.

Nana yang menggandeng lengan Arhan langsung menyadari perubahan itu.

“Paman, kamu nggak apa-apa?” tanya Nana pelan.

Arhan tersentak, tatapannya terkunci pada Maria yang membisu di dalam kandang, diiringi rasa sesak yang memenuhi dadanya.

“Bagaimanapun juga, dia pernah jadi istriku. Setelah sekian lama, harusnya dia sudah menyadari kesalahannya,” gumam Arhan dengan lirih, kemudian menoleh pada Nana. “Nana, apa aku boleh ikut menawar dan membawanya pulang?”

Raut wajah Nana sedikit menegang. Ia menunduk, suaranya lembut namun tertahan. “Walaupun yang dilakukan Nona Maria sangat buruk, tapi aku juga tidak ingin dia jatuh ke tangan orang asing.”

“Paman, cepat belilah dia.”

Arhan mengusap kepala gadis itu, sambil berkata dengan nada suara yang lembut dan menenangkan, “Tenang, aku pasti akan membuatnya meminta maaf padamu. Aku tidak akan biarkan kamu merasa dirugikan.”

Begitu selesai bicara, Arhan langsung mengangkat papan nomor, bersiap membuka penawaran. Namun sebelum sempat Arhan mengucapkan harga, dari belakang tiba-tiba terdengar suara tajam dan lantang.

“Dua ratus miliar!”
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Ini Tak Lagi Punya Kesempatan   Bab 24

    Mendengar kata “suami” keluar dari mulut Maria, senyum di sudut bibir Yesa hampir tak bisa ia tahan lagi. Sebaliknya, wajah Arhan semakin lama semakin pucat, seolah kehilangan warnanya sedikit demi sedikit.“Maria,” panggil Arhan dengan menunjukkan senyum pahit. “Jangan panggil dia begitu, kumohon…” rintihnya, seolah-olah ia mendengar suara hatinya sendiri pecah berderai, retak menjadi kepingan kecil yang jatuh ke tanah, dan tak mungkin disatukan lagi.“Kalau aku tidak memanggilnya ‘suami’, lalu harus memanggilnya apa?”Maria sudah berniat membuatnya terluka sampai batas. Ia mengangkat tangan dan memperlihatkan cincin pernikahan mereka berdua. “Lihat baik-baik. Aku sudah menikah.”“Arhan, bisakah kamu sedikit saja punya rasa malu?”Arhan dengan terseok mundur dua langkah. Selama ini ia selalu meyakinkan dirinya bahwa pernikahan Maria hanyalah sementara. Selama ia berusaha, selama Maria bisa melihat ketulusannya, ia pasti bisa merebut kembali hati perempuan itu. Namun sekarang, setiap k

  • Cinta Ini Tak Lagi Punya Kesempatan   Bab 23

    Begitu Yesa mengangkat papan nomornya, tak lama kemudian ada orang lain yang ikut mengangkat papan. Bukan hanya ia sendiri yang ikut menawar, Yesa bahkan sudah mengatur orang lain untuk saling balas-membalas harga dengannya.Melihat perkembangan yang sama sekali di luar perkiraannya, Arhan tertegun di tempat. Ia menggenggam kuat jeruji kandang, mendengarkan harga yang terus naik sampai akhirnya berada di angka yang benar-benar tak masuk akal. Orang yang ia tugaskan untuk menawar hingga batas tertentu tampak gelisah, terus menerus mengarahkan pandangan resah ke arahnya.Urat di tangan Arhan menegang. Ia menatap Maria yang duduk di sisi Yesa, di mata wanita itu hanya terpancar ekspresi dingin. Dan ketika tatapan mereka bertemu, Maria justru menampilkan sebuah senyum tipis yang bercampur penghinaan. Tanpa suara, ia mengucapkan dua kata.Arhan tentu bisa membaca gerakan bibir Maria dengan jelas. “Kamu cari masalah sendiri.”Kalau sampai titik ini Arhan masih tidak mengerti bahwa ini adalah

  • Cinta Ini Tak Lagi Punya Kesempatan   Bab 22

    Saat Yesa membawa Maria masuk ke ruangan, acara lelang baru saja dimulai. Banyak barang-barang bagus yang dilelang kali ini. Setiap kali Maria bertanya sedikit atau sekadar melirik lebih lama pada suatu barang, Yesa langsung menawarnya tanpa berkedip dan memenangkan barang itu untuknya.Maria menasihatinya agar tidak boros, tapi Yesa malah mengedipkan mata dan berkata, “Untuk istri sendiri, mana mungkin itu disebut boros.”Acara lelang hampir selesai, lalu sebuah kandang yang ditutup kain merah dibawa masuk. Saat Maria menatap kandang itu, entah kenapa perasaan tidak enak merayap di hatinya.Di sekitar mereka, bisik-bisik mulai terdengar.“Apa yang ada di dalam kandang itu? Kok dibuat misterius begitu?”“Mungkin hewan buas. Selalu saja ada orang yang suka hal-hal aneh begitu.”Kandang itu diletakkan di atas panggung, tidak menimbulkan suara apa pun. Setelah rasa penasaran penonton terbangun dan suasananya memuncak, seorang staf naik ke panggung dan tersenyum sambil membuka kain merah y

  • Cinta Ini Tak Lagi Punya Kesempatan   Bab 21

    Yesa diam sejenak sebelum bertanya, “Kenapa kamu tiba-tiba tanya begitu?”“Aku hanya…” Maria menarik napas dalam-dalam. “Merasa semua ini tidak nyata.”Maria punya masa lalu yang begitu buruk. Kalau dulu Nyonya Satria memilihnya karena nama Maria dipercaya membawa keberuntungan bagi Yesa, lalu setelah itu bagaimana? Yesa jelas-jelas sudah sadar, Yesa sepenuhnya bisa membatalkan pernikahan ini. Tapi mengapa ia malah bersedia menikahi Maria? Mengapa menikahi seseorang yang tidak punya kelebihan apa pun seperti dirinya?Kalau urusan hati, Maria yang sudah terluka terlalu dalam, meski terus mengingatkan dirinya sendiri untuk tidak terjebak, hatinya tetap tidak bisa menolak kelembutan Yesa. Maria sendiri sulit menjelaskan perasaannya. Hanya saja, sebelum hatinya jatuh sepenuhnya, Maria ingin mendengar jawaban Yesa, setidaknya sekali saja.Ekspresi Maria tidak luput dari mata Yesa. Ia terdiam beberapa detik, kemudian perlahan berkata, “Mungkin kamu sudah lupa. Maria, sebenarnya kita sudah pe

  • Cinta Ini Tak Lagi Punya Kesempatan   Bab 20

    Suara Arhan semakin lama semakin menjaih, sampai akhirnya benar-benar menghilang tanpa jejak. Para tamu di aula akhirnya kembali mengalihkan perhatian pada acara. Meski baru saja menonton drama besar di depan mata, tak ada satu pun yang berani membicarakannya.Kejadian barusan membuat suasana hati Maria benar-benar buruk. Menyadari suasana hati istrinya merosot, Yesa menggenggam ringan tangan Maria, memberinya sedikit ketenangan.Pastor kembali mengulangi pertanyaan tadi, dan kali ini Maria dengan sungguh-sungguh menjawabnya, “Aku bersedia.”Setelah itu, acara pun berjalan lancar. Usai seluruh rangkaian upacara selesai, Maria dibawa masuk ke kamar pengantin. Kamar pengantin yang luas itu hanya menyisakan dirinya seorang. Semua yang terjadi siang tadi jelas mempengaruhi suasana hatinya, dadanya terasa sesak, gelisah, bahkan terselip sedikit rasa tidak tenang.Arhan tiba-tiba menerobos masuk ke pernikahan dan mengungkap masa lalunya, entah bagaimana Keluarga Satria akan memandangnya sete

  • Cinta Ini Tak Lagi Punya Kesempatan   Bab 19

    Suasana di antara para tamu sempat hening beberapa detik, lalu seketika bergemuruh seperti air mendidih.“Siapa laki-laki itu?”“Tadi dia bilang apa? Jangan menikah? Ya ampun, dia mau merebut pengantinnya?”“Merebut pengantin dari Keluarga Satria? Dia sudah bosan hidup, ya?”Kepala Maria seakan tidak berfungsi, ia menggigit bibirnya begitu keras sampai rasa amis darah memenuhi mulutnya. Ia sama sekali tak menyangka Arhan akan muncul di sini.Yesa menyadari perubahan Maria itu. Ia mengangkat tangannya, dengan lembut dan hati-hati menyeka sisa darah di bibir Maria. Suaranya masuk di pendengaran Maria dengan ringan, hangat dan stabil.“Maria, jangan gigit bibirmu. Sakit nanti.”Suara lembut itu seperti angin musim semi yang langsung menenangkan kekacauan di hati Maria.Melihat Yesa bersikap begitu akrab dan menjaga Maria, mata Arhan semakin merah. Ia melangkah maju ke arah altar, tetapi belum sempat mendekat, dua pengawal yang sudah disiapkan Yesa sebelumnya langsung menahan tubuhnya.“Ma

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status