Share

Bab 4

Penulis: Dynasty
Maria tinggal di rumah sakit sampai ia benar-benar diizinkan pulang. Selama itu, Arhan tak pernah muncul. Maria menebak lelaki itu pasti sibuk merawat Nana, dan bagi Maria, hal itu merupakan ketenangan yang ia butuhkan.

Di hari saat Maria keluar dari rumah sakit, ia berdiri di depan pintu sambil menunggu mobil yang ia pesan dari aplikasi. Namun sebelum mobilnya tiba, sebuah mobil Maybach berhenti tepat di depannya. Jendela mobil itu perlahan turun, menampakkan wajah tampan dengan ekspresi dingin milik Arhan.

Arhan sedikit memiringkan kepala dan melongok keluar, kemudian berkata singkat, “Masuk.”

Maria menggigit bibir, hendak menolak, tapi kalimat Arhan berikutnya langsung memotong niatan Maria.

“Kita ke acara lelang, pilih sesuatu yang kamu suka. Anggap saja ganti rugi untuk kalung itu.”

Maria terdiam sejenak, tapi akhirnya tetap membuka pintu dan naik ke dalam mobil. Kalung itu sudah hancur, tak mungkin bisa kembali. Tak peduli apa pun yang ia lakukan, kenyataan itu tak bisa diubah. Kalau Arhan ingin menggantinya, ia tak punya alasan untuk menolak.

Sepanjang perjalanan, keduanya tak mengucapkan sepatah kata pun. Sepi menjadi teman mereka hingga tiba di lokasi acara lelang. Begitu masuk, Maria melihat Nana sedang berbicara dengan seseorang, raut wajahnya cerah dan penuh semangat. Saat melihat Arhan masuk, kedua mata gadis itu bersinar. Ia berlari kecil mendekat.

“Paman, kamu datang!”

Tatapan polos itu awalnya penuh suka cita, namun begitu melihat Maria di samping Arhan, wajah Nana langsung menggelap, jelas tampak tidak senang.

“Paman, kenapa kamu membawanya juga?” Nada suaranya penuh kebencian, tidak berusaha menyembunyikannya sedikit pun.

Arhan menepuk kepala Nana dengan lembut, lalu menjawab dengan nada bicara yang memanjakan, “Waktu itu kamu memecahkan kalung Maria, kan? Aku akan menggantinya, makanya aku membawanya ke sini agar dia bisa memilih sendiri.”

Saat berhadapan dengan Nana, seluruh aura dingin yang biasanya Arhan pancarkan seketika lenyap, berganti menjadi kelembutan dan kehangatan. Dulu, Maria selalu tenggelam dalam tatapan lembut pria itu. Namun sekarang, ketika ia mengingatnya lagi, ia baru sadar, di balik kelembutan itu, tersembunyi jarak yang tak pernah bisa ia lewati. Hanya Nana, satu-satunya perempuan yang bisa benar-benar masuk ke dalam hati Arhan.

Maria seketika merasakan pahit memenuhi mulutnya. Ia benar-benar tak sanggup melihat kedekatan Arhan dan Nana lagi. Ia menunduk seraya berkata dengan cepat, “Aku ke kamar mandi sebentar.” Lalu melangkah pergi tanpa menoleh.

Di kamar mandi, ia membasuh wajahnya. Air dingin yang menyentuh kulit membuat pikirannya yang kusut perlahan kembali jernih. Begitu urusan imigrasinya selesai, ia akan benar-benar bebas.

Setelah merapikan diri, ia pun keluar dari toilet. Begitu pintu terbuka, penglihatan Maria menangkap sosok Nana yang bersandar di depan pintu. Tatapan Nana dingin dan penuh kebencian.

“Kalian sudah bercerai. Kenapa kamu belum juga pergi? Kenapa masih menempel pada pamanku?”

“Paman hanya boleh menjadi milikku!”

Melihat wajah yang penuh dengan kecemburuan itu, Maria tak ingin ribut dengannya. Ia hanya ingin melewati Nana dan pergi. Namun Nana tiba-tiba mencengkeram lengannya.

“Kalau kamu hancur, paman pasti akan jijik sama kamu, kan?”

Kata-kata itu membuat hati Maria menegang. Ia menepis tangan Nana dengan keras dan menatapnya tajam. “Kamu mau apa?!”

Belum sempat mendapat jawaban, punggungnya tiba-tiba didorong keras. Seorang pria bertubuh besar muncul di belakangnya. Nana menatapnya dengan dingin, bibirnya melengkung membentuk senyum sinis.

“Selamat menikmati.” Selesai berkata begitu, Nana mundur dua langkah, memastikan pria itu menangkap dan menarik Maria masuk ke toilet, barulah Nana berbalik pergi.

Wajah Maria seketika pucat. Tubuhnya yang lemah tak mungkin bisa melawan kekuatan seorang pria dewasa. Ia tidak berdaya menghadapi kekuatan itu. Dengan suara bergetar, ia mencoba berunding.

“Apa yang kamu mau? Aku bisa memberimu apa saja, asal lepaskan aku!”

Namun pria itu hanya diam seribu bahasa. Ia mencengkeram lengan Maria, merobek pakaiannya dengan kasar, lalu menindih tubuhnya. Kepala Maria seakan kosong. Kulitnya yang terekspos menyentuh udara dingin, membuat bulu-bulu halusnya meremang. Perlawanannya tadi membuat pergelangan tangan Maria penuh bekas merah. Satu tangannya mencoba menahan kepala pria itu, tangan lainnya mencoba mencari apapun yang ada di lantai.

Untung nasib masih berpihak padanya, tangannya menyentuh sebuah botol kaca yang tergeletak di lantai. Mata Maria memerah, saat pria itu lengah, ia mengayunkan botol itu dan menghantam kepala pria itu sekuat tenaga. Darah seketika memercik ke mana-mana, mengenai pakaian Maria. Sambil terengah-engah, Maria melihat pria itu berusaha bangkit. Dengan sisa tenaganya, ia menghantamkan botol itu sekali lagi. Ketika yakin pria itu benar-benar tak bergerak, Maria merangkak bangun dengan tubuh gemetar dan berlari keluar.

“Tolong… t-tolong aku!” Ketakutan membuat kalimat yang keluar dari mulutnya kacau. Ia berlari sambil berteriak. Begitu keluar dari lorong, ia melihat Arhan berjalan ke arahnya, seluruh tubuhnya dipenuhi hawa dingin.

Takut pria besar tadi sadar dan mengejarnya, Maria segera memegang satu-satunya harapan di depan matanya.

“Arhan, aku...” Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, tangan Arhan tiba-tiba melingkar di lehernya, dia mencekik Maria!

Tatapannya sedingin es, Arhan melontarkan kalimatnya, “Maria, apa sebenarnya salah Nana padamu sampai kamu tega melakukan hal seperti ini padanya?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Cinta Ini Tak Lagi Punya Kesempatan   Bab 24

    Mendengar kata “suami” keluar dari mulut Maria, senyum di sudut bibir Yesa hampir tak bisa ia tahan lagi. Sebaliknya, wajah Arhan semakin lama semakin pucat, seolah kehilangan warnanya sedikit demi sedikit.“Maria,” panggil Arhan dengan menunjukkan senyum pahit. “Jangan panggil dia begitu, kumohon…” rintihnya, seolah-olah ia mendengar suara hatinya sendiri pecah berderai, retak menjadi kepingan kecil yang jatuh ke tanah, dan tak mungkin disatukan lagi.“Kalau aku tidak memanggilnya ‘suami’, lalu harus memanggilnya apa?”Maria sudah berniat membuatnya terluka sampai batas. Ia mengangkat tangan dan memperlihatkan cincin pernikahan mereka berdua. “Lihat baik-baik. Aku sudah menikah.”“Arhan, bisakah kamu sedikit saja punya rasa malu?”Arhan dengan terseok mundur dua langkah. Selama ini ia selalu meyakinkan dirinya bahwa pernikahan Maria hanyalah sementara. Selama ia berusaha, selama Maria bisa melihat ketulusannya, ia pasti bisa merebut kembali hati perempuan itu. Namun sekarang, setiap k

  • Cinta Ini Tak Lagi Punya Kesempatan   Bab 23

    Begitu Yesa mengangkat papan nomornya, tak lama kemudian ada orang lain yang ikut mengangkat papan. Bukan hanya ia sendiri yang ikut menawar, Yesa bahkan sudah mengatur orang lain untuk saling balas-membalas harga dengannya.Melihat perkembangan yang sama sekali di luar perkiraannya, Arhan tertegun di tempat. Ia menggenggam kuat jeruji kandang, mendengarkan harga yang terus naik sampai akhirnya berada di angka yang benar-benar tak masuk akal. Orang yang ia tugaskan untuk menawar hingga batas tertentu tampak gelisah, terus menerus mengarahkan pandangan resah ke arahnya.Urat di tangan Arhan menegang. Ia menatap Maria yang duduk di sisi Yesa, di mata wanita itu hanya terpancar ekspresi dingin. Dan ketika tatapan mereka bertemu, Maria justru menampilkan sebuah senyum tipis yang bercampur penghinaan. Tanpa suara, ia mengucapkan dua kata.Arhan tentu bisa membaca gerakan bibir Maria dengan jelas. “Kamu cari masalah sendiri.”Kalau sampai titik ini Arhan masih tidak mengerti bahwa ini adalah

  • Cinta Ini Tak Lagi Punya Kesempatan   Bab 22

    Saat Yesa membawa Maria masuk ke ruangan, acara lelang baru saja dimulai. Banyak barang-barang bagus yang dilelang kali ini. Setiap kali Maria bertanya sedikit atau sekadar melirik lebih lama pada suatu barang, Yesa langsung menawarnya tanpa berkedip dan memenangkan barang itu untuknya.Maria menasihatinya agar tidak boros, tapi Yesa malah mengedipkan mata dan berkata, “Untuk istri sendiri, mana mungkin itu disebut boros.”Acara lelang hampir selesai, lalu sebuah kandang yang ditutup kain merah dibawa masuk. Saat Maria menatap kandang itu, entah kenapa perasaan tidak enak merayap di hatinya.Di sekitar mereka, bisik-bisik mulai terdengar.“Apa yang ada di dalam kandang itu? Kok dibuat misterius begitu?”“Mungkin hewan buas. Selalu saja ada orang yang suka hal-hal aneh begitu.”Kandang itu diletakkan di atas panggung, tidak menimbulkan suara apa pun. Setelah rasa penasaran penonton terbangun dan suasananya memuncak, seorang staf naik ke panggung dan tersenyum sambil membuka kain merah y

  • Cinta Ini Tak Lagi Punya Kesempatan   Bab 21

    Yesa diam sejenak sebelum bertanya, “Kenapa kamu tiba-tiba tanya begitu?”“Aku hanya…” Maria menarik napas dalam-dalam. “Merasa semua ini tidak nyata.”Maria punya masa lalu yang begitu buruk. Kalau dulu Nyonya Satria memilihnya karena nama Maria dipercaya membawa keberuntungan bagi Yesa, lalu setelah itu bagaimana? Yesa jelas-jelas sudah sadar, Yesa sepenuhnya bisa membatalkan pernikahan ini. Tapi mengapa ia malah bersedia menikahi Maria? Mengapa menikahi seseorang yang tidak punya kelebihan apa pun seperti dirinya?Kalau urusan hati, Maria yang sudah terluka terlalu dalam, meski terus mengingatkan dirinya sendiri untuk tidak terjebak, hatinya tetap tidak bisa menolak kelembutan Yesa. Maria sendiri sulit menjelaskan perasaannya. Hanya saja, sebelum hatinya jatuh sepenuhnya, Maria ingin mendengar jawaban Yesa, setidaknya sekali saja.Ekspresi Maria tidak luput dari mata Yesa. Ia terdiam beberapa detik, kemudian perlahan berkata, “Mungkin kamu sudah lupa. Maria, sebenarnya kita sudah pe

  • Cinta Ini Tak Lagi Punya Kesempatan   Bab 20

    Suara Arhan semakin lama semakin menjaih, sampai akhirnya benar-benar menghilang tanpa jejak. Para tamu di aula akhirnya kembali mengalihkan perhatian pada acara. Meski baru saja menonton drama besar di depan mata, tak ada satu pun yang berani membicarakannya.Kejadian barusan membuat suasana hati Maria benar-benar buruk. Menyadari suasana hati istrinya merosot, Yesa menggenggam ringan tangan Maria, memberinya sedikit ketenangan.Pastor kembali mengulangi pertanyaan tadi, dan kali ini Maria dengan sungguh-sungguh menjawabnya, “Aku bersedia.”Setelah itu, acara pun berjalan lancar. Usai seluruh rangkaian upacara selesai, Maria dibawa masuk ke kamar pengantin. Kamar pengantin yang luas itu hanya menyisakan dirinya seorang. Semua yang terjadi siang tadi jelas mempengaruhi suasana hatinya, dadanya terasa sesak, gelisah, bahkan terselip sedikit rasa tidak tenang.Arhan tiba-tiba menerobos masuk ke pernikahan dan mengungkap masa lalunya, entah bagaimana Keluarga Satria akan memandangnya sete

  • Cinta Ini Tak Lagi Punya Kesempatan   Bab 19

    Suasana di antara para tamu sempat hening beberapa detik, lalu seketika bergemuruh seperti air mendidih.“Siapa laki-laki itu?”“Tadi dia bilang apa? Jangan menikah? Ya ampun, dia mau merebut pengantinnya?”“Merebut pengantin dari Keluarga Satria? Dia sudah bosan hidup, ya?”Kepala Maria seakan tidak berfungsi, ia menggigit bibirnya begitu keras sampai rasa amis darah memenuhi mulutnya. Ia sama sekali tak menyangka Arhan akan muncul di sini.Yesa menyadari perubahan Maria itu. Ia mengangkat tangannya, dengan lembut dan hati-hati menyeka sisa darah di bibir Maria. Suaranya masuk di pendengaran Maria dengan ringan, hangat dan stabil.“Maria, jangan gigit bibirmu. Sakit nanti.”Suara lembut itu seperti angin musim semi yang langsung menenangkan kekacauan di hati Maria.Melihat Yesa bersikap begitu akrab dan menjaga Maria, mata Arhan semakin merah. Ia melangkah maju ke arah altar, tetapi belum sempat mendekat, dua pengawal yang sudah disiapkan Yesa sebelumnya langsung menahan tubuhnya.“Ma

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status