Share

Bab 6

Author: Dynasty
Jari-jari Arhan tiba-tiba meremas kain celana yang ia pakai.

Dua ratus miliar.

Harga itu sepuluh kali lipat lebih mahal dari penawaran sebelumnya dan bahkan jauh melampaui batas kemampuannya. Ia sontak menoleh ke arah suara itu. Mata Arhan hanya menangkap sosok bayangan pria yang sedang berdiri, ia terlalu jauh untuk bisa melihat wajah pria itu dengan jelas.

Nana yang berada di samping Arhan terkesiap pelan. “Paman, dia itu…”

Dalam keheningan yang penuh ketegangan, Arhan mendadak bangkit dan berteriak ke arah panggung lelang, “Aku ingin menarik barang lelang ini!”

Nada suaranya penuh dengan kepanikan yang jarang sekali muncul darinya.

Staf di panggung tetap tersenyum dengan profesional. “Tuan Arhan tentu tahu bahwa begitu lelang dimulai, tidak bisa ada pembatalan.”

“Aku…” Arhan masih ingin membantah, namun lengan bajunya ditarik lembut oleh Nana.

“Paman, jangan gegabah,” bisiknya lirih. “Rumah lelang ini mendapat dukungan dari orang-orang yang kuat, kita tidak boleh cari masalah dengan mereka.”

Melihat Arhan begitu gelisah karena Maria, hati Nana terasa tercekik. Dia merasa kesal, tapi wajahnya tetap memancarkan seolah dia gadis yang pengertian. Kemudian dia berkata, “Paman, setelah Nona Maria dibawa pergi pembelinya nanti, kita bisa mendekati dia secara pribadi dan menawarkan uang lebih banyak, mungkin mereka tidak akan menolak.”

Kata-kata itu berhasil menenangkan Arhan. Ia mengangguk dan kembali duduk.

Lelang pun berlanjut.

Karena tak ada yang berani menaikkan penawaran harga yang setinggi itu, kepemilikan atas Maria dengan cepat diputuskan. Ia segera dibawa staf menuju belakang panggung. Arhan tentu langsung bertindak. Tapi, saat Arhan bangkit dan hendak menuju ke arah pembeli Maria, tiba-tiba Nana menjerit kecil.

“Kakiku!”

Arhan seketika menoleh. “Nana, kenapa?”

Nana menengadah, matanya mengkilat dengan air mata. “Sepertinya tadi terkilir…”

Ketika tangan Nana yang memegangi kakinya disingkap, terlihat pergelangan kaki Nana yang memang membengkak.

“Paman, cepatlah temui Nona Maria, kalau terlambat nanti tidak bisa dikejar lagi,” ucap Nana sambil menggigit bibir, seolah benar-benar menahan sakit.

Biasanya, Arhan tidak akan pernah meninggalkan Nana dalam kondisi seperti ini. Tapi kali ini, keselamatan Maria lebih dulu memenuhi pikirannya.

Untuk pertama kalinya, antara Maria dan Nana, Arhan memilih Maria.

Arhan menepuk kepala Nana pelan. “Tunggu sebentar di sini. Setelah aku kembali, aku akan membawamu ke rumah sakit.”

Saat Arhan berbalik, ia baru sadar bahwa pria yang memenangkan Maria sudah menghilang entah ke mana. Sesuai prosedur, rumah lelang akan mengirimkan ‘barang’ langsung ke kediaman pembeli. Namun ketika tiba di area belakang panggung, yang Arhan dapati hanyalah jawaban singkat dari pegawai, “Informasi tamu bersifat rahasia.”

“Nona Maria.”

Kain penutup kandang kembali tersingkap, di sana terlihat Maria yang sedang meringkuk di sudut, tubuhnya kaku. Sorot lampu putih seakan menusuk matanya hingga ia terpaksa mengangkat tangannya untuk menghalangi cahaya yang terlalu terang itu. Ia menggigit bibir, memaksa dirinya untuk berbicara.

“Tuan, berapa pun uang yang Anda keluarkan untuk membeli saya, saya bisa menggantinya. Tolong lepaskan saya, ya?”

“Tidak perlu.” Suara laki-laki itu dalam dan tenang. Kemudian ia membuka pintu kandang.

“Nona Maria tidak perlu mengganti apa pun. Anda pasti sangat lelah. Menginaplah di rumah saya malam ini, besok pagi Anda bisa pergi.”

“Pakaian dan perlengkapan mandi sudah disiapkan di kamar. Kamarnya di lantai dua. Silakan gunakan sesuka Anda.”

Maria tertegun, nada suaranya menegang saat ia bertanya, “Kenapa Anda membantu saya?”

Pria itu menunduk sedikit menatap Maria dengan serius.

“Nama saya Hedi Mawardi. Saya pernah menerima kebaikan dari Keluarga Wijaya. Kalau bukan karena Tuan Wijaya, saya mungkin sudah mati kelaparan di jalan.”

“Jadi, Nona Maria tidak perlu memikirkan untuk mengganti uang atau apa pun. Ini yang memang seharusnya saya lakukan.”

Keluarga Wijaya memang pindah ke luar negeri beberapa tahun lalu. Namun sebelum itu, mereka adalah salah satu keluarga yang punya perusahaan terkuat di dalam negeri, orang yang pernah menerima bantuan dari mereka tidaklah sedikit.

Mendengar penjelasan Hedi, Maria justru merasakan sebuah ironi yang menusuk dada.

Orang asing yang hanya sekali menerima sedikit kebaikan dari Keluarga Wijaya, dengan senang hati mau melangkah maju untuk menolongnya. Sementara pria yang telah ia cintai bertahun-tahun, sanggup menyeretnya ke panggung lelang demi wanita lain.

Maria mengucapkan terima kasih kepada Hedi dengan sungguh-sungguh. Pada saat itu juga, sisa perasaan yang sempat ia simpan untuk Arhan habis tak tersisa. Anggap saja semua cinta itu telah bertahun-tahun dia berikan pada seekor anjing!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Ini Tak Lagi Punya Kesempatan   Bab 24

    Mendengar kata “suami” keluar dari mulut Maria, senyum di sudut bibir Yesa hampir tak bisa ia tahan lagi. Sebaliknya, wajah Arhan semakin lama semakin pucat, seolah kehilangan warnanya sedikit demi sedikit.“Maria,” panggil Arhan dengan menunjukkan senyum pahit. “Jangan panggil dia begitu, kumohon…” rintihnya, seolah-olah ia mendengar suara hatinya sendiri pecah berderai, retak menjadi kepingan kecil yang jatuh ke tanah, dan tak mungkin disatukan lagi.“Kalau aku tidak memanggilnya ‘suami’, lalu harus memanggilnya apa?”Maria sudah berniat membuatnya terluka sampai batas. Ia mengangkat tangan dan memperlihatkan cincin pernikahan mereka berdua. “Lihat baik-baik. Aku sudah menikah.”“Arhan, bisakah kamu sedikit saja punya rasa malu?”Arhan dengan terseok mundur dua langkah. Selama ini ia selalu meyakinkan dirinya bahwa pernikahan Maria hanyalah sementara. Selama ia berusaha, selama Maria bisa melihat ketulusannya, ia pasti bisa merebut kembali hati perempuan itu. Namun sekarang, setiap k

  • Cinta Ini Tak Lagi Punya Kesempatan   Bab 23

    Begitu Yesa mengangkat papan nomornya, tak lama kemudian ada orang lain yang ikut mengangkat papan. Bukan hanya ia sendiri yang ikut menawar, Yesa bahkan sudah mengatur orang lain untuk saling balas-membalas harga dengannya.Melihat perkembangan yang sama sekali di luar perkiraannya, Arhan tertegun di tempat. Ia menggenggam kuat jeruji kandang, mendengarkan harga yang terus naik sampai akhirnya berada di angka yang benar-benar tak masuk akal. Orang yang ia tugaskan untuk menawar hingga batas tertentu tampak gelisah, terus menerus mengarahkan pandangan resah ke arahnya.Urat di tangan Arhan menegang. Ia menatap Maria yang duduk di sisi Yesa, di mata wanita itu hanya terpancar ekspresi dingin. Dan ketika tatapan mereka bertemu, Maria justru menampilkan sebuah senyum tipis yang bercampur penghinaan. Tanpa suara, ia mengucapkan dua kata.Arhan tentu bisa membaca gerakan bibir Maria dengan jelas. “Kamu cari masalah sendiri.”Kalau sampai titik ini Arhan masih tidak mengerti bahwa ini adalah

  • Cinta Ini Tak Lagi Punya Kesempatan   Bab 22

    Saat Yesa membawa Maria masuk ke ruangan, acara lelang baru saja dimulai. Banyak barang-barang bagus yang dilelang kali ini. Setiap kali Maria bertanya sedikit atau sekadar melirik lebih lama pada suatu barang, Yesa langsung menawarnya tanpa berkedip dan memenangkan barang itu untuknya.Maria menasihatinya agar tidak boros, tapi Yesa malah mengedipkan mata dan berkata, “Untuk istri sendiri, mana mungkin itu disebut boros.”Acara lelang hampir selesai, lalu sebuah kandang yang ditutup kain merah dibawa masuk. Saat Maria menatap kandang itu, entah kenapa perasaan tidak enak merayap di hatinya.Di sekitar mereka, bisik-bisik mulai terdengar.“Apa yang ada di dalam kandang itu? Kok dibuat misterius begitu?”“Mungkin hewan buas. Selalu saja ada orang yang suka hal-hal aneh begitu.”Kandang itu diletakkan di atas panggung, tidak menimbulkan suara apa pun. Setelah rasa penasaran penonton terbangun dan suasananya memuncak, seorang staf naik ke panggung dan tersenyum sambil membuka kain merah y

  • Cinta Ini Tak Lagi Punya Kesempatan   Bab 21

    Yesa diam sejenak sebelum bertanya, “Kenapa kamu tiba-tiba tanya begitu?”“Aku hanya…” Maria menarik napas dalam-dalam. “Merasa semua ini tidak nyata.”Maria punya masa lalu yang begitu buruk. Kalau dulu Nyonya Satria memilihnya karena nama Maria dipercaya membawa keberuntungan bagi Yesa, lalu setelah itu bagaimana? Yesa jelas-jelas sudah sadar, Yesa sepenuhnya bisa membatalkan pernikahan ini. Tapi mengapa ia malah bersedia menikahi Maria? Mengapa menikahi seseorang yang tidak punya kelebihan apa pun seperti dirinya?Kalau urusan hati, Maria yang sudah terluka terlalu dalam, meski terus mengingatkan dirinya sendiri untuk tidak terjebak, hatinya tetap tidak bisa menolak kelembutan Yesa. Maria sendiri sulit menjelaskan perasaannya. Hanya saja, sebelum hatinya jatuh sepenuhnya, Maria ingin mendengar jawaban Yesa, setidaknya sekali saja.Ekspresi Maria tidak luput dari mata Yesa. Ia terdiam beberapa detik, kemudian perlahan berkata, “Mungkin kamu sudah lupa. Maria, sebenarnya kita sudah pe

  • Cinta Ini Tak Lagi Punya Kesempatan   Bab 20

    Suara Arhan semakin lama semakin menjaih, sampai akhirnya benar-benar menghilang tanpa jejak. Para tamu di aula akhirnya kembali mengalihkan perhatian pada acara. Meski baru saja menonton drama besar di depan mata, tak ada satu pun yang berani membicarakannya.Kejadian barusan membuat suasana hati Maria benar-benar buruk. Menyadari suasana hati istrinya merosot, Yesa menggenggam ringan tangan Maria, memberinya sedikit ketenangan.Pastor kembali mengulangi pertanyaan tadi, dan kali ini Maria dengan sungguh-sungguh menjawabnya, “Aku bersedia.”Setelah itu, acara pun berjalan lancar. Usai seluruh rangkaian upacara selesai, Maria dibawa masuk ke kamar pengantin. Kamar pengantin yang luas itu hanya menyisakan dirinya seorang. Semua yang terjadi siang tadi jelas mempengaruhi suasana hatinya, dadanya terasa sesak, gelisah, bahkan terselip sedikit rasa tidak tenang.Arhan tiba-tiba menerobos masuk ke pernikahan dan mengungkap masa lalunya, entah bagaimana Keluarga Satria akan memandangnya sete

  • Cinta Ini Tak Lagi Punya Kesempatan   Bab 19

    Suasana di antara para tamu sempat hening beberapa detik, lalu seketika bergemuruh seperti air mendidih.“Siapa laki-laki itu?”“Tadi dia bilang apa? Jangan menikah? Ya ampun, dia mau merebut pengantinnya?”“Merebut pengantin dari Keluarga Satria? Dia sudah bosan hidup, ya?”Kepala Maria seakan tidak berfungsi, ia menggigit bibirnya begitu keras sampai rasa amis darah memenuhi mulutnya. Ia sama sekali tak menyangka Arhan akan muncul di sini.Yesa menyadari perubahan Maria itu. Ia mengangkat tangannya, dengan lembut dan hati-hati menyeka sisa darah di bibir Maria. Suaranya masuk di pendengaran Maria dengan ringan, hangat dan stabil.“Maria, jangan gigit bibirmu. Sakit nanti.”Suara lembut itu seperti angin musim semi yang langsung menenangkan kekacauan di hati Maria.Melihat Yesa bersikap begitu akrab dan menjaga Maria, mata Arhan semakin merah. Ia melangkah maju ke arah altar, tetapi belum sempat mendekat, dua pengawal yang sudah disiapkan Yesa sebelumnya langsung menahan tubuhnya.“Ma

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status