Share

Cinta Istri Muda
Cinta Istri Muda
Penulis: Nada Egan

1. Harapan yang Hilang

Seperti biasa, tugas Aisha sebagai ibu rumah tangga tidak jauh berbeda dengan tugasnya Sumi, asisten rumah tangga di keluarga Sudiro. Bersih-bersih rumah, masak, mencuci, dan sebagainya. Memang tidak semua total dia kerjakan sendiri. Tetapi jika ketahuan bersantai sedikit saja, dia harus siap mendapatkan lirikan sinis ibu mertuanya, Rosana.

Dari awal pernikahan ini dimulai, Rosana tidak pernah suka pada menantunya. Kalau bukan karena dulu Adrian memaksa sampai jatuh sakit, dirinya juga tidak mau punya menantu yang asal-usulnya tidak jelas.

Aisha berasal dari keluarga menengah ke bawah. Yatim piatu sejak remaja. Semasa sekolah tinggal di sebuah panti asuhan, yang dinaungi oleh yayasan milik keluarga Sudiro. Bertemu dan berkenalan dengan Adrian juga di panti asuhan tersebut, ketika Aisha menjabat sebagai pengurusnya. Saat pacaran saja, Rosana sudah menentang. Berkali-kali memperkenalkan putranya dengan gadis lain, tetapi Adrian tetap bersikeras mau menikahi Aisha.

Rosana hanya berkata, "Mama pengen lihat bagaimana akhirnya kalian nanti."

Sikap Rosana yang selalu dingin dan ketus, tidak menjadi halangan bagi kebahagiaan Aisha dan Adrian dalam pernikahan mereka. Hingga menginjak tahun kedua.

"Apa Mama bilang? Dia bukan menantu ideal! Sudah dua tahun kok belum hamil-hamil juga!" Rosana menggerutu di ruang kerja Adrian di rumah. Putranya itu tengah sibuk membaca berkas-berkas laporan perusahaan yang dibawanya pulang.

"Udalah, Ma. Mungkin memang kami belum dipercaya sama Yang di Atas buat punya momongan. Temen Ian ada yang udah nikah lima tahun baru punya anak. Padahal mereka gak nunda." Adrian coba menenangkan mamanya.

"Trus kamu mau nyamain keluarga kita sama keluarga temen kamu? Ian, Mama ini udah tua. Mama kepingin nimang cucu." Rosana mengutarakan kegelisahannya. "Coba aja dulu kamu nurut sama Mama. Nikah sama si Desi, anaknya Bu Susi, udah banyak anakmu tuh!"

"Aduh, Mama," keluh Adrian. "Desi itu pacar temen Ian. Mana mau juga dia sama Ian."

"Sekarang, solusinya gimana? Dia pernah periksa gak ke dokter kandungan? Ada masalah apa gitu? Setahu Mama sih kayaknya gak pernah."

"Gini deh, Ma," usul Adrian. "Besok, Ian akan luangkan waktu buat nganter Aisha cek kandungan. Tapi, Ian mau mama janii, kalau kandungan Aisha baik-baik aja, dan ini cuma masalah waktu, tolong Mama bersikap lebih baik padanya."

"Tapi, kalau hasil cek kandungan itu malah sebaliknya, kamu harus ikuti rencana Mama." Rosana menatap Adrian. "Apapun itu."

Demi membuat Mamanya lebih tenang, Adrian menurut. "Oke."

Di luar pintu, sebenarnya Aisha mendengar pembicaraan Adrian dan ibunya. Hatinya sedih. Sudah bertahun-tahun terus bertahan dengan rasa sakit yang tak kasatmata itu.

Rosana keluar dari ruangan itu. Mendapati Aisha berdiri sambil memegang nampan dengan secangkir kopi arabika yang masih panas di atasnya. "Dasar, tukang nguping!" cebiknya, sembari membuang muka.

Di belakangnya, Adrian juga mengekor. Ia melihat sikap Rosana kepada Aisha. Lalu melihat raut wajah sang istri yang dilipat kesedihan. Sepasang mata almond itu mulai merah dan berkaca-kaca. "Aisha..."

"Gak papa, Mas." Aisha selalu menahan air matanya dengan senyuman. "Aku bisa mengerti maksud Mama."

"Tapi mau sampai kapan Mama seperti ini ke kamu?" keluh Adrian.

Aisha meletakkan nampan di meja. Keduanya kembali masuk ke dalam ruang kerja. "Mas, aku percaya. Dengan kesabaran, suatu saat nanti Mama bisa sayang sama aku. Mungkin memang harus dengan kehadiran seorang anak, Mama pasti bisa menyayangiku seperti putrinya sendiri."

"Kesabaran kamu adalah salah satu alasanku jatuh cinta sama kamu, dan mencintai kamu." Ia meraih Aisha dalam pelukannya.

"Aku juga mencintai kamu, Mas." Aisha tersenyum.

Tengah malam.

Tiba-tiba, terasa sesuatu yang menyakitkan dari bagian perut Aisha. Ia merintih. Saking tidak bisa menahan rasa sakit itu, ia sampai membangunkan Adrian. "Mas... Mas..."

Adrian terbangun. Ia melihat Aisha begitu kesakitan di sampingnya. "Kamu kenapa, Sha?"

Aisha menggeleng. "Aku gak tahu," jawabnya. Wajahnya sudah basah karena bermandikan keringat. "Perut aku sakit banget."

"Kita ke rumah sakit sekarang!" Adrian segera menggendong Aisha keluar dari kamar.

Suara berisik mereka membangunkan Rosana dan para pekerja di rumah itu.

"Ada apa sih, Ian?" tanya Rosana.

"Aisha sakit, Ma. Aku bawa ke rumah sakit dulu."

Rosana melihat ke jam dinding yang menunjukkan pukul dua dini hari. Entah mau mendoakan apa. Ia hanya takingin melihat raut wajah sedih dibawa pulang oleh Adrian.

Di rumah sakit.

Aisha dibawa ke ruang unit gawat darurat. Adrian tidak diizinkan menemaninya diperiksa. Cukup lama petugas medis melakukan pemeriksaan malam itu. Adrian hanya bisa duduk atau mondar-mandir dengan perasaan cemas yang menggunung dalam hatinya.

Hingga matahari terbit, barulah seorang dokter berseragam biru keluar dari ruangan itu. Adrian memberondongnya dengan banyak pertanyaan.

Dokter Susan-namanya, menenangkan Adrian. Ia membimbing suami pasiennya itu duduk tenang dulu sebelum menjelaskan diagnosanya.

"Istri anda mengalami penyakit radang panggul. Saya menyimpulkan, bahwa istri anda mungkin menahan penyakit ini cukup lama, sehingga ketika parah, baru terasa sakitnya. Menyebabkan pendarahan parah pada rahim."

Radang panggul atau pelvic inflammatory disease (PID) adalah infeksi pada organ reproduksi wanita, seperti serviks, rahim, dan ovarium. Salah satu penyebab paling sering dari radang panggul adalah infeksi bakteri akibat infeksi menular seksual. 

Adrian bukan dokter. Dirinya tidak paham medis. Tetapi dari penjelasan Dokter Susan, penyakit Aisha tidak ringan. Penderitaannya juga pasti parah. "Apa yang harus dilakukan, Dok?"

Dokter Susan melanjutkan penjelasannya. "Demi menyelamatkan nyawanya, harus dilakukan tindakan histerektomi, yaitu pembedahan untuk mengangkat rahim."

Adrian terkejut. Bagaimana harus menjelaskan semua ini pada Aisha, terlebih lagi pada Rosana nanti? Tetapi dirinya tidak ingin kehilangan sang istri. Dengan beribu alasan bernama terpaksa, Adrian pun menandatangani pernyataan setuju melakukan prosedur histerektomi itu kepada Aisha.

Pasien mulai diberi anestesi total.

Proses operasi pengangkatan rahim cukup lama. Dimulai dengan pengosongan kandung kemih dengan memasang kateter atau selang urine. Kateter ini akan terus dipasang selama operasi dan beberapa saat setelahnya. Kemudian dokter membersihkan vagina dan perut pasien dengan cairan steril. Setelah itu membuat sayatan untuk mengangkat rahim.

Pupus sudah harapan memiliki momongan. Selamanya tidak akan pernah hadir tangis dan tawa bayi menggemaskan dalam keluarganya. Aisha terus saja menangis usai operasi pengangkatan rahimnya. Sakit akibat radang pinggul memang hilang, namun berganti dengan kesedihannya karena kehilangan harapan memiliki anak dari rahimnya sendiri. Ia bahkan tidak berani menatap masa depan. Bagaimana nasib pernikahannya kelak? Sampai kapan Adrian akan menerima kondisi ini?

Walau Adarian telah berjanji, "Aku akan terus mencintai kamu, Sha. Aku akan selalu menerima kekurangan kamu. Jangan pernah takut, ya?"

Dan Aisha berkata, mendustai hatinya sendiri, "Terimakasih, Mas. Aku juga gak akan berputus asa. Aku akan berusaha menerima semua ini dengan besar hati." Semua kalimat itu terlontar diiringi rasa sedih mendalam.

Apakah Rosana juga menerima takdir buruk yang menimpa keluarganya? Tentu saja tidak!

Beberapa hari setelah Aisha keluar dari rumah sakit dan tampak lebih sehat, barulah sang mertua mengungkapkan seluruh kekecewaannya. "Kamu emang perempuan pembawa sial dalam keluarga ini! Sadar gak? Dari awal, saya udah gak setuju punya menantu kayak kamu." Ia menuding-nuding Aisha.

"Ma, jangan bicara kayak gitu sama Aisha!" Adrian masih membela istrinya.

Rosana semakin kecewa. "Kamu lagi! ini nih, akibatnya kalau memilih istri yang tidak Mama restui! Kamu sudah durhaka sama Mama demi wanita gak normal ini!" Ia sengaja melontarkan kata-kata yang menyakitkan pada menantunya itu. "Ian, kamu adalah satu-satunya anak Mama. Satu-satunya penerus dalam keluarga Sudiro. Bagaimana kelak Mama harus menghadapi Papamu di akherat sana? Mama gagal mendidik kamu! Tega kamu, memutuskan tali keturunan keluarga ini? Tega?"

Adrian terdiam. Bagaimana harus melawan kata-kata mamanya? Ini memang takdir buruk. Ia menatap Aisha yang duduk memojokkan diri di sofa. Kepalanya tertunduk. Air mata tidak berhenti berlinang. Tidak ada kata yang terucap.

"Kamu harus menceraikan Aisha!" Perintah Rosana terdengar bagaikan petir menyambar di siang bolong.

"Apa?" Adrian terkejut. "Engga, Ma! Aku gak akan pernah menceraikan Aisha!"

"Atau... kamu harus menikah lagi. Yang penting bisa punya anak!" Pilihan kedua terdengar lebih menyesakkan dada.

"Engga. Aku gak mau, Ma! Aku gak mau menduakan Aisha apalagi menduakannya, hanya demi bisa punya anak. Anak bukan satu-satunya sumber kebahagiaan dalam pernikahan kan, Ma?"

"Buat kamu mungkin begitu. Buat Mama, cucu merupakan sumber kebahagiaan di masa tua begini!"

"Tapi aku gak mau nyakitin perasaan Aisha, Ma. Aku mohon!"

"Jadi, kamu lebih memilih menyakiti perasaan Mama, gitu?"

Perdebatan kian sengit. Adrian sibuk mencari kata melawan mamanya.

Aisha yang menangis di sudut sofa, tidak tahan lagi mendengarkan semua itu. "Cukup! Cukup, Mas!" Ia menengahi perdebatan tersebut. "Jangan melawan Mama lagi."

"Tapi, Sha. Kamu denger sendiri apa yang Mama minta," ujar Adrian.

"Iya, aku dengar. Dan aku ikhlas, Mas. Jika memang dengan begini bisa membahagiakan Mama, aku rela kamu menikah lagi. Asal, jangan pernah menceraikan aku." Air mata membasahi wajah Aisha.

Hati Adrian ikut sakit mendengarkan pernyataan istrinya. "Kamu ini ngomong apa?"

"Aku mohon, turuti permintaan Mama. Ya, Mas? Demi aku..."

Sebenarnya Rosana bukannya langsung senang saat menantunya memiliki pendapat yang sama dengannya. Ia masih menganggap Aisha munafik. "Tuh denger! Istrimu aja gak protes dengan permintaan Mama. Mulai besok, Mama akan carikan istri baru buat kamu. Yang jelas, gak mandul!"

Semenjak malam itu.

Adrian dan Aisha tidak bisa tidur. Memikirkan akan hadir orang baru dalam pernikahan mereka. Yaitu istri muda. Sosoknya akan seperti apa? Apakah sama seperti di cerita-cerita sinetron? Rata-rata mereka egois, kejam, maunya sendiri, kecentilan, bahkan lebih mementingkan harta. Atau malah mau merusak kebahagiaan istri tua?

Aisha buru-buru menepis pikiran negatif. Tidak semua wanita menjadi istri muda lantas memiliki sifat dan sikap buruk.

Beberapa hari ke depan.

Rosana mulai melobi teman-temannya. Barang kali bisa bantu menemukan menantu idamannya.

Tanpa sepengetahuan Adrian dan Rosana, Aisha juga mencarikan wanita itu. Ia tidak ingin nantinya salah pilih sosok calon istri muda untuk menjadi ibu dari anak-anak Adrian kelak.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status