Ada restoran khusus masakan Indonesia, tidak jauh dari rumah sakit. Susan yang mengajaknya ke sana. Restorannya terasa tenang. Tidak banyak pengunjung. Mereka memilih tempat yang dekat dengan jendela, agar terkena terpaan udara malam yang sejuk.
"Gue sering makan di sini," kata Susan. "Masakannya enak, kok. Biar gue yang pesenin buat lo, yah."
Syahlana menurut saja. Kemudian, ponselnya berbunyi. Ada panggilan video dari Zivara. Tapi yang muncul di layar, malah San. "Maman!!"
"San!" sapanya kepada sang anak.
"Kapan Maman pulang?" tanya San.
"Setelah urusan Maman selesai di sini, pasti pulang," jawab San.
"San tidak boleh nakal, ya. Harus nurut apa kata Tante, Oncle, dan Oma."
San mengagguk. "Beres, Maman! Oh ya, tadi San bantuin Oncle David menusuk sate."
"Oh ya? Wah San pintar!" puji Syahlana pada San. "Ya udah, San sekarang sudah malam, waktunya bobo ya, Nak."
"Iya, Maman. Bonne nuit, Maman.."
"Nuit, Mon gar&cced
Meski pun diusir keluar dari rumah keluarga Sudiro, dan hanya tinggal di apartemen sendirian, tidak lantas membuat Aisha berhenti memperjuangkan kembali cinta suaminya. ia tetap memantau kondisi terkini ibu mertuanya, Rosana. Ia tahu, hari ini mertua yang tidak pernah menyayanginya itu dijadwalkan operasi bedah toraks dan kardiovaskular. Tetapi ia tidak berani datang langsung ke rumah sakit. Karena ia tahu, Adrian masih emosi soal apa yang telah terjadi. Namun, mengetahui kabar kalau operasinya berjalan lancar, Aisha berniat memperbaiki pendapat Adrian mengenai dirinya. Sekali lagi ingin menjelaskan, bahwa dirinya tidak pernah ingin mencelakai Rosana. Namun, apa yang dilihatnya?Syahlana ada di samping Adrian. Bersikap seolah menjadi satu-satunya istri. Apalagi mendengar Adrian ingin mempertemukan Aurora dengan ibu kandungnya itu. Sungguh tidak dapat diterima oleh Aisha."Kamu gak punya hak melarang Syahlana bertemu dengan Aurora, apalagi mengakui hubungan darah antara
Aisha membawa Aurora ke apartemen barunya, rupanya ia sudah membelikan pakaian baru untuk baju ganti sang anak. Apakah ia sudah merencanakan ini?"Ra, mandi dan ganti baju dulu ya, Sayang. Setelah itu kita bisa pergi jalan-jalan, seperti yang tadi mama bilang." Begitu kata Aisha."Iya, Ma."Aisha mematikan ponsel. Ia tidak mau dengar kemarahan Adrian, karena sudah lancang membawa pergi anaknya tanpa izin.Sementara itu, Adrian sudah menebak, pasti Aisha yang bawa pergi Aurora. Ia terus menelepon Aisha, tapi tidak dijawab-jawab. Maka, Adrian segera mendatangi apartemen Aisha. Lokasinya memang tidak jauh dari rumah keluarga Sudiro. Namun, sesampainya di sana, Adrian tidak menemukan siapa-siapa. Jangankan orangnya, mobil Aisha juga sudah tidak ada. Lantas, Adrian menemui security."Loh, bukannya penghuni apartemen nomer 17 itu sudah pamitan mau pindah ke luar kota, ya?" Begitulah informasi yang didapatkan Adrian dari petugas keamanan apa
Syahlana meninggalkan Adrian yang masih berkutat dengan pikirannya di ruang tamu. Ia menangis sendirian di dalam kamar. Memang sikap ini yang harus ia tunjukkan, agar Adrian segera melupakannya. Biarlah dianggap ibu yang tiada berperasaan.San tidak betah berlama-lama di dapur. Ia masih ingin main. Sehingga, ketika lepas dari pengawasan David, anak itu menyelinap masuk ke dalam rumah. Ia melihat Adrian di ruang tamu. "Oncle Ian?"Sejenak, Adrian bisa menyingkirkan perasaan sedihnya dengan melihat San. "San?""Kenapa Oncle sedih?" tanya San. Rupanya anak itu sempat melihat tatapan sendu."Gak sedih, kok," jawab Adrian. "Hanya lelah setelah menempuh perjalanan jauh dari Jakarta ke Bandung ini."San manggut-manggut, mengerti. "San rindu Rara," kata San.Sungguh miris mendengar kalimat itu meluncur dari mulut kecil San.Lalu Adrian berkata, "Rara juga kangen sama San."Kemudian, Zivara datang. "San, ayo mandi! Udah so
Adrian mendapatkan lokasi, di mana Aisha membawa Aurora."Aku akan jemput Aurora dari sana."Syahlana mengangguk. "Iya, Mas. Mudah-mudahan, Aurora dalam keadaan baik."Hari itu, juga, Adrian berangkat ke Serang. Ternyata, Aisha membawa Aurora ke sana. Sungguh tidak disangka memang.Polisi yang ditugaskan mencari keberadaan Aisha dan Aurora, melacak ponsel Aisha dengan GPS. Bekerja sama dengan polisi siber. Nomor itu akan terlacak, apabila pemiliknya melakukan aktivitas internet.Polisi bernama Yahya, yang masih rekan baik keluarga Sudiro, memberikan kabar baik ini pada Rosana. "Kami akan segera menemukan cucu Mbak Ros, dan menangkap pelakunya.""Iya, Mas Yahya! Tangkap aja pelakunya! Hukum seberat-beratnya!" Rosana sangat jengkel, karena tahu, pelakunya adalah Aisha. Hal ini menjadi kesempatan baginya untuk menyingkirkan sang menantu yang tak diinginkan."Tenang saja, Mbak Ros. Kami akan pastikan cucu Mbak
Adrian belum bisa menerima keputusan Syahlana. Ketika wanita itu hendak beranjak dari duduknya, ia mencegahnya melangkah lebih jauh. "Tunggu dulu, Lana. Kalau persyaratan Mama seperti itu, dan kamu menolak. Lantas, bagaimana nasib Aisha?" Benarkah pertanyaan ini menandakan Adrian masih peduli pada Aisha? Atau hanyalah cara untuk membuat Syahlana berubah pikiran."Aku akan minya Zivara menangani masalah hukum untuk Aisha. Aku yakin, sesama wanita, Mama juga akan mengerti tentang keputusanku." Begitu jawab Syahlana."Kenapa sih? Apa yang membuat kamu gak mau kembali sama kami? Apakah kamu gak ingin dengar Aurora manggil kamu ibu?""Apa gunanya panggilan ibu untukku, kalau cuma aku yang bahagia, sementara ada orang lain yang menangis pilu meratapi nasib kehidupannya? Allah kasih aku dua anak sekaligus, kurasa bukan untuk menjadikan aku wanita yang tamak. Sudah benar, aku menyerahkan Aurora pada Aisha." Penjelasan macam apa yang keluar dari wanita seperti Syahlana i
Dalam perjalanan pulang dari makan malam itu, anak-anak tertidur di tempatnya masing-masing. Aurora di jok depan, samping Adrian, sedangkan San, di jok belakang, dengan kepala mereka di pangkuan Syahlana."Ee, itu tadi... soal Ilham, benarkah cuma begitu saja hubungan kalian?" tanya Adrian yang masih saja cemburu.Syahlana mendesah. "Aku udah jelasin semuanya. Kamu masih mau dengar yang seperti apa lagi?""Ya, engga, sih. Dia pasti menjaga kalian dengan baik," tandas Adrian."Sejujurnya, ya. Dia menjaga aku dan San sejak pertama kali kami bertemu kembali di Italia kala itu. Saat itu, San masih sangat kecil, dan berada dalam gendonganku." Syahlana menceritakan bagaimana dia bertemu dengan Ilham tanpa sengaja. "Tapi pada kenyataannya dia memang teman lamaku."Meski sudah dijelaskan, tetap saja, Adrian masih merasa cemburu dan khawatir.Sesaat mereka sama-sama diam. Syahlana membelai kepala San. Adrian fokus menyetir. Kemudian, Syahlana bertany
Adrian mendengar kabar bahagia itu, dari Rosana. "Beneran, Ma? Syahlana udah gak lagi menolak kembali sama kita?" Rasanya hampir tidak percaya. Apalagi mendengar cerita tentang perubahan sikap Aisha. Rasanya seperti mimpi."Bener, Ian. Maka dari itu, Mama ingin kamu menjemput Syahlana dan San, untuk kembali melangkah masuk di rumah kita." Rosana juga terdengar begitu antusias.Memang, Syahlana menganggukkan kepala, menyetujui permintaan Aisha, agar bisa kembali ke keluarga Sudiro. Tetapi, ada hal lain yang menjadi beban pikirannya. Apa yang harus dia katakan kepada San, kenapa mereka tinggal di rumah keluarga itu? San adalah anak yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Pertanyaan "kenapa" tidak cukup satu kali diutarakan. Lagi pula, secara agama, hubungan Syahlana dan Adrian, bukan lagi suami dan istri.Zivara kembali ke Bandung. Acara tahlilan akan segera berakhir. Sesampainya di Bandung, ia menceritakan yang terjadi di Jaka
Ilham tidak habis pikir. Bagaimana Syahlana dengan begitu mudahnya setuju kembali pada Adrian. Setidaknya itu menurut Ilham. Bahkan anak-anak mereka sudah tahu siapa yang sebenarnya disebut orang tua kandung."Aku udah pikirin semuanya dengan serius, Ham. Tapi jalan ini yang akhirnya kutemukan." Syahlana menjelaskan. "Jadi, gak tepat kalau kamu bilang aku gampang memutuskan semua ini."Sebelum menjelaskan semuanya, Syahlana sudah meminta Gala untuk membawa San bermain di luar."Maksud aku tuh, setelah apa yang keluarga itu lakukan sama kamu, Lana," ungkap Ilham. "Tapi ini belum terlambat, kalau kamu mau berubah pikiran." Ia menatap Syahlana. "Setelah kelar acara tahlilan ayah kamu, ayo, kita balik ke Paris! Bawa San sekalian. Kita lanjutin kehidupan yang menyenangkan di sana. Kamu gak perlu pusing mikirin semua yang di sini."Sebelum ini, sejujurnya Syahlana sangat ingin melakukan apa yang Ilham sarankan. Namun, saat ini, pasti Adrian sudah menjelaskan pa