Share

5. Sahabat Baru

Dari Dokter Susan inilah, Syahlana baru tahu, kalau Aisha pernah melakukan histerektomi. Sebagai sesama wanita, Susan merasa iba. Tetapi histerektomi harus dilakukan untuk menyelamatkan pasien.

Syahlana dan Aisha duduk saling berhadapan di sebuah kafe dekat rumah sakit.

"Dunia ini sempit, ya," kata Aisha.

"Begitulah. Tetapi terkadang waktu membuatnya seolah tidak terjangkau." Syahlana menyeruput teh hangatnya. "Beberapa waktu lalu aku ketemu sama temen mamaku. Dia ibu dari temen masa kecilku. Sekian puluh tahun berlalu."

"Kamu bener." Aisha tersenyum. "Ujian hidupku datang terlalu berat. Aku beruntung, suamiku begitu menyayangiku. Tetapi aku juga tahu, di mana letak kebahagiaannya. Hidup berdua saja sampai tua akan menyiksa pikirannya. Meski gak dia katakan, aku tahu."

"Sabar ya, Sha...." Syahlana memegang tangan Aisha. "Semua ujian pasti ada jalan keluarnya."

Inilah saatnya Aisha menanyakan lebih soal kehidupan Syahlana. "Kamu sendiri, selain mengelola restoran, sibuk apa lagi, Lana?"

Ketika Aisha menyebutkan soal restoran, Syahlana langsung teringat pada sepuluh kilo sayur kol di bagasi mobilnya. "Astaga! Sha, aku harus balik ke restoran. Tadi aku belanja sayur kol banyak banget."

"Eh, Lana!"

Syahlana tidak lagi menunggu komentar Aisha. Ia sudah melesat pergi.

Hubungan Syahlana dan Aisha begitu baik. Apalagi dalam saling membantu urusan Gala dan keluarganya. Syahlana membantu pengobatan Ibu Wati sampai sembuh, dan Aisha membantu mengurus kehidupan Gala dan adiknya.

Usia Gala sudah 18 tahun. Karena tidak selesai sekolahnya, ia kesulitan dapat kerja. Jadi, sementara, Syahlana merekrutnya bekerja di restorannya sebagai staff bahan makanan di bawah naungan Juki.

"Kenalin, ini Gala," kata Syahlana di ruangannya. Di dalam ruangan itu ada Juki, Lia, dan tentunya Gala sendiri. "Mulai hari ini, dia akan bekerja jadi anak buahnya Juki. Juk, ajarin yang baik, yah."

"Baik, Mbak Lana!" patuh Juki.

Ketika hanya tinggal berdua dengan Syahlana, entah untuk ke berapa kalinya, Gala mengucapkan terima kasih. "Saya janji akan bekerja dengan baik dan jujur."

"Saya percaya sama kamu," kata Syahlana.

Sementara itu, Aisha berniat membantu keluarga mereka untuk tinggal di rumah baru yang lebih layak. Ia menelepon Adrian. "Mas, aku lewat depan kantor kamu. Aku mampir, ya? Sekalian aku bawain kue, tadi dikasih sama Tante Vin pas arisan."

"Wah, seneng banget aku, kalo kamu beneran mampir. Aku tunggu. Kita bisa sekalian makan siang bareng."

"Oke."

Makan siang bersama? Tiba-tiba muncul ide di benak Aisha, ingin mengajak suaminya makan siang di restoran Syahlana. Sekalian memperkenalkan keduanya. 

Aisha melihat Adrian masih sibuk di dalam ruangannya.

"Mas..."

"Masuk, Sayang..."

Aisha meletakkan sekotak kue di meja. "Makan kuenya dulu."

"Iya." Adrian meninggalkan pekerjaannya. Menyambut sang istri dengan peluk dan cium. "Emang kamu dari mana, kok lewat sini?"

"Panjang ceritanya. Sebenernya dari beberapa hari lalu mau cerita, tapi tunggu komplit dulu urusannya."

"Emang cerita apa, Sha?" tanya Adrian, kemudian melahap nastar bulat itu ke dalam mulutnya.

"Beberapa hari lalu, aku tuh kecopetan..."

"Kecopetan?" Adrian terkejut.

"Denger dulu ceritanya."

"Oke, lanjut..."

Mengalirlah cerita tentang Gala dan keluarganya. Tetapi Aisha belum menyebutkan nama Syahlana. Hanya mengatakan bahwa ia menolong Gala tidak sendirian. Dibantu teman baik hati. "Jadi, ceritanya sekarang, aku mau carikan rumah untuk mereka. Kalau kamu lihat kondisi kehidupan mereka, kamu pasti mau bantu juga, deh."

"Rumah, ya?"

"Ya. Yang penting layak."

"Di yayasan kita kan ada juga tuh program seratus rumah untuk warga tidak mampu. Nanti aku ambilin satu unit buat mereka. Gimana?"

"Beneran nih, Mas?"

"Iya, beneran."

"Makasih ya, Mas. Gala dan keluarganya pasti bahagia."

"Yang penting, kamu juga bahagia menolong mereka."

Aisha memeluk Adrian. "Oh ya, udah jam makan siang. Kita makan di restoran temenku itu yuk."

"Hm, boleh. Ayo."

Di restorannya.

Syahlana masih sibuk dengan memeriksa laporan keuangan restorannya. Ini sudah akhir bulan. Hampir tidak pernah ada masalah soal ini.

Lalu, Lia masuk. "Mbak, kemarin ada Pak Robert yang orang konveksi nawarin model seragam baru buat karyawan CDM ini. Ini katalognya." Lia menunjukkan buku katalog berisi macam-macam model seragam karyawan.

"Seragam yang dipake karyawan sekarang kan masih baru dua bulan dipake kan, ya? Menurutku kalo gak penting-penting amat, kayaknya belum perlu ya. Kalau alasannya buat varian, kita udah punya beberapa sih. Ya, kan?"

"Iya, sih."

"Bilang aja sama Pak Robert, engga pesen dulu."

"Baik, Mbak. Oh ya, hari ini Mbak jadi mau cooking demo menu baru kan?"

"Jadi, dong." Setiap awal bulan, Syahlana akan mengeluarkan menu baru di restorannya. Sebagai salah satu cara promosi, ia akan melakukan demo masak.

Semua bahan dan peralatan memasak sudah disiapkan. Banyak pengunjung restoran yang sudah hafal jadwal demo masak ini. Tanpa diundang juga pada datang sendiri. Hari ini, Syahlana akan mendemokan makanan terkenal dari Perancis. Yaitu Salmon En Croute. Makanan ini merupakan ikan salmon yang diselimuti dengan puff pastry. Syahlana menunjukkan caranya.

"Siapkan salmon terlebih dahulu," kata Syahlana. Ia menggunakan tiga potong salom filet "Pastikan ikan salmonnya yang masih segar, ya." Lalu ia mengupas kulit salmon. "Hati-hati jangan terlalu tebal." Setelah itu fillet ikan salmon dibumbui dengan garam dan lada hitam bubuk di kedua sisinya. "Bumbu ini sangat penting, agar rasa ikan salmon tidak hambar. Kemudian marinasi di dalam lemari es." Selanjutnya, ia menunjukkan cara membuat pesto cream. "Masukkan daun basil dan bawang putih ke dalam blender. Blend sampai halus." Setelah halus, ia menambahkan olive oil atau minyak zaitun. "Jangan pakai minyak sayur, karena rasanya akan berbeda." Setelah itu ditambahkan pula keju parmesan dan sedikit bubuk lada hitam. "Blend semuanya sampai benar-benar lembut dan creamy. Kasih sejumput garam."

Di tengah-tengah pertunjukan demo masak, Aisha dan Adrian baru tiba. Mereka menyaksikan wanita itu melakukan demo masak dengan sangat apik.

"Setelah jadi pasta seperti ini, pindahkan ke wadah, campurkan cream cheese, aduk rata." Ia menunjukkan cara mengaduknya. "Kemudian sisihkan."

Langkah selanjutnya, Syahlana menunjukkan cara memasak bayamnya. Bayam ditumis bersama dengan irisan bawang bombay dan bawang putih yang dicincang. Aroma dari bawang-bawang itu menyeruak. "Tambahkan sedikit garam. Tumis sampai sedikit layu."

Paling ditunggu adalah, ketika Syahlana mendemokan cara memproses puff pastry-nya. Kemudian mengisinya dengan bayam, salmon, dan cream cheese. Melipatnya sedemikian rupa, direkatkan dengan telur yang sudah dikocok. Setelah mengoleskan telur ke bagian luar puff pastry, barulah semua bahan itu dipanggang ke dalam oven. "Suhu 200 derajat celcius selama tiga puluh menit."

Syahlana sudah menyiapkan yang matang, dan memberikan sampel sebagai tester kepada pengunjung. Ia tidak menyangka, di antara pengunjung itu muncul Aisha.

"Wah, keren banget demo masaknya!" puji Aisha.

"Makasih. Ayo, Sha, dicobain." Lalu ia melihat, bahwa Aisha tidak datang sendiri.

Aisha buru-buru memuluskan salah satu tujuannya mengajak suaminya ke restoran ini. "Mas, kenalin. Dia Syahlana, temen aku. Dia yang punya restoran ini."

Melihat wajah Adrian, sepertinya Syahlana pernah melihatnya di suatu tempat.

Adrian segera mengulurkan tangan, hendak bersalaman dengan Syahlana. "Kenalin, saya Adrian, suaminya Aisha."

Syahlana tersenyum, hanya melakukan salaman namaste kepada Adrian. "Saya Syahlana. Maaf, saya tidak bersalaman dengan lawan jenis yang bukan muhrim."

Adrian tampak salah tingkah, menarik kembali tangannya. "Oh, oke."

Kemudian, Syahlana mengajak Aisha dan Adrian ke ruangan VIP dan menjamu mereka berdua dengan beberapa menu andalan CDM.

Sambil makan siang, Aisha juga menceritakan pada Syahlana, soal rumah buat keluarganya Gala. "Semuanya sudah diatur dengan baik, Lana. Secepatnya, mereka bisa menempati rumah itu."

"Alhamdulillah kalau begitu, Sha. Ini dekat musim hujan. Gala bilang, rumah mereka selalu bocor. Kalau Gala gak di rumah, bagaimana Ibu Wati mengatasinya."

"Lalu gimana Gala di sini?" tanya Aisha. Ia tidak sengaja mengabaikan Adrian karena begitu antusias membantu orang lain. Namun hal itu menjadi Adrian bisa memperhatikan Syahlana. Bagaimana pun, ia harus kenal dengan teman istrinya. Kenal dalam artian, tidak ingin Aisha salah memilih teman.

"Gala itu rajin. Juki sering bilang sama aku, dia kerjanya bagus. Aku salut dan merasa lega karena kita gak salah menolong orang."

"Aku lebih salut sama kamu, Lana." Aisha baru menoleh pada Adrian. "Kalau bukan dia yang melerai keroyokan massa itu, entah gimana nasib Gala."

"Oh ya?"

Syahlana tersenyum. "Di dunia ini, kita gak hidup sendirian. Ada hak orang lain dalam rizki yang diturunkan Tuhan pada kita. Saat kita sehat dan mampu, kenapa tidak kita berikan hak itu pada mereka."

"Kamu benar, Lana. Pokoknya aku salut."

"Kamu juga berbesar hati gak bawa dia ke polisi. Aku lebih salut sama kamu. Sampai menyediakan rumah segala buat mereka."

Aisha tertawa pelan. "Ceritanya kita lagi berbagi pahala, nih."

Syahlana menyetujuinya.

Saat mereka asyik menikmati makan siang sambil bercengkrama, masuklah Lia. "Mbak, ada telepon dari Ibu Kepala Sekolah TK Bunda Pertiwi," katanya.

"Aku terima telepon dulu," kata Syahlana. Lantas ia keluar dari ruangan.

Adrian mendengar nama TK itu disebut. "TK Bunda Pertiwi?"

Aisha mendengarnya. "Iya, Mas. Beberapa waktu lalu, Syahlana kan merilis buku memasak untuk anak-anak, dan dia mendonasikannya ke sekolah itu. Dia bilang sih, dulu sekolah di sana waktu TK."

"Aku... juga alumni sekolah itu, Sha," kata Adrian.

"Oh ya?" Kebetulan macam apa ini, batin Aisha. "Kayaknya aku mempertemukan dua temen lama, nih."

"Tapi udah lama banget. Mungkin dia gak ingat. Udah, gak perlu dibahas juga."

"Emang kenapa?"

"Udah, gak usah. Yuk, cepet selesaiin makannya. Aku mesti balik ke kantor, masih ada meeting bentar lagi."

Kenapa Adrian jadi salah tingkah begini? 

Sebenarnya, nama Syahlana saja dari awal sudah mengganggu pikiran Adrian. Ia seolah pernah mengenal nama itu. Sekarang, ditambah, ternyata teman baru istrinya merupakan alumni dari taman kanak-kanak yang sama dengannya. Apakah, dia adalah Syahlana yang itu?

"Jangan suka ganggu orang, dong!" teriak Syahlana kecil. Ia melihat Adrian kecil lagi-lagi diganggu anak-anak berbadan besar.

"Emang kenapa sih? Lihat itu teman kamu kurus ceking, pantes digangguin!"

Syahlana kecil tidak tinggal diam. Ia rela berkelahi, biar pun kena jambak, demi membela Adrian kecil.

Kenangan demi kenangan masa kecil mulai bermunculan di ingatan masing-masing. Benarkah dia yang itu?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status