Share

Bab 7

Penulis: Yovana
Vanesa tidak membaca surat itu, langsung mengambilnya. Dia menatap Hanna sembari berkata, "Katakan pada Steven kalau pengacaraku akan menghubunginya untuk urusan perceraian selanjutnya."

Setelah berkata demikian, Vanesa berbalik, hendak pergi.

Hanna berdiri, lalu bertanya, "Nona Vanesa, apakah Regan ada di tempatmu?"

Vanesa menghentikan langkahnya, melirik ke arah Hanna.

Hanna berkata dengan nada lembut yang penuh dengan permohonan, "Sudah beberapa hari aku nggak bertemu dengan Regan. Bolehkah aku naik untuk menemuinya?"

Sebenarnya, Vanesa sangat tidak ingin Hanna menginjakkan kaki di studionya.

Namun, Regan adalah anak Hanna. Setelah bercerai dengan Steven nanti, Vanesa bahkan tidak bisa dianggap sebagai ibu tirinya.

Setelah memikirkan tentang hal ini, Vanesa baru saja akan berbicara ketika suara anak kecil yang polos terdengar lebih dulu.

"Ibu!"

Vanesa menoleh, melihat Regan yang sudah berlari ke arah mereka!

Regan memeluk Vanesa.

Vanesa tanpa sadar mengulurkan tangan untuk menangkapnya, mengusap kepalanya karena kebiasaannya. "Kenapa kamu berlari turun sendirian?"

"Kak Lucy menemaniku turun dengan lift. Dia baru pergi setelah melihatku masuk ke kafe."

Regan memeluk Vanesa, sementara dia menggosokkan pipi kecilnya di pelukan Vanesa. Kemudian, dia bertanya, "Ibu, kenapa lama sekali di luar? Aku merindukanmu!"

Vanesa tersenyum simpul, tampak tak berdaya.

'Anak ini memang pandai bertingkah manja,' pikir Vanesa.

Interaksi di antara keduanya jatuh ke dalam pandangan Hanna. Tubuh rampingnya sedikit bergetar, wajah cantiknya langsung memucat.

"Regan …."

Ketika Regan mendengar suara itu, dia mengangkat kepala. Tanpa diduga, pandangannya bertatapan dengan pandangan terluka Hanna.

Tubuh kecilnya membeku.

Vanesa juga terkejut, jelas merasakan ketidaknyamanan Regan.

Dia baru saja akan melepaskan Regan ketika suara langkah kaki terdengar dari belakang.

"Hanna."

Ketika Vanesa menoleh, dia melihat Steven.

Pria itu mengenakan jaket panjang hitam. Tubuhnya tinggi dan tegap, sementara wajahnya menunjukkan ekspresi dingin.

Vanesa melihatnya berjalan dengan langkah besar ke sisi Hanna. Steven melepaskan jaketnya untuk menutupi kepala Hanna.

Hanna dilindungi dengan erat dalam pelukannya.

Vanesa menatap semua ini dengan linglung. Rasa sakit yang penuh dengan kepahitan menyebar tak terkendali di dadanya.

Steven menundukkan kepala, lalu berkata dengan nada lembut pada Hanna yang ada dalam pelukannya, "Ada yang mengambil foto diam-diam."

Saat Hanna mendengar ini, dia menunjukkan ekspresi panik. Kedua tangannya mencengkeram kemeja di dada Steven dengan erat, wajah cantiknya yang membuat banyak penggemar terpesona itu terbenam di dada Steven.

Steven melindungi Hanna sambil melangkah pergi.

Ketika melewati sisi Vanesa, pria itu hanya mengatakan satu kalimat, "Antar Regan pulang, aku akan menjemputnya nanti."

Pria itu hanya memberi tahu, tidak membutuhkan tanggapan Vanesa.

Vanesa memeluk Regan, melihat Steven yang melindungi Hanna naik mobil melalui jendela kaca kafe.

Steven yang seperti ini benar-benar menunjukkan sosok seorang pria sejati.

Selama proses ini, tidak hanya wajah Hanna, bahkan sehelai rambut pun tidak terlihat dari balik jaket hitam itu.

Mobil Maybach pun melaju pergi.

Vanesa menundukkan kepala, melihat surat cerai di tangannya dengan bibir yang terkatup keras. Rasa panas yang mengalir di pelupuk matanya ditekannya kembali sekali lagi.

"Ibu, apa kamu baik-baik saja?" tanya Regan.

Vanesa kembali tersadar, langsung bertatapan dengan pandangan khawatir dan peduli Regan.

Dia mengambil napas dalam-dalam, tersenyum dengan susah payah, lalu menjawab, "Aku nggak apa-apa."

Regan mengamati raut wajah Vanesa.

Melihat Vanesa sepertinya tidak berbeda dengan biasanya, Regan pun merasa lega.

Vanesa tidak apa-apa, tetapi Regan masih ingat ekspresi sedih ibunya tadi!

Ketika memikirkan bahwa dirinya sudah membuat ibunya sedih, Regan merasa sangat bersalah.

Vanesa melihat waktu.

Waktu pemeriksaan yang dijanjikan dengan temannya sudah hampir tiba.

Dia mengusap kepala Regan sambil berkata, "Regan, Ibu harus pergi dulu untuk mengurus sesuatu. Bisakah kamu kembali ke studio dan menungguku?"

"Nggak mau!" Regan sekarang ingin sekali segera bertemu dengan Hanna, tetapi dia tidak berani memberi tahu Vanesa apa yang ada dalam pikirannya.

Regan memutar bola matanya, lalu berkata, "Ibu, kamu sudah beberapa hari nggak pulang ke rumah. Tadi Ayah menyuruh Ibu untuk mengantarkanku pulang dulu. Apakah ada hal penting yang ingin Ayah bicarakan denganmu?"

Hal penting apa yang ingin dibicarakan Steven dengannya? Mungkin itu hanya masalah perceraian saja.

Namun, bagaimana mungkin Vanesa bisa mengatakan tentang hal ini pada Regan?

Ini adalah urusan orang dewasa, tidak seharusnya melibatkan anak yang tidak bersalah.

"Ibu, ayo pulang ke rumah denganku!" Regan menarik tangan Vanesa, lalu berkata dengan manja, "Ayolah! Aku sudah beberapa hari nggak bertemu dengan Ayah, aku merindukan Ayah!"

Vanesa menghela napas, lalu menjawab dengan terpaksa, "Baiklah. Kalau begitu Ibu akan mengantarmu pulang dulu."

"Hore!" Regan merasa sangat senang. "Ibu baik sekali!"

Vanesa mengusap kepalanya. Ketika melihat wajah kecil Regan yang lucu dan polos, dia mendesah dalam hati.

Selama lima tahun pernikahan ini, mungkin hanya ketergantungan dan perasaan Regan terhadapnya yang nyata.

Selain itu, semuanya adalah kebohongan, hanya khayalan belaka.

Setengah jam kemudian, Vanesa dan Regan kembali ke Mansion Resta.

Steven masih belum pulang, sementara Regan sudah menjadi tidak sabaran setelah menunggu hanya sepuluh menit.

"Bu, bisakah Ibu menelepon Ayah untuk menanyakan kapan dia akan pulang?" tanya Regan.

Vanesa juga mengira Steven akan segera pulang. Dia ingin langsung pergi ke rumah sakit ketika Steven pulang.

Namun, masalahnya sekarang, Steven tidak mengangkat teleponnya meski panggilannya tersambung.

Ini terjadi tiga kali berturut-turut.

Vanesa merasa tidak berdaya, tetapi tetap menghibur Regan, "Ayahmu mungkin sedang sibuk."

Regan mengerutkan kening.

'Mungkinkah Ibu menangis, jadi Ayah sedang menghiburnya hingga nggak sempat mengangkat telepon?' pikir Regan.

Setelah memikirkan ini, Regan menjadi makin cemas. Dia bahkan mulai menyesali mengapa dia memeluk Vanesa tadi. Jika dia tidak memeluk Vanesa, Hanna tidak akan merasa sedih!

Makin Regan memikirkannya, makin kesal dirinya. Bahkan tatapan yang dia berikan pada Vanesa pun dipenuhi dengan kebencian.

Hanya saja, Vanesa saat ini sedang mengirim pesan WhatsApp pada sahabatnya, tidak menyadari emosi Regan.

Vanesa: [Ada sedikit masalah yang menundaku. Kita lakukan pemeriksaannya besok saja.]

Sahabat Vanesa: [Besok aku bekerja shift pagi, kamu bisa langsung datang saja.]

Vanesa: [Baiklah.]

Sahabat Vanesa: [Melihat keadaanmu, aku yakin kamu pasti belum menggunakan alat tesnya.]

Vanesa melirik tas di sampingnya dengan perasaan yang agak bersalah, lalu membalas: [Sekarang aku akan melakukannya.]

Sahabatnya pun mengirimkan beberapa emoji sebagai balasan.

Vanesa membalas dengan emoji yang bertuliskan "aku bersalah". Kemudian, dia mengambil tasnya, bangkit berdiri, lalu berkata, "Regan, Ibu mau ke toilet sebentar."

Regan tidak meresponnya.

Vanesa mengira dia sedang merasa kesal karena Steven, jadi tidak terlalu memikirkannya. Vanesa pun berbalik naik ke lantai dua.

Setelah mendengar suara pintu kamar utama di lantai dua tertutup, Regan langsung berlari kembali ke kamarnya, mengambil jam tangan telepon yang dibelikan Hanna dari bawah bantal.

Kontak pertama di telepon itu adalah kontak Hanna, jadi Regan pun meneleponnya.

Telepon berdering beberapa kali sebelum akhirnya diangkat.

"Regan?"

Suara Steven yang rendah dan serak terdengar dari telepon. Terdengar juga napas yang terengah-engah.

Regan merasa sedikit terkejut ketika bertanya, "Ayah? Kenapa Ayah yang mengangkat teleponnya? Di mana Ibu?"

"Ibu kelelahan dan baru saja tertidur. Ada apa?" jawab Steven.

Ketika Regan mendengar ini, hatinya merasa makin cemas. "Apakah Ibu menangis?"

Steven tidak menyangkal, "Sekarang sudah nggak apa-apa."

"Aku khawatir dengan Ibu. Ayah, aku sudah berada di rumah sekarang. Bisakah kamu menjemputku? Aku ingin bersama dengan Ibu!" ujar Regan.

"Baiklah, sekarang Ayah akan pulang untuk menjemputmu."

Setelah menutup telepon, Regan merasa sangat senang. Dia diam-diam menyembunyikan jam tangan telepon di saku jaketnya, lalu keluar kamar dan berlari turun.

Regan duduk di sofa, menyalakan televisi, lalu menonton dengan gembira sambil menunggu ayahnya menjemputnya.

Sementara itu, di kamar mandi kamar utama, Vanesa memegang alat tes kehamilan di tangannya dengan ujung jari yang memutih ....
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (14)
goodnovel comment avatar
Mikhayla Phillips
Bagus ceritanya, cuma bagian Regan ini kaya terlalu maksa. I mean, dia tau yang ibunya Vanessa, cuma kok kaya ga menolak gitu ya soal Hanna, bahkan udah mulai benci Vanessa?
goodnovel comment avatar
Novi Rahma
masih kecil udh manipulatif kek ortunya, emang darah lebih kental ya ..
goodnovel comment avatar
Salawati Ray
anak , ayah dan ibunya sama2 setan gak tau terima kasih tegas vanesa tinggalkan steven segera
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Cinta Kita Sudah Sampai Ujung   Bab 401

    Jessica tampak tak berdaya. "Sepertinya Nyonya Vanesa mengatakan kalau Regan nggak disuruh pergi, dia nggak akan pernah membawa putri kecilnya pulang.""Lebih baik dia nggak pulang! Putrinya itu juga nggak dianggap oleh Keluarga Dallas!" ujar Hanna."Tapi Pak Steven berencana menyuruh Regan untuk kembali ke Mansion Resta sementara. Sebenarnya Regan merasa sangat sedih, tapi dia takut membuat Pak Steven nggak senang, jadi dia hanya bisa berpura-pura kuat dan menyetujuinya," kata Jessica."Apakah dia bodoh?" kata Hanna.Hanna benar-benar merasa kesal. "Dia adalah cucu sulung Keluarga Dallas! Sekarang dia adalah satu-satunya anak laki-laki di Keluarga Dallas. Dengan alasan apa dia harus pindah keluar? Vanesa sekarang berani mengusulkan agar Regan pindah, nanti dia pasti akan berani mengusulkan untuk mengirim Regan ke luar negeri!""Kalau Regan benar-benar dikirim ke luar negeri, itu sama saja dengan pengasingan!" teriak Hanna.Hanna menjadi makin marah, "Keluarga Dallas kaya raya dan berk

  • Cinta Kita Sudah Sampai Ujung   Bab 400

    Steven merasa agak tidak rela. Dia mengelus kepala Regan dan berkata, "Dia hanya butuh waktu. Gara-gara Hanna, dia jadi belum bisa menghadapimu.""Aku tahu, aku juga nggak menyalahkan Ibu Vanesa." Regan menyeka air matanya. "Aku nggak masalah. Asalkan Ibu Vanesa mau pulang, aku nggak apa-apa kalau nggak tinggal di rumah baru.""Hanya untuk sementara." Steven menelan ludah dengan susah payah. "Tenang saja, Regan, Ibu Vanesa bukan orang yang kejam. Setelah beberapa saat, dia pasti akan tersadar. Setelah itu, kita bisa hidup bersama lagi dengan rukun."Regan sangat sedih, tetapi dia tahu harus patuh karena ayahnya telah berbicara.Bu Jessica bilang bahwa Regan tidak boleh mengecewakan ayahnya.Regan sudah kehilangan Ibu Vanesa yang begitu menyayanginya, jadi dia tidak boleh sampai kehilangan ayahnya pula!Regan mengangguk dengan penuh semangat. "Jangan khawatir, Ayah, aku pasti patuh."…Jessica benar-benar tidak percaya. Demi membujuk Vanesa pulang, Steven malah berencana mengusir Regan

  • Cinta Kita Sudah Sampai Ujung   Bab 399

    Pukul setengah sembilan malam, Steven kembali ke Vila Damscus.Regan baru saja selesai mengerjakan PR ketika mendengar suara mobil. Dia mendongak menatap Jessica dan bertanya, "Ayah sudah pulang?""Iya," jawab Jessica sambil tersenyum dan mengelus kepala Regan. "Ayo turun buat sambut ayahmu.""Oke!"Ketika Regan dan Jessica turun, Steven sudah duduk di sofa."Ayah!" Regan berlari ke arah Steven.Steven yang sedang memijat dahinya pun berhenti sejenak, lalu menengadah menatap Regan dan tersenyum kecil. "PR-mu sudah selesai?""Sudah!" jawab Regan, lalu mengernyit. "Ayah kenapa? Ayah lelah bekerja?""Nggak apa-apa." Steven menepuk kursi di sebelahnya. "Sini duduk samping Ayah sebentar."Regan mengangguk dan duduk di sebelah Steven.Jessica menghampiri dan berkata sambil tersenyum, "Pak Steven, aku sudah memasak sarang burung walet di dapur. Biar kubawa keluar sekarang. Pak Steven dan Regan makan saja dulu sedikit sebelum naik ke atas untuk beristirahat."Steven mengiakan dengan singkat sa

  • Cinta Kita Sudah Sampai Ujung   Bab 398

    "Regan masih anak-anak, kamu mau aku mengirimnya ke mana?""Itu bukan sesuatu yang harus kupikirkan," sahut Vanesa nada acuh tak acuh."Vanesa, kamu nggak seharusnya berkata seperti itu buat melampiaskan amarahmu.""Putraku tewas dibunuh oleh Hanna. Kamu pikir aku ini lagi melampiaskan amarah?"Steven menatap Vanesa dengan sorot muram.Vanesa pun mencibir dan berkata, "Steven, percuma saja mencoba membuatku merasa bersalah. Kamu 'kan punya banyak uang, bukannya Jessica bisa mengurus Regan?""Dia hanya seorang guru, bagaimana mungkin dia bisa setara dengan seorang ibu?""Kalau begitu, kembalikan Regan pada Hanna. Aku, Vanesa, sudah melahirkan seorang putra, tapi dia sudah meninggal. Kamu merenggutnya dengan tanganmu sendiri dan menguburkannya di pemakaman keluargamu, tapi itu semua di luar kehendakku! Steven, bagaimana mungkin aku nggak membencimu?"Steven hanya tertegun.Vanesa menahan kesedihan di hatinya dan berkata dengan acuh tak acuh, "Kamu nggak perlu terlihat sakit hati begitu.

  • Cinta Kita Sudah Sampai Ujung   Bab 397

    Detektif swasta ini sering berkontak dengan Hanna.Steven tahu bahwa Hanna gelisah, tetapi dia tidak memiliki energi ekstra untuk memperhatikan Hanna.Dia juga tahu bahwa Hanna-lah yang menyuruh si detektif swasta mengirim foto-foto itu kepadanya agar dia bertengkar dengan Vanesa.Sebenarnya, Steven tidak seharusnya terjebak oleh taktik tercela Hanna.Namun, dia tak bisa mengabaikan foto-foto itu. Saat teringat Vanesa dan Jerry bersama, entah kenapa ada rasa amarah dalam hati Steven.Pada akhirnya, Steven meminta Noel memeriksa jadwal Vanesa.Setelah diperiksa, Steven baru tahu bahwa Vanesa bersama Jerry selama seminggu penuh.Syuting hanya berlangsung tiga hari, tetapi setelah syuting, Vanesa dan Jerry pergi ke desa bersama.Sekarang setelah kembali ke Kota Amari, Vanesa juga mengajak Jerry pulang!Steven menatap Jerry.Jerry duduk tenang dan meletakkan cangkir tehnya, lalu menatap Steven. "Kenapa Pak Steven menatapku begitu? Ada yang ingin kamu katakan?"Jake mendecakkan lidahnya dan

  • Cinta Kita Sudah Sampai Ujung   Bab 396

    Setelah kembali ke Kota Amari, Vanesa dan Jerry berjalan keluar bandara.Rai datang menemui Jerry.Jerry pun bertanya kepada Vanesa, "Mau kuantar pulang?""Aku akan pulang ke Bumantara," jawab Vanesa sambil melirik jam. "Sekarang sudah hampir waktunya makan. Kalau kamu nggak buru-buru, bagaimana kalau kamu dan Pak Rai pergi ke Bumantara untuk makan, baru habis itu kalian pulang?"Jerry mengangkat alisnya. "Apa telepon yang kamu angkat barusan itu dari Bella?"Vanesa tersenyum pasrah. "Iya, putriku tahu aku kembali bersamamu, jadi dia memberiku misi untuk mengajakmu pulang.""Senang rasanya diingat oleh orang lain," kata Jerry sambil tersenyum. "Oke, aku akan membantumu menuntaskan misi. Nanti pas pulang aku lapor ke Bella."Vanesa tersenyum dan mereka bertiga masuk ke dalam mobil.Setengah jam kemudian, Rai mengemudikan mobil ke halaman Vila Damscus.Begitu mendengar suara mobil, Bella dan Alfredo berlari keluar bersama.Vanesa sedikit terkejut ketika melihat Alfredo begitu turun dari

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status