Ceklek.
Alfa membuka ruang kerjanya yang juga merupakan ruang kerja Naura. Ya, mereka memang satu ruangan kerja.
"Selamat pagi," sapa Alfa terlihat tenang.
"Selamat pagi," balas Naura yang juga bersikap cuek.
"Naura, tolong berikan laporan yang kemarin aku minta," pinta Alfa.
"Baik," Naura pun memberikan laporan itu tanpa banyak bicara.
"Oh ya, Naura, nanti jam 10 kamu ikut aku meeting di luar."
"Baik," balas Naura patuh saja, memang tak mau banyak bicara.
Telepon di atas meja kerja Alfa berbunyi, Alfa menekan satu tombol untuk memerima panggilan.
"Pak Alfa, mbak Sherly datang dan sudah langsung naik ke ruangan bapak, tidak bisa ditegur," kata seorang yang berbicara melalui saluran telepon.
"Terima kasih."
Klik.
Alfa langsung menutup telepon itu begitu saja.
"Ck, kebiasaan!" Alfa menggerutu kesal.
"Naura, tolong copy kan berkas ini di lantai satu," perintah Alfa.
"Baik." Naura mengambil berkas yang dimaksud lalu segera melaksanakan perintah.
Naura membuka pintu dan ia berpapapasan dengan seorang wanita yang terlihat seperti wanita konglomerat. Naura sedikit terkejut karena ia tidak tahu ada orang di depan pintu, untung saja Naura tidak menabraknya.
Sedangkan wanita itu mengernyit menatap Naura. Naura bersikap biasa saja dan langsung pergi begitu saja. Wanita itu masih memperhatikan Naura sebentar sebelum ia masuk ke ruangan yang ingin dituju.
"Aku nggak pernah lihat wanita itu, dia karyawan baru?" tanya wanita itu begitu masuk ke ruangan Alfa.
"Apa menurutmu kamu kenal semua karyawanku?" balas Alfa.
"Enggak, tapi aku tahu siapa saja yang keluar masuk ruanganmu. Siapa dia?" tanya Sherly lagi.
Sherly adalah salah satu perempuan yang masih tak menyerah mengejar Alfa meski sudah ditolak berkali-kali. Ia putri dari salah satu orang ternama di kota ini. Alfa menghormati ayah Sherly namun memandang rendah Sherly yang menurutnya murahan.
"Dia karyawan baru," balas Alfa.
"Dia bukan cleaning sevice kan? Siapa dia, Alfa?" desak wanita itu yang tak lain adalah Sherly.
"Dia sekretarisku."
"What? Sekretaris? Sejak kapan? Alfa, sejak kapan kamu butuh seorang sekretaris? Kalau kamu butuh sekretaris kamu bisa kasih tahu aku, aku bisa carikan sekretaris yang cocok buat kamu." Sherly merengek.
"Tolong berhenti bicara dan berhenti ikut campur. Kamu nggak ada hubungannya sama aku ataupun perusahaanku!" tukas Alfa jatam.
"Ada! Aku ada hubungannya sama kamu, Alfa!" pekik Sherly.
"Cukup! Untuk apa kamu datang kemari?"
Sherly langsung bertingkah manja, ia duduk pada tepi kursi kerja Alfa dan metangkul pundak Alfa.
"Aku merindukanmu, Alfa." Sherly bergelayut manja.
"Lepaskan! Jangan bertingkah menjijikan."
"Alfa, aku ini kangen kamu. Apa kamu nggak bisa menyambutku. Bersikap manislah sedikit saja," rengek Sherly tak mau melepaskan rangkulannya.
Alfa terpaksa harus berdiri dan menyingkirkan tangan Sherly dengan paksa.
"Aku bilang lepaskan! Kalau tidak ada kepentingan lebih baik kamu segera pergi dari sini."
Alfa mengibaskan tangan Sherly lalu hendak pergi meninggalkan ruangan. Sherly mengejarnya dan menarik jas yang Alfa kenakan. Sherly bahkah sampai kehilangan keseimbangan karena ia terlalu kuat menarik Alfa, dan akhirnya mereka jatuh ke lantai, posisi Alfa di atas Sherly.
Sherly tersenyum nakal, ia memanfaatkan kesempatan ini untuk menarik kerah baju Alfa, Sherly mengincar bibir Alfa yang sudah sangat lama ingin ia sentuh dengan bibirnya. Namun tiba-tiba pintu ruangan terbuka.
Ceklek.
Alfa spontan langsung bangkit dan berdiri tegap. Entah siapa yang datang Alfa masih belum mengetahui namun dalam hati Alfa mengutuk Sherly yang menurutnya telah berbuat lancang.
Alfa menoleh dan ternyata seorang yang datang adalah Naura.
"Maaf mengganggu kalian, kalau begitu saya akan kembali lagi nanti," ujar Naura santai.
"Iya, kamu memang mengganggu, pergilah!" sinis Sherly.
"Ck, nggak nyangka ternyata ada orang yang begitu nggak tahu malu melakukan itu di kantor," cibir Naura berbisik namun masih bisa ditangkap oleh indera pendengaran Alfa.
Alfa mengepalkan tangan kuat, lalu ia menarik tangan Naura membuat lembaran kertas di tangan Naura jatuh berserakan di lantai.
Alfa menatap tajam tepat pada manik mata Naura. "Akan aku tunjukkan gimana nggak tahu malunya aku," ujar Alfa tajam.
Nyali Naura langsung menciut. "Apa yang ingin kamu lakukan?" tanya Naura sedikit ketakutan.
Alfa tak menjawab pertanyaan Naura. Ia langsung mencium bibir Naura tanpa izin, lalu menekan tengkuk Naura agar tidak melepaskan ciumannya.
Naura memukul-mukul dada Alfa memberontak namun Alfa tak peduli, Alfa tetap meneruskan aksinya, Naura kalah kuat.
Tanpa sengaja Naura menatap mata Alfa yang juga tengah menatapnya dalam, dan entah mengapa tatapannya seakan terkunci, ia terlena dalam tatapan itu.
Deg deg deg deg!
Naura merasakan jantungnya tiba-tiba berdetak lebih kencang. Naura mendorong paksa dada Alfa hingga pugatan mereka terlepas, namun tidak dengan tatapan mata mereka. Keduanya sama-sama tak ingin memalingkan pandangan.
Tatapan Alfa semakin teduh, sedangkan Naura semakin merasakam cintanya, cinta Alfa, cinta mereka yang sempat ia kubur dalam-dalam.
Dengan naluri yang sama, mereka sama-sama mendekatkan diri dan memulai lagi ciuman mereka. Bahkan kali ini Naura memejamkan mata, merasakan cinta yang menjalar. Entahlah, Naura menikmati ciuman itu, ia juga membandingkan ciuman kali ini dengan ciumannya semalam dengan Eza.
Saat ia melakukannya dengan Eza, Naura tidak mendapatkan perasaan seperti ini. Rasanya hambar.
'Oh tidak, ini salah!' batin Naura berteriak.
Naura mendorong kuat dada Alfa hingga ia benar-benar terlepas dari kurungan laki-laki itu. Kemudian Naura lari dari sana, ia berlari kencang seakan ingin pergi tanpa kembali. Dengan menutup mulutnya rapat-rapat Naura pergi ke tempat yang bisa ia gunakan untuk menenangkan diri.
Sedangkan Alfa hanya diam di tempat, tidak berniat mengejar Naura. Ia masih cukup waras untuk melakukan hal-hal gila, ini masih di lingkungan perusahaan. Cukup Sherly saja yang menjadi saksi, jangan ada yang lain yang bisa saja membuat gosip yang tidak-tidak.
Alfa mengusap wajahnya kasar. Ia merasa ia telah melakukan kesalahan namun ia tidak merasa bersalah. Ia justru merasa ia telah memiliki kesempatan.
"Apa-apaan ini, Alfa? Siapa perempuan itu?" pekik Sherly yang sudah cukup terbakar melihat orang yang dicintainya berciuman dengan wanita lain dihadapannya, di depan matanya.
"Aku nggak harus kasih tahu kamu siapa dia."
"Oh gitu? Oke. Kalau gitu aku akan kasih dia pelajaran," kata Sherly penuh dendam.
Set!
Alfa menarik dan mencengkeram lengan Sherly. Tatapannya nyalang memancarkan ancaman.
"Jangan pernah sentuh dia!"
***
Naura menyalakan kran wastafel lalu ia membasuh wajahnya. Ia berdiri di depan cermin dan menangis.
"Bodoh bodoh bodoh! Apa yang sudah kamu lakukan, Naura? Kamu telah mengingkari janjimu. Kamu telah mengkhianati Eza. Kamu bodoh, Naura, kamu bodoh!" Naura memaki diri sendiri tanpa ampun.
Naura memukul-mukul dadanya yang sesak.
"Jangan, kumohon jangan muncul lagi. Tetaplah terkubur disana. Perasaan untuknya telah mati. Jangan lemah, Naura, kamu nggak boleh lemah!"
***
"Pak Alfa, ini keputusan yang sangat sulit yang harus kalian putuskan. Karena kalian harus memilih salah satu di antara mereka. Kalian memilih menyelamatkan ibunya atau anak yang dikandungnya?"Alfa langsung merasa kebas. Ia hampir ambruk karena seluruh tulangnya serasa diloloskan dari tubuhnya."Nggak mungkin! Nggak mungkin saya pilih salah satu diantara mereka. Selamatkan istri dan anak saya, Dokter. Dokter harus menyelamatkan mereka!" Alfa berteriak kapal. Nalin memegangi Alfa sambil meneteskan air mata. Pada akhirnya keputusan sulit ini harus diambil."Alfa, tenanglah, Nak," lirih Nalin."Bagaimana aku bisa tenang, Bu, anak dan istriku sedang berjuang tapi aku harus memilih salah satu dari mereka. Aku nggak mungkin bisa memilih, Bu," balas Alfa masih juga berteriak.Tak hanya Alfa yang terkejut dan kesulitan mengambil keputusan. Semua orang disana merasakan hal yang sama.Dahayu sudah menangis, Dharma memeluk istrinya. Begitu pula dengan
"Dokter, bagaimana keadaan istri saya?""Pasien sangat lemah. Pendarahan yang terjadi cukup menguras banyak darah. Saat ini pasien masih harus istirahat," jelas dokter."Tapi dia baik-baik aja kan, Dok? Dia pasti sembuh kan, Dok?" tanya Alfa lagi.Dokter itu menghela napas berat, seberat ia menjelaskan keadaan pasiennya yang sebenarnya.Sebagai seorang dokter Lily bertekad untuk selalu mengatakan hal-hal baik karena ucapan adalah doa. Dan juga dokter Lily selalu berusaha menjaga perasaan keluarga pasien agar tidak down."Berdoalah yang terbaik untuk pasien. Hanya Allah yang bisa menolongnya," ujar dokter Lily dengan senyum optimis, mencoba memancarkan sinyal positif meskipun sebenarnya ia sendiri merasa tidak seoptimis itu."Bolehkah saya menemui istri saya, Dok?"Dokter Lily mengangguk. "Silakan berikan kekuatan pada istri anda. Tapi tolong jangan mengganggu istirahatnya. Dia sangat lemah, sebaiknya jangan membangunkannya selama pasi
Vano uring-uringan sendiri di depan ruang IGD. Alfa benar-benar membuatnya tak habis pikir. Disaat istrinya berjuang untuk bertahan hidup dia malah melakukan hal yang tidak bisa dibenarkan. Ya Tuhan ....Vano sangat ingin menyusul Alfa tapi dia juga tidak bisa meninggalkan Safira sendiri apalagi di rumah sakit. Vano merasa serba tak mampu sekarang."Sayang, tenanglah ... kita beritahu pada tante Nalin saja nanti kalau dia sudah datang. Tante Nalin pasti bisa mengurus Alfa. Tenang yaa ... aku udah menelpon mereka, sebentar lagi pasti mereka datang," kata Safira membujuk suaminya.Untuk menghargai usaha istrinya, Vano melempar senyum sambil mengangguk meski sebenarnya ia tetap tidak tenamg. "Iya, kita tunggu mereka saja."Dan ya, orang tua Naura dan orang tua Alfa akhirnya datang tak lama kemudian."Vano, Safira, apa yang terjadi? Bagaimana keadaan Naura?" tanya Dahayu sangatlah panik. Keringat dingi bercucuran dimana-mana."Tante, kami nggak
Semakin hari usia kandungan Naura semakin bertambah. Perutnya pun semakin membesar. Saat ini kandungannya sudah berumur tujuh bulan.Karena perutnya semakin membesar Naura berpikir untuk mulai mempersiapkan kebutuhan bayi mereka. Mulai dari kamar bayi dan segala perlengkapannya, dan juga lain-lain lagi.Hari ini Naura mengajak Alfa pergi berbelanja baju bayi. Mereka mengunjungi baby shop terbesar agar mereka leluasa untuk memilih segala kebutuhan bayi mereka.Oh ya, Alfa dan Naura sengaja tidak ingin mengetahui terlebih dahulu apakah bayinya perempuan atau laki-laki meski dokter bisa saja memberitahu mereka. Mereka sengaja ingin menjadikan itu sebagai sebuah kejutan bagi mereka.Karena mereka belum tahu apakah anak mereka perempuan atau laki-laki, maka mereka berbelanja barang-barang yang netral saja, yang sekiranya cocok dipakai bayi perempuan maupun laki-laki, seperti warnanya yang netral untuk perempuan atau laki-laki, seperti warna biru, putih, atau k
Hari ini Naura pergi ke kantor suaminya. Ia merasa bosan harus berada di rumah sebesar itu sendirian.Para karyawan mengangguk sopan menyapa Naura—Bu boss.Naura membuka pintu ruangan Alfa dan ia melihat Alfa dan Vano terngah saling berdekatan, sangat dekat. Bahkan wajah mereka hampir saling menempel."Kalian lagi ngapain?" tanya Naura memasuki ruangan. Alfa dan Vano langsung menoleh bersamaan dan Vano pun bergerak menjauh."Kok kalian deket-deketan gitu? Kalian nggak belok kan?" tanya Naura lagi."Sialan! Aku masih sangat normal, tahu!" semprot Vano kesal karena dituduh hal yang tidak masuk akal."Ssttt ... nggak boleh ngomong kasar sama ibu hamil," kata Naura berlagak jadi wanita lembut.Vano mendengus kesal lalu duduk di kursinya. "Nggak lagi hamil, lagi hamil, tetep aja nyebelinnya nggak hilang-hilang," cibir Vano."Semoga aja nanti abis lahiran nyebelinnya tambah ya, Van," ucap Naura asal."Bodo amat dah, suka
"Ambil nasi goreng itu dan kasih gue uang satu juta," kata gadis itu dengan tersenyum miring.Alfa mendelik tajam. "Kamu memeras saya?""Nggak. Itu sih terserah lo aja. Kalau nggak mau ya udah sini balikin masi goreng gue. Lo lebih sayang uang satu juta lo atau istri lo?" kata gadis itu enteng dan terdengar meremehkan.Alfa ingin sekali meneriaki gadis itu, tapi dia teringat nasehat ibunya. 'Jaga sikapmu di luar sana. Ingatlah istrimu tengah mengandung.' Mengingat itu Alfa langsung mengurungkan niatnya.Alfa berpikir, apa sebaiknya dia membayar uang satu juta untuk nasi goreng itu?"Cepat putuskan. Gue nggak suka makan masi goreng yang udah dingin!" seru gadis itu mengagetkan Alfa dan membuyarkan lamunannya."Baiklah, saya beli nasi gorengmu seharga satu juta. Ini," kata Alfa pada akhirnya.Sambil terkekeh penuh kemenangan gadis itu menerima uang satu juta dari tangan Alfa."Senang bertransaksi sama lo," ucap gadis itu dan kemu