Share

Pertemuan Dua Sahabat

Brak! 

Suara benda tertabrak mobil terdengar di telinga Asma. Sedangkan dia merasa tubuhnya ditarik oleh seseorang dan membentur dada bidang seseorang. 

“Lepaskan aku!” pekik Asma seraya meronta dari pelukan orang tersebut. “Biarkan aku mati.”

Orang itu masih memeluk tubuh Asma yang masih meronta hendak menuju ke jalan. 

“Jangan bodoh, Mbak. Memangnya kalau Mbak mati akan menyelesaikan masalah?”

Asma tidak mendengarkan ucapan orang itu. Dia terus meronta seraya menceracau. 

“Aku ingin mati! Semua orang sudah tidak peduli padaku!”

Tiba-tiba Asma jatuh pingsan di pelukan orang yang telah menolongnya. Orang itu pun panik dan terkejut. Dia mengambil HP yang ada di saku kemejanya dan menghubungi seseorang. 

[“Mbak Khansa, tolong! Ada wanita pingsan. Aku di tepi jalan tidak jauh dari panti,”] ucap orang itu. 

Tidak lama kemudian, seorang wanita berjilbab menghampiri orang itu dan Asma yang masih pingsan. 

“Apa yang terjadi, Arya?” tanya wanita itu seraya berjongkok di samping orang yang dipanggil Arya. 

“Nanti saja ceritanya, Mbak. Kita harus membawanya ke klinik dulu. Aku takut terjadi sesuatu dengan kandungannya,” ucap Arya seraya membopong Asma. 

Wanita berjilbab yang bernama Khansa pun segera memungut tas Asma yang tergeletak di tepi jalan dan juga koper yang penyok karena terpental ke bahu jalan. Dia segera mengikuti Arya yang menuju ke arah mobil yang belum sempat di tutupnya. 

Khansa masuk ke dalam mobil untuk memangku kepala Asma. Setelah Asma sudah di dalam mobil dengan posisi berbantal paha Khansa, Arya segera menjalankan mobil menuju ke klinik yang berada tidak jauh dari tempat tersebut. 

Sepuluh menit kemudian, mereka sudah berada di klinik. Perawat dan dokter yang berjaga segera menangani Asma. Mereka membawa Asma ke dalam ruang IGD. Sedangkan Arya dan wanita itu menunggu di luar ruangan. Mereka duduk di kursi tunggu. 

“Sebenarnya apa yang terjadi Arya? Dan siapa dia?” tanya Khansa pada Arya. 

“Wanita tadi akan menabrakkan diri pada mobil yang melintas. Untung saja aku segera menariknya sehingga hanya kopernya yang terserempet,” jelas Arya. 

“Astagfirullah.”

Tidak lama kemudian, seorang dokter keluar dari ruangan di depan mereka. Arya dan Khansa segera mendekat ke arah dokter tersebut. 

“Bagaimana kondisinya, Dok?” tanya Arya dengan raut kekhawatiran. 

“Istri bapak baik-baik saja. Dia hanya kelelahan dan sepertinya sedang tertekan,” jawab dokter itu. 

“Maaf, Dok. Dia bukan istri saya. Saya menolongnya ketika akan  bunuh diri. Apa dia perlu dirawat di sini?” sanggah Arya menjelaskan kepada dokter yang menangani Asma. 

“Oh, maaf, Pak. Dia memang sedang merasa tertekan, Pak. Akan tetapi, kondisinya sudah lebih baik, untuk kandungannya juga baik-baik saja walaupun tetap bapak perlu memeriksakan ke dokter kandungan. Dia tidak perlu dirawat, tetapi saran saya besok saja pulangnya sekalian menunggu infusnya habis satu kantong, Pak.”

“Baiklah, Dok.”

Dokter itu pun meninggalkan Arya dan Khansa. Dia mempersilakan Arya untuk menemui Asma yang masih tidur. Arya dan Khansa memasuki ruang pemeriksaan. Di salah satu brankar pasien, Asma terbaring dengan mata terpejam. 

“Astagfirullah, Asma!” Arya sangat terkejut setelah melihat sosok wanita yang telah ditolongnya. 

Khansa menatap Arya dan bertanya, “Kamu mengenalnya?”

Arya mengatakan kepada  Khansa jika wanita yang telah ditolongnya adalah sahabatnya saat SMA dulu. Mereka pernah sangat dekat, tetapi mereka putus kontak ketika Arya memutuskan bekerja di kota setelah lulus sekolah.

Waktu sudah menunjukkan tengah malam. Asma masih tertidur karena pengaruh obat. Arya dan Khansa keluar ruangan. 

“Mbak, siapa yang akan menemani Asma di sini?” tanya Arya pada Khansa. Dia juga harus meminta persetujuan dan pendapat Khansa. 

“Mbak saja. Kamu kan bukan mahramnya, tidak baik kamu berada di sini berdua dengannya.”

“Baiklah, Mbak.”

“Kamu tidak usah pulang ke rumah, tetapi menginaplah di panti asuhan. Besok pagi, kamu jemput kami. Kamu minta tolong sama Pak Mamat dan Ibu Aminah untuk menyiapkan kamar yang dulu dipakai Sari,” ucap Khansa panjang lebar pada Arya. 

Arya meninggalkan Khansa di klinik itu. Banyak pertanyaan yang memenuhi pikiran Arya terhadap Asma. Kondisi Asma yang lemah dan juga tindakannya yang akan bunuh diri membuat Arya sangat penasaran dengan apa yang terjadi pada wanita yang pernah menjadi sahabatnya dan mengisi hatinya. 

*** 

Pagi hari Asma terbangun dari tidurnya. Pertama kali membuka mata yang terlihat ruangan putih dan kelambu penyekat dengan ruangan lain. 

Ketika dia hendak bangun dari posisinya, Khansa yang tertidur di sampingnya  setelah shalat subuh terbangun. Khansa segera beranjak dari tempat duduknya di samping ranjang. Dia membantu Asma duduk. 

“Dimana saya?” tanya Asma dengan suara lemah. Dia masih belum sepenuhnya sadar dengan kondisinya. 

“Mbak di klinik. Tadi malam adik saya yang menolong Mbak,” jawab Khansa. 

Asma memutar memorinya beberapa jam lalu. Dia teringat peristiwa sebelum dirinya pingsan. Dia hendak mengambil jalan pintas dengan menabrakkan diri pada mobil yang melintas, tetapi dia ditolong seseorang. 

Asma pun terisak mengingat peristiwa semalam. Dia juga menangisi nasibnya. Khansa mendekati Asma, dia pun memeluknya. Asma pun menangis di pelukan  Khansa. 

“Kenapa Mbak mengambil jalan pintas dengan menabrakkan diri pada mobil yang melaju?” tanya Khansa ketika Asma masih dipelukannya. 

Asma semakin menangis. Kini tidak hanya terisak tetapi dia menangis tergugu. Untung saja tidak ada pasien lain di ruangan itu. Khansa pun sudah tidak mengatakan apa pun lagi. Asma pun semakin tergugu dan memeluk erat wanita dihadapannya walaupun dia tidak mengenalnya. 

Arya yang baru datang ke ruangan itu, melihat pemandangan Asma yang menangis tergugu di pelukan Asma hanya bisa terdiam. Dia hanya berdiri di pintu masuk ruangan. Dia ingin memberi kesempatan Asma menangis dengan puas. 

Asma sudah merasa lebih baik setelah menangis di pelukan Khansa. Dia pun segera melepas pelukan itu dan berkata, “Maaf, Mbak.”

“Menangislah jika itu membuat beban di hatimu menjadi ringan.” Khansa menatap Asma yang masih terisak dan berusaha menghapus air mata di pipi. 

Beberapa menit kemudian Asma sudah tenang. Dia menatap Khansa yang tersenyum padanya. Dia juga merasa malu karena sudah menangis di depan orang yang tidak dikenalnya. 

“Terima kasih sudah menolong saya, Mbak. Semalam saya memang kalut sehingga saya mengambil keputusan untuk bunuh diri,” ujar Asma dengan lemah. 

“Jangan berterima kasih kepada saya, tetapi berterima kasihlah pada adik saya,” ucap Khansa seraya menunjuk ke arah Arya yang berada di pintu di belakang ranjang Asma. 

Asma menengok ke arah  belakangnya. Di pintu masuk, Arya berdiri sambil menenteng kantong plastik. Beberapa saat, mata mereka bertemu. Asma terkejut dengan sosok yang ada di depannya. Sosok yang tidak pernah dilupakan olehnya. Sosok yang pernah selalu ada ketika dia membutuhkan  bantuan. 

“Arya....”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status