“Kerja?”
Kenapa cara Jerikho mengatakan itu seakan Shea baru saja meminta vonis hukuman mati. Wajahnya kelihatan ngeri.“Kamu bosan di rumah?”“Aku pengin cari uang sekaligus cari pengalaman, Bang.”“Pengalaman macam apa yang kamu butuhkan, di kantor aku juga banyak bagian yang bisa diisi anak magang.”“Oh ya? Dapat gaji nggak?”“Jelas, karena ini hitungannya intern, kami anggap sama seperti karyawan.”“Berapa?”“Di kafe itu berapa?” Dia malah balik bertanya. Ketika Shea menyebutkan sesuai UMR, Jerikho menyambut dengan gaji yang nominalnya lebih menggiurkan. “Di sana kamu kerja nine to five, senin sampai jumat seperti pegawai kantoran pada umumnya.”“Tapi jurusan aku nggak ada hukum-hukumnya sama sekali.”“Hal-hal yang berkaitan dengan administrasi kamu bisa kan? Ada asisten admin, pengolala arsip dokumen, front office, sampai designer internal. Nggak menutup kemungkinan nanti kantor butuh rebrAda mitos yang pernah Shea dengar bahwa si bayi bisa merasakan kalau kehadirannya tidak diinginkan, jadi dia 'ngumpet' di perut ibunya sehingga tidak 'menonjol'. Inilah yang kadang terjadi pada kasus hamil di luar nikah yang tiba-tiba melahirkan tanpa ada yang sadar kapan mengandungnya. Shea tidak percaya sampai kini, dia merasakannya sendiri. Tubuh Shea mungil, jika bukan karena dia sendiri bercerita, tidak akan ada yang sadar kalau dia sedang mengandung. Dan kini, mungkinkah si bayi tahu bahwa kehadirannya tidak diharapkan? Lalu dia memilih untuk menyerah? “Nggak pa-pa She, nggak pa-pa.” Alisa terus berbisik di telinganya seolah menenangkan, tapi Shea bisa mendengar bahwa sahabatnya itu menangis. Prosesnya berjalan cepat, Shea diantar ke ruang UGD. Lalu dilakukan penanganan. Dokter mengabarkan kalau janinnya sudah tidak bernyawa, sudah tidak bersamanya. Sehingga harus dilakukan prosedur kuretase untuk 'dibersihkan'.
Shea merasa seluruh tubuhnya sakit. Dia bangun setelah mengalami mimpi buruk yang aneh karena tidur terlalu sore.Dengan perlahan, dia meraba-raba nakas, mencari ponsel. Namun ketika mencoba mengaksesnya, benda itu kehabisan daya.Shea bangkit, merasakan kepalanya yang sangat berat, perut bawahnya seperti melilit sampai punggungnya membungkuk, dan di bagian paling personal tubuhnya Shea merasakan ada yang lengket.Panik, dia memandang ke bawah sambil meraba-raba, matanya melebar ketika menemukan adanya darah.Shea terhuyung mundur, darah itu semakin mengalir banyak sekali. Di pahanya lalu tertinggal sedikit di atas kasur.“Abang.” Dia memanggil lirih. Lalu semakin lama panggilannya makin melengking.Namun tidak ada balasan.Kalut, Shea menyambar casan lalu dengan tangan gemetar hebat, mencolokkan benda itu ke ponselnya.Rasanya seperti lama sekali sampai akhirnya dia berhasil menyalakan benda pipih itu, berbagai
“Sudah enam belas minggu.” Kata-kata perempuan itu seperti kembali menggema di kepala Shea. Sadar bahwa Shea akan menolak pergi, dia berbicara cepat tanpa melepaskan masker. “Saya sudah nggak punya apa-apa lagi. Pekerjaan hilang, nama saya diblacklist banyak perusahaan. Keluarga saya nggak mau menerima saya, karena berpikir ini anak hasil yang dilakukan suka sama suka sesuai tuduhan yang disebarkan pengacara Ricky. Dan kamu jelas tahu, siapa orang yang saya maksud.” Rasanya seperti Shea sedang melihat dirinya sendiri saat pertama kali berbicara pada Adimas tentang apa yang terjadi. Berdiri tegar tanpa gentar, meski seluruh tubuh terasa gemetar. “Saya nggak minta apa-apa, saya hanya berusaha memperjuangkan hak saya sebagai korban. Tapi apa yang dilakukan Jerikho membuat saya merasa nggak pantas untuk mendapat keadilan.” Tanpa sadar Shea mengusap perutnya, Merasa tiba-tiba terkoneksi dengan apa yang dirasakan perempuan itu. “I really sorry for what happen to you. Tapi aku nggak bis
Kantor hari itu lumayan lengang, Jerikho sedang mengecek laporan ketika pintu ruangannya mendadak terbuka.“Gimana Jerikho?”Jerikho mengangkat pandangan dari layar macbook dan melihat Pak Brody menjatuhkan diri di hadapannya.“Saya belum bisa memutuskan.”“Kamu tahu ini kesempatan yang nggak akan datang dua kali?” tanya beliau, mencondongkan tubuh lebih dekat. “Mr. Lenox itu bukan orang sembarangan. Dia juga nggak akan menunjuk pengacara secara random. Kalau kamu bisa bekerja sama dengan dia di kasus ini dan berhasil, itu akan membuka peluang di kasus-kasus serta masalah legal beliau lainnya.”Sambil bersandar, kursi Jerikho berputar pelan, kebiasannya ketika berpikir, Jerikho justru tidak bisa diam. Jemarinya yang panjang mengetuk sisi kursi dalam gerakan konstan.“Berapa lama targetnya?”“Enam bulan selesai.”Itu waktu yang cenderung cepat untuk sebuah kasus yang melibatkan hukum Internasional. Dan resikonya
“Itu nggak mungkin, Bang.”“Cuma seminggu, aku ada kerjaan di sana dan aku mau kamu juga ikut. Kita bisa extend seminggu lagi buat liburan.”Oke, jadi beginilah cara anti mainstream suami mengabarkan ada pekerjaan di Aussie, dan ingin membawa sang istri.Shea sebenarnya tidak masalah, justru merasa terhormat diikutsertakan, tapi waktunya benar-benar menyebalkan.“Kapan?”“Jumat ini, Shea.”Tuh kan.Melintasi ruangan setelah sampai di apartemen, Shea langsung menuju pantry, meletakkan kotak brownies, meneguk segelas air dan menatap sang suami. “Kenapa nggak bilang lebih awal?”Jerikho melempar jasnya ke sofa. “Aku juga baru dapat kabarnya hari ini. Kamu masih punya waktu buat packing.”Lalu, dia masuk begitu saja ke kamar. Kamar Shea. Harap dicatat setelah berhari-hari tidur bersama. Jerikho makin santai saja keluar masuk kamar itu seakan sudah menjadi milik berdua.Shea membuntutinya,
Shea berusaha menerapkan tiga C yang selalu diajarkan Jerikho setiap kali akan masuk ruang sidang. Calm, collected, confident. Berusaha tidak terpancing dengan konfrontasi Kalina, Shea mengumpulkan bukti-bukti yang dibutuhkan. Walaupun dalam hati jengkel dan perutnya mual. “Kesabaran manusia juga ada batasnya, tuduhan pertama aku nggak ambil pusing, tuduhan kedua, aku nggak mau ribet, tuduhan ketiga, udah keterlaluan, jadi sebenarnya kamu maunya apa, She?” Bukankah harusnya Shea yang mengatakan itu? Tapi sekali lagi, Shea memilih untuk menhela napas panjang. Kemudian menatap Adimas setenang yang diharapkan terlihat. “Apa urusannya sama kamu Dim? Kan, bukan kamu yang terlibat kasus plagiat? Aku juga cuma mengutarakan apa yang ada di dalam desain aku, bukannya semua orang bebas berpendapat ya?” “Pendapat kamu disertai klaim sepihak, kasian Kalina udah pontang-panting bikin desain itu sampai nggak