Akhirnya setelah lelah berkeliling sambil melihat-lihat barang yang dijual kami memutuskan untuk berhenti di salah satu penjual sate. Daging ayam yang sedang di bakar dan aroma yang tercium benar-benar menggugah selera di tengah suara perutku yang telah keroncongan. Mungkin saja Izzar mendengar suara music keroncong dari dalam perutku tapi aku ga begitu memperdulikannya , mungkin juga saat ini liurku sudah menetes karena mencium aroma sate yang tengah dibakar tapi aku tidak punya waktu untuk benar-benar memikirkan tentang pandangan Izzar terhadapku. Hanya rasa ingin makan yang memenuhi setiap lekukan otak ku saat ini.
Kami sudah duduk berhadapan saat sate yang telah matang sepenuhnya di hidangkan di hadapan kami. Kami duduk di bangku kayu layaknya warung makan pada umumnya dan
Ku baringkan tubuhku di atas kasur sambil menatap langit-langit kamar , lalu kupeluk boneka beruang seukuran tubuhku pemberian dari Izzar tadi. Sebelum pulang kami sempat melihat ada game berhadiah dan Izzar mencoba melakukannya lalu dengan keberuntungan kami berhasil mendapatkan boneka beruang sebesar ini. Boneka ini terasa begitu lembut di dalam dekapanku , dan anehnya malam ini kegalauan ku secara otomatis menghilang. Pagi tadi aku memang mengalami hari yang buruk tapi ajaibnya malam ini mood ku berubah seratus delapan puluh derajat. Berjalan-jalan , makan , dan melakukan banyak hal yang menyenangkan memang sangat membantu memulihkan kondisi jiwa dan pikiran. Kupandangi lagi tattoo kupu-kupu yang kubuat bersama dengan Izzar tadi , dan entah mengapa tanpa kusadari bibirku tersenyum dengan sendirinya “ini bagaikan obat buatku , semoga ga cepet ilang jadi tiap aku ngalamin bad mood aku hanya perlu melihat tat
Ketika aku berkata akan menjaga jarak dengan Karin , aku benar-benar tidak menyangka akan merasa kesepian seperti ini. Tentu aku masih mengobrol dengan Lendra dan Sabrina seperti biasanya tapi suasana antara kami sangat canggung hari ini. Saat ini aku sedang menjalankan hukuman karena terlambat datang kesekolah pagi tadi , dan berada di Gudang sendirian seperti ini membuatku banyak memikirkannya lagi. Apakah lebih baik aku membicarakannya dengan Karin sebelum ujian agar perasaan ku bisa lebih tenang dan bisa lebih fokus ke belajar , tapi seharian ini pun Karin juga tidak berusaha mengajakku berbicara. Aku tahu dia anak yang pendiam dan sulit memulai pembicaraan tapi ini juga sulit buat ku. “Aaah , sudah selesai , aku hanya harus membuang sampah-sampah ini lalu mengambil sepatuku dan pulang.” Aku berbicara pada diriku sendiri sambil meluruskan punggung ku
Sekitar 6 bulan yang lalu ….. Ini hari pertamaku masuk SMA , karena sakit aku jadi tidak bisa mengikuti Masa Orientasi Siswa. Mungkin sekarang teman-teman di kelas sudah saling mengenal karena sama-sama mengikuti Masa Orientasi , kenapa juga aku mesti sakit di saat yang tidak tepat. Tapi setidaknya ada Lendra , dari awal aku sudah bersyukur bisa sekelas dengannya jika tidak ada yang kenal , aku masih bisa berteman dengannya. Akhirnya sampai juga , aku sudah ada di depan sekolah sekarang , kelas 1-7 ada di lantai 2 , 'aku kok ga lihat Lendra ya , beneran dia sekolah disini kan atau cuma ngerja
Sekitar 3 tahun yang lalu … (Sabrina) Sudah seminggu ini aku terus memperhatikannya , gadis itu selalu duduk sendirian di pojokan sibuk dengan dunianya sendiri. Bahkan waktu istirahat pun dia selalu sendirian , mungkin dia bahkan tidak sadar kalau orang-orang di kelas ini suka bergosip tentangnya. Aku ga bisa membiarkannya seperti itu , dia bisa jadi fossil kalau seperti itu terus. Ini memang tak terelakkan , aku tidak punya pilihan lain selain ikut campur tangan. “Kamu mau kemana Sabrina ?” tanya teman sebangku ku waktu aku hendak berdiri dan beranjak dari tempat dudukku “Ah, aku mau kesana.” Jawabku sambil menunjuk ke arah Karin , si gadis pendi
Sekitar 4 tahun yang lalu … Reuni sekolah para orang tua ini sangat membosankan , aku lebih suka bermain di tempat persewaan komik dan membaca sepuasnya sama Lendra daripada harus bersama para orang tua seperti ini. Selain Lendra dan Karin , anak-anak lain disini begitu menyebalkan , mereka suka pamer tentang prestasi mereka di sekolah , bukannya aku ga berprestasi tapi aku cuma ga suka jika harus dibanding-bandingkan dengan anak lain. Tapi setidaknya rumah teman ibu kali ini mempunyai halaman belakang yang cukup besar dan memiliki kelinci yang dibiarkan berkeliaran di halaman mereka. Saat ini saja aku sedang bermain dengan kelinci bersama Lendra dan Karin , mengejar-ngejar para kelinci berwarna putih. Aku bermain
Aku pulang kerumah dengan pikiran kosong , berjalan sambil menundukkan kepala melihat kedua sepatu abu-abu ku. Menerima permintaan maaf kak Bima merupakan hal terakhir yang kuinginkan tapi bahkan Karin pun juga turun tangan atas itu. Entah aku harus berterima kasih atau apa yang harus aku lakukan jika ketemu dia. Aku dan kak Bima memang sudah selesai tapi apa yang akan terjadi denganku dan Karin. Apa kami masih bisa berteman seperti sebelumnya , memikirkannya saja membuatku merasa canggung setengah mati , apalagi selama ini aku seakan menyalahkan dia atas segalanya. Aku merasa menjadi satu-satunya orang bodoh disini , salah paham sendiri , marah-marah sendiri , galau sendiri. ‘Aaaaargh …’ teriakku dalam hati. Kutengadahkan kepalaku melihat ke langit yang sudah berwarna oranye karena matahari yang hampir pergi untuk menyinari bagian bumi yang lain. Langit sangat indah sore ini , warna senja , warna favorit Karin , se
Sore ini aku malas untuk beranjak dari dalam kamar , setelah Karin pulang aku harusnya segera bersiap-siap untuk berangkat ke tempat les , tapi rasanya badanku sangat berat untuk digerakkan , seakan-akan berat badanku tiba-tiba bertambah 10 kg dalam hitungan menit. Mungkin aku akan langsung tertidur seperti ini , tanpa makan malam , aku bahkan berencana untuk tidak mandi kalau saja tidak ada suara ketukan keras dari pintu kamarku. “Aya kamu tidur ? Ga pergi les ?” Terdengar suara teriakan ibuku dari balik pintu , dengan Langkah berat aku mulai menuju Ke arah pintu kamar dan membuka sedikit pintunya sehingga kepalaku saja yang keluar dan aku bisa melihat ibu menggelengkan kepalanya padaku “Kamu sakit.” “Iya” jawabku sambil memanyunkan bibirku “Tapi tadi waktu Karin kesini , kamu
“Aku tidak mengerti kenapa kamu menganggapku seperti itu sedangkan kamu sendiri tidak benar-benar menganggapku sebagai teman.” Kataku kali ini sambil menundukkan kepala lagi dan memandangi punggung tanganku. “Tunggu dulu, aku tidak menganggapmu sebagai teman, ide dari mana itu, kenapa aku seperti itu padamu, tidakkah kamu melihatnya, aku bahkan masuk ke sekolah ini karena ada kamu disini.” Jawab Karin “Aku mendengarnya Karin , saat itu , saat reuni para orang tua kita , kamu menyetujui pendapat tante itu untuk berteman hanya dengan anak-anak yang selevel denganmu , itu artinya bukan aku kan , aku tidak pernah selevel denganmu, kamu cantik dan juga pintar.” kataku sambil sedikit meninggikan nada bicaraku “Jika diingat lagi , kamu memang menjauh setelah pertemuan waktu itu ya , tapi bukankah kamu harusnya men