Share

Prahara 3. Awal Mula Pertemuan

Author: Irhen Dirga
last update Huling Na-update: 2025-02-22 19:13:02

Jingga terus saja gelisah, pekerjaannya sudah beres, namun ia tetap duduk di depan meja kerjanya dengan tatapan kosong, yang ia pikirkan saat ini, bagaimana nasib pernikahannya jika suaminya terus memberi harapan kepada Elsa?

Jingga memiliki pulang.

Jingga sudah berusaha tenang, sudah berusaha menerima, mungkin ada yang belum selesai di antara keduanya, namun jika terus dibiarkan dosa pun tetap Jingga pikul.

Disaat Jingga sedang banyak pikiran, Fatan dan Elsa terus bertemu tanpa henti, seolah jika tak bertemu rindu mereka akan terus mengganggu.

Jingga sudah berusaha menahan diri, sudah berusaha membiarkan apa yang terjadi, walau dalam hati selalu ada rasa jengkel, rasa kesal dan tidak terima, namun apalah daya, dia bukan wanita yang benar-benar sempurna.

Elsa adalah wanita yang Fatan sukai, ia cintai, ketika Elsa tiba-tiba meninggalkan Fatan disaat pernikahan akan dilangsungkan beberapa hari lagi, perasaan Fatan benar-benar hancur, walau tanpa kabar dan tanpa pamit, Fatan tidak pernah mempermasalahkan itu. Fatan selalu berharap Elsa kembali dan di hari pernikahannya Elsa kembali dan menghubunginya lagi.

Jingga tahu tentang Elsa dari ibu mertuanya, ibu mertuanya mengatakan bahwa apa pun yang terjadi ia tidak boleh menyerah untuk meraih hati suaminya, cinta pertama suaminya bisa menjadi cinta yang tak akan pernah bersatu.

Sampai saat ini, Fatan tidak pernah bertanya kepada Elsa, kemana ia selama ini, apa yang ia lakukan dan bagaimana hidupnya di Los Angeles, dan apa yang dia lakukan di sana.

Fatan menatap rapat keinginantahunya. Ia tidak ingin membuat semua hal menjadi tidak terkendali. Ia mengorbankan perasaan Jingga demi bisa bersama Elsa.

Andaikan Elsa datang sebelum ia menikahi Jingga, mungkin Fatan tidak akan menjadi suami Jingga, namun sayangnya Elsa datang terlambat.

Jingga benar-benar bingung dengan pernikahannya saat ini. Jingga duduk diam di sofa menoleh melihat ibu dan bapaknya yang kini mengobrol, sementara itu kakaknya hanya bermain ponsel. 

Kala itu Nania dan Ibrahim kebetulan lewat, mereka rencananya mau ke kota dan akhirnya gagal ke kota karena harus menolong Rista dan Halim. Keduanya pun di ajak ke rumah Ibrahim dan menginap. Untungnya tempat mogok mobil Halim dekat dengan kampung keluarga Broto.

Akhirnya hubungan keduanya menjadi akrab, Rista melihat sosok Jingga yang masih kuliah kala itu, wajahnya cantik dibalut dengan hijab, memperlihatkan sosoknya yang berakhlak baik.

Rista meminta suaminya agar menjodohkan Fatan dengan Jingga. Mungkin itu akan membuat Fatan melupakan Elsa.

Fatan setuju tapi dia meminta ke orangtuanya agar memberikannya waktu untuk mengenal Jingga, hingga akhirnya hubungan mereka cukup dekat. Fatan selalu ke rumah Jingga bertamu dan ikut shalat ke masjid bersama ayah mertuanya.

Alih-alih menolak, Fatan langsung setuju menikah dengan Jingga.

Perjodohan pun di atur, dan akhirnya mereka menikah.

Rista, Halim dan Fani menyukai Jingga, sosoknya yang kalem, baik hati, polos dan sholeha membuat mereka merasa tenang dan nyaman. Ditambah lagi keluarga Ibrahim Broto sangat lah baik. Ketika mendengar Elsa kembali, Rista tidak tenang, ia harus mengajari Fatan untuk tak perduli dengan Elsa yang kembali. Karena itu akan membuat harga diri Fatan jatuh.

Keluarga Aksara sangat lah terkenal di kota ini, bisnisnya dimana-mana, beberapa bidang di satu divisi cukup lengkap. Membuat keluarga Aksara terkenal dan bisnisnya semakin maju.

***

Jingga melihat seisi apartemen sudah sangat lengkap. Fasilitasnya bukan main-main, ada dua kamar di sini, dan juga dapur yang cukup luas. Ini bukan apartemen biasa.

Jingga membuka kulkas dan melihat isi kulkas kosong. Ia hanya punya uang 500ribu, sisa dari uang ongkosnya dari desa ke kota. Jingga memilih ke swalayan.

Jingga melihat ada swalayan di area gedung apartemen ini, Jingga akan berbelanja di sana. Bahkan ada tempat gym, ada juga kolam renang umum khusus pemilik unit di apartemen ini, ada wahana permainan anak, ada juga lapangan basket dan lapangan futsal. Semuanya cukup lengkap di sini.

Jingga melangkahkan kakinya keluar dari apartemen dan menuju swalayan. Jingga menoleh kanan kiri ketika melihat pasangan muda sedang berbelanja sama-sama, sementara ia harus menahan diri untuk tetap kuat di saat suaminya tergoda wanita lain.

Jingga menatap seisi supermarket yang sudah tersedia di apartemen ini, semuanya terlihat rapi dan luas, Jingga mencari satu persatu bahan makanan yang ia butuhkan, semua dijual di sini. Jingga bangga dengan pencapainnya menjadi Nyonya Fatan. Salah satu penghuni apartemen di lantai atas. Berbeda lantai artinya berbeda derajat, semakin tinggi tempatmu tinggal, semakin terkenal dan kaya pula sang pemiliknya.

"Mas, kamu mau kemana?" tanya Jingga menatap suaminya yang saat ini sudah bersiap pergi.

"Saya mau bertemu Elsa," jawab Fatan begitu terus terang tanpa menjaga perasaan Jingga.

"Mas, kenapa tidak di rumah? Saya sudah pulang bekerja, dan saya akan masak buat kamu."

"Tidak usah memaksakan diri, jika kamu terlalu memaksakan diri, kamu akan sakit sendiri," kata Fatan menggeleng dan mengenakan jam tangannya. Wanginya menguar, membuat penciuman Jingga merasa sangat dimanjakan.

"Mas, apa Elsa berarti sekali buat kamu?"

"Ya. Dia sangat berarti ... untuk saat ini," jawab Fatan setengah-setengah.

Jingga berusaha tenang dan tidak memikirkan tentang hal lain, yang dihadapannya saat ini adalah suaminya, walau diluar ia tidak bisa menjaga pandangan suaminya, namun di rumah ia akan berusaha membuat Fatan nyaman.

"Mas, kamu di rumah saja, saya akan masak buat kamu, setelah makan kamu bisa keluar."

"Jangan memaksaku, Jingga. Saya sudah katakan, jangan terlalu memaksakan diri, saya lebih suka kamu tidak berusaha." Fatan melanjutkan.

Dulu, ketika mereka baru kenal, Fatan selalu berbicara lembut kepadanya, selalu menjawab setiap pertanyaannya, setelah Elsa kembali, ia malah tidak lagi menerima perlakuan manis itu, kedatangan Elsa di antara mereka benar-benar membuat Fatan berubah.

Jingga harus tetap bersabar.

"Saya pergi dulu," kata Fatan lalu melangkah pergi meninggalkan Jingga yang belum sempat mencium punggung tangannya.

Jingga kembali menelan ludah, menyabarkan diri sendiri, lebih mengalah lagi dan lebih tenang lagi.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 22. Semakin Kesal

    Pagi menunjukkan pukul 10, Fatan baru bangun, ia merasa lebih enakan dan nyenyak tidur di kampung halaman Jingga. Seolah semua beban pekerjaan hilang begitu saja.Fatan memiliki insomnia berat, bahkan jam 3 malam sering terbangun hingga pagi hari, lalu ke kantor dengan mata lelah. Lalu, malam hari pun sulit tidur. Tak pernah merasakan benar-benar nyenyak.Fatan melihat seisi rumah, tak ada siapa pun, Fatan lalu melangkahkan kakinya keluar rumah melalui pintu samping.Fatan melihat Jingga tengah berbincang dengan seorang wanita yang juga berhijab, Jingga tertawa lebar hingga membentuk tawa yang indah dipandang, Jingga juga memukul pelan lengan temannya. Fatan melihat hal itu, cantik sekali. Didalam pikiran Fatan.Fatan menyunggingkan senyum menatap Jingga yang asyik bercerita dengan temannya sampai tak menyadari jika sejak tadi Fatan tengah memandangnya tak jauh dari tempatnya duduk saat ini.Jingga kembali tertawa lebar, tawa yang membentuk senyuman indah yang menawan, elegant dan pol

  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 21. Jangan Ganggu Jingga

    Jingga masuk ke kamarnya setelah membersihkan badan, ia masih menggunakan hijabnya sementara itu suaminya sudah berbaring di atas tempat tidur seraya bermain ponsel sejak tadi ponsel suaminya itu sudah berdering menandakan seseorang mendesak untuk berbicara. Jingga duduk di depan cermin mengenakan pelembab seadanya tanpa Skin Care lengkap Jingga tetap terlihat cantik dan seperti merawat diri. Tak lama kemudian Jingga menoleh dan melihat lirikan suaminya, sepertinya Fatan tak enak hati padanya karena ponselnya sejak tadi bergetar. “Mas angkat saja siapa tahu saja penting,” kata Jingga berusaha untuk tidak terganggu walau ia sudah tahu seseorang yang mendesak ingin berbicara itu sudah pasti Elsa. “Baiklah. Saya keluar sebentar.” Fatan lalu melangkahkan kakinya keluar dari kamar Fatan memilih berdiri di teras rumah mertuanya dan mengangkat telepon dari Elsa. Fatan melirik ke dalam rumah. Ibrahim dan Nania tengah ke masjid, sementara itu Jedar dan Bara sudah di kamar. ‘Halo?’

  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 20. Dilecehkan

    Jingga dan Fatan tiba di rumah kedua orangtua Jingga, Fatan langsung memarkirkan mobil di depan rumah, lalu mereka keluar dari mobil, di sambut langsung oleh Ibrahim dan Nania, sementara itu Jedar duduk di kursi teras seraya memainkan bibirnya yang kesal.Jingga dan Fatan langsung meraih tangan Nania dan Ibrahim, lalu mencium punggung tangan keduanya, seperti itu lah ajaran kepada yang lebih tua.“Ayo masuk, Nak,” ucap Ibrahim mempersilahkan Fatan masuk.“Jedar, kamu buatkan Jingga sama Fatan minum, ya,” titah Nania.“Apa sih, Bu, kayak siapa aja yang datang, lebay banget.”“Jedar, adikmu dan Adik iparmu datang, kamu harus melayani mereka. Mereka itu tamu kita,” kata Nania masih menatap Jedar yang bodoh amat.“Nggak mau ah, aku nggak mau,” tolak Jedar.“Udah, Bu, nanti Jingga saja yang buat minum.” Jingga menggeleng.“Apa sih, kamu kan juga anak Ibu, harusnya kamu yang buat minum, mentang-mentang kamu adalah kesayangan Ibu, jadi kamu kalau kemari mau dilayanin gitu? Lebay. Aku aja ngg

  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 19. Ke Desa

    “Mas, kamu masih di rumah? Tidak bekerja?” tanya Jingga keluar dari kamarnya.“Tidak,” jawab Fatan. “Oh iya. Tadi, Bapak dan Ibu menelpon saya. Menyuruh kita berdua untuk berkunjung.”“Bapak sama Ibu menelpon?” “Iya. Menyuruh kita berkunjung, katanya hari ini kamu tidak ada mata kuliah.” Fatan menjawab.Jingga menautkan alisnya, tumben sekali kedua orangtuanya memberanikan diri menelpon Fatan langsung, Jingga jadi tidak enak hati. Karena tidak ingin membuat Fatan tak nyaman.“Jadi?” tanya Jingga menatap suaminya.“Ya kita berkunjung,” jawab Fatan.“Mas mau berkunjung?”“Iya.”“Pekerjaan mas bagaimana?”“Tidak masalah.”“Mas, jika terpaksa jangan ya, saya tidak mau membuat kamu terbebani oleh permintaan Ibu dan Bapak.” Jingga melanjutkan membuat Fatan menoleh dan menatap istrinya.“Kenapa kamu melarang saya ke sana? Ada apa?”“Saya hanya tidak mau kamu terbebani oleh permintaan Ibu sama Bapak.” Jingga menjawab.“Saya mau ke sana, lagian saya terbebani atau tidak, itu bukan urusan kamu,

  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 18. Penjelasan

    “Ada apa denganmu?” tanya Fatan menatap istrinya yang saat ini dipenuhi dengan amarah. Fatan memegang lengan istrinya, membuat Jingga menghempaskan genggaman itu.“Jangan sentuh saya, Mas,” ucap Jingga melangkah mundur.“Jingga, kamu salah paham sepertinya,” kata Fatan. “Biar saya jelaskan.”“Sudah, Mas. Kamu tidak perlu menjelaskan apa pun.” Jingga menggeleng. “Saya minta sama kamu untuk tidak melakukan hal tidak senonoh di tempat ini, dimana saya tinggal di sini. Jika kamu mau melakukan itu di sini, saya akan pergi.”“Jingga, hal tak senonoh seperti apa yang kamu maksud?”“Mas, tolong bawa Elsa pergi dari sini,” pintah Jingga. “Aku mohon.”Fatan tidak bisa menjelaskan hal itu sekarang, karena Jingga terlihat tak bisa diajak bicara, ia akan percaya dengan apa yang ia lihat, jadi Fatan memilih membawa Elsa pergi dari sini.“Fat, kamu sudah janji padaku akan melindungiku,” kata Elsa.“Saya akan suruh bagian keamanan melindungimu,” jawab Fatan.“Tapi—”“Ayo pergi,” ajak Fatan.“Lebay se

  • Cinta Pertama : Aku Bukan Orang Ketiga   Prahara 17. Tidak Segan-Segan

    “Bu Jingga, hari ini ada acara makan malam kantor. Ibu ikut, ‘kan?”“Insha Allah, Bu,” jawab Jingga.“Bu Jingga harus ikut dong, bukannya Pak Reno itu temannya Bu Jingga, ya?”“Senior, Bu.”“Eh iya. Senior. Lupa saya. Bu Jingga harus sempatkan datang.”Jingga tersenyum, ia akan izin ke suaminya dulu, jika suaminya mengizinkan ia akan pergi, jika tidak ia memilih pulang, melewatkan makan malam bersama keluarga besar universitas tempatnya bekerja.Jingga lalu mengirim pesan ke suaminya, tak lama pesannya sudah dibaca, namun beberapa menit kemudian tidak ada balasan sama sekali. Jingga menganggap bahwa suaminya mengizinkannya.“Saya ikut, Bu,” ucap Jingga pada dua wanita yang ada dihadapannya saat ini.“Nah gitu dong. Kita harus akrab, Bu, tidak boleh terlepas, ya. Siapatahu saja kecantikan Bu Jingga pindah ke kami,” kekeh salah satunya membuat Jingga hanya tersenyum mendengarkan.***Jingga sudah berada di tengah semua dosen kampus, ia hanya minum air putih dan beberapa cemilan didepann

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status