"Mina, kamu cantik sekali ...." Sena pun lantas mencium bibir mungil Mina tanpa ampun, sampai Mina sesak napas.
"Ish A'a, udah tahu Mina cantik kenapa kayak baru sadar!" ucap Mina yang heran melihat tingkah Sena, "ayuk kita keluar, si Amang sudah nunggu."
Mereka pun keluar kamar menuju tempat parkir. Tak butuh waktu 5 menit, mereka sudah sampai. Amang tidak sadar dengan kedatangan mereka, karena sedang sibuk main Game.
Melihat Amang yang sangat serius main Game, Mina pun mendekati Amang dengan berjalan perlahan, dengan niat mengagetkan Amang,
"Woy!" bentak Mina sambil menepuk pundak Amang dengan kedua tangan dari belakang. Seketika Amang loncat karena kaget. Ponselnya jatuh.
"Yaahh ... Neng, layarnya retak nih ...!"
"Hahahah ... maaf ya Mang. Abis serius banget main gamenya. Udah gausah pusing. Nanti Neng ganti yang baru."
"Wokeh, Neng. Siap! Terus kita mau kemana nih ?" tanya Amang pada Mina dan Sena.
"Hmm ... Kemana ya?" Mina yang bingung mau kemana, akhirnya bertanya pada Sena, "A'a mau makan apa?"
"Sekarang kan udah jam 10, bagaimana kalo kita makan sate aja?"
"Wah boleh tuh Mas, iya Neng. Kita makan sate aja," jawab Amang setuju.
"Saya sih terserah A'a Sena aja ...," ucap Mina meng-iyakan.
Akhirnya mereka masuk mobil dan keluar hotel untuk makan sate. Sepanjang perjalanan, Mina dan Sena bercium-an sangat ganas. Amang yang sudah sering melihat hubungan mereka tidak peduli dan terus menyetir sambil mendengarkan lagu.
"Neng, di depan tuh ada tukang sate. Tempatnya lumayan romantis tuh, ada pemandangan lautnya," ucap Amang sambil melihat spion tengah dalam mobil.
"Iya, Mang ... yang penting sate ...," Mina membalas dengan suara lemas dan mendesah, akibat dihajar habis-habisan oleh Sena dengan nafsunya.
"Mina, bangun ... turun yuk!" ajak Sena ketika mobil sudah sampai di tempat parkir, "Mang, tolong pesankan tempat yang bagus yah ...," perintah Sena pada Amang.
"Wokeh, Mas ... siap!" balas Amang.
Mereka mendapat tempat yang lumayan nyaman dan romantis, letaknya paling sudut dan persis bersebelahan dengan laut. Pencahayaannya menjadi lumayan remang, tetapi justru itulah yang mereka sukai. Malam itu menjadi malam paling berkesan, bahwa kali ini Sena merasakan arti hadirnya seorang Mina. Cinta yang tulus tanpa syarat, cinta yang hanya menginginkan jarak selalu dekat. Selain itu Mina adalah wanita tajir melintir, yang menerima Sena apa adanya meski sudah seringkali ditolak. Mina hanya membalas penolakan Sena dengan senyuman.
"A'a ... kok ngelamun?" tanya Mina yang ternyata memperhatikan diamnya Sena.
"Ah, gapapa." Sena membalas dengan mata penuh kaca.
Sepersekian detik yang lalu Sena mengingat semua perjuangan Mina dalam meraih cintanya, tentang kesabarannya dalam bertahan. Betapa selama ini Sena mengabaikan anugerah yang diberikan Tuhan secara cuma-cuma, entah ada atau tidak pria seberuntung dia di dunia. Sekian lama Sena buta, sibuk mengejar Vhera hingga tak sadar bahwa selama ini Minalah yang selalu ada setiap Sena terluka. Mina memang tempat pelarian terindah bagi Sena.
"A'a kok matanya kayak sedih gitu? Pasti inget si Vhera, ya kan?" ucap Mina.
"Bukan, Mina. Kamu salah. Kamu yang sekarang ini ada dalam pikiranku."
"Loh, emangnya kenapa gituh?"
"Aku baru sadar, Mina. Kalau kamulah yang terbaik dalam hidupku."
"Hilih ... si A'a. Kalo mau lebay nanti ajalah abis makan. Nanti kita ngobrol di hotel aja ya, A," ucap Mina sambil matanya sibuk memandangi pelayan yang sedang mendekat ke meja mereka, "itu A makanannya sudah datang."
"Permisi ...," ucap pelayan seraya menata makanan dan minuman di meja mereka.
"Eemm ... Kak, ada air mineral?" Mina bertanya pada pelayan.
"Ada, Kak. Mau berapa?"
"A'a mau juga?" tanya mina pada Sena, "Amang mau gak?"
"Saya gak usah ...." ucap Sena. "Saya juga gak usah Neng," ucap Amang.
"Kalo gitu satu aja, Kak."
"Baik, Kak." Pelayan pun pergi. Beberapa saat kemudian dia kembali membawakan air mineral pesanan Mina.
"Yuk, A, Mang, kita makan ... dah laper banget kan?"
"Ho'oh ...," ucap Amang yang langsung menyantap sate dengan lahab.
Suasana makan malam itu menjadi perekat hati mereka berdua. Sena memperhatikan Mina tidak seperti biasanya. Kini wanita di depannya itu terlihat sangat menarik, Sena seperti merasakan sensasi jatuh cinta pada pandangan yang pertama. Meski kenyataannya, Mina yang selama ini memberikan madu beraroma mawar kepadanya.
"Sini, A ... aku suapin," ucap Mina seraya menyodorkan tusukan berisi daging ke arah Sena, "buka mulutnya, A ...."
Sena pun membuka mulutnya dengan bahagia, dia merasa sangat dicintai dan itu benar-benar menyenangkan. "Sini aku suapin juga, buka mulutmu, Yang," ucap Sena yang berganti menyuapi Mina.
Melihat itu membuat Amang tersakiti, "Yah elah ... terus Amang yang jomblo ini harus suap-suapan sama pohom gituh?"
"Hahahah ..." Sena dan Mina serentak tertawa. "Maaf ya, Mang ...yang tua maklum, dong ...," ucap Mina.
"Sekate-kate ... Amang cuma 3 tahun di atas kalian. Amang kan jomblo, jadi ngenes dong lihat kalian suap-suapan," ucap Amang yang sedang pura-pira ngambek.
"Yaudah, nanti saya cariin pacar deh buat Amang, gimana?"
"Nah, gitu dong Mas, peduli dengan sesama. Kita kan sama-sama ganteng, ya gak? Kalau bisa cariin saya cewek yang tajir juga kayak Mina," sahut Amang bersemangat.
"Waduh, gimana ya. Mina aja deh yang cariin, soalnya kenalan saya kere-kee semua ...."
"Ish ... kalian apa-apaa sih ... mandang cewek tuh jangan dari hartanya, tapi cintanya," sahut Mina.
"Lah ... kamu mandang aku dari apanya? Aku miskin dan gak cinta sama kamu, kok mau?" tanya Sena pada Mina.
"Ish ... kok bilang mayak gitu lagi, sih? Ngambek nih ...."
"Jangan marah, Mina. Cuma bercanda ih ...." Sena sadar bahwa kata-katanya barusan menyakiti hati Mina. "Maaf ya, Mina. Aku cinta kamu kok ...."
"Wah ... benar, Yang? Akhirnya ... setelah lama ditunggu-tunggu kamu bilang cinta sama aku, Yang," ucap Mina kegirangan, "tapi gak bo'ong kan, Yang?
"Enggak lah, Yang. Aku memang jatuh cinta sama kamu dari tadi. Yah ... walaupun hari ini aku sedang patah hati sama Vhera. Tapi aku berani sumpah, Yang, aku jatuh cinta sama kamu murni karena pesonamu, bukan karena hal lain."
"Iiihhh ... so sweet ...." ucap Mina yng mabuk kepayang mendengar penjelasan Sena.
"Udah-udah ... cepet makannya. Udah malem nih ... udah jam setengah dua belas. Dah ngantuk tauk ...," ucap Amang seraya meminum minumannya.
"Eh, iya juga. Yuk cepet habisin, terus balik ke hotel," sahut Sena.
Lima belas menit kemudian, mereka pun bergegas meninggalkan tempat itu. Amang pun sudah tak sabar ingin merebahkan diri di kasur hotel yang empuk. Sedangkan Mina sudah cukup merasa bahagia karena mendengar kata cinta dari Sena, dan Sena yang hanya percaya bahwa cinta sejati adalah cinta pada pandangan pertama. Kini, Sena merasakan sensasi itu setelah terakhir kali merasakannya saat bertemu Vhera kali pertama.
Lampu jalan menerangi penghujung waktu keseharian mereka. Kini tiba saatnya untuk mereka istirahat, menyiapkan hati masing-masing untuk memulai hari esok. Akankah ingatan tentang Vhera akan lenyap terhapus setiap hujan yang datang, ataukah Mina yang masih menjadi pelarian Sena semata. Masih banyak ribuan hari yang belum mereka lewati. Seorang bijak mengatakan, satu-satunya cara untuk benar-benar mengetahui sesuatu, adalah dengan membiarkan segala sesuatu itu benar-benar pergi
"Neng, kita udah sampai nih," ucapku pada mereka di belakang. "Mina tidur, Mang. Hahah," balas Sena. "Lah ... padahal cuma 20 menit juga sampai, udah tidur aja dia." Aku pun keluar dari mobil lalu membukakan pintu mereka, "Bangun, Neng ...." Mina pun bangun, lalu keluar dari mobil bersama Sena. Kasihan, sepertinya Mina sangat lelah hari ini. Terkadang aku prihatin pada kondisi Mina yang selalu ambruk hanya karena mengejar lelaki seperti Sena. Walau sudah ditolak dan disakiti, cinta Mina tak berubah walau hanya sesaat. "Saya langsung ke kamar ya Mas, Neng ... cepat istirhat ya ... kalau perlu apa-apa telpon aja ...." "Iya, Mang. Kita istirahat lah malam ini," jawab Sena. Mina pun menjawab sambil melambaikan tangannya, "Sampai jumpa besok ya, Mang ...." Selama 4 tahun menjadi supir pribadinya, aku menjadi sangat mengenal seperti apa kepribadiannya. Dia adalah wanita pecinta sejati, yang tak akan pernah menjalin hubungan sebelum dia yakin
"Iya, sih Mas. Kalau boleh saya bilang, sebenarnya Mas itu orang kedua yang mengetahui kriteria yang diinginkan Mina. Sayalah orang pertama yang sering diajaknya membahas tentang cinta, dan darinyalah saya banyak belajar. Jika bukan karena kutipannya, saya pasti sudah lama menjadi pria yang masuk dalam barisan sakit hati, heheheh .... Menurutnya, cinta sejati adalah yang mampu membangkitkan jiwa, tidak pernah menyerah, dan siap berjuang dengan mengorbankan apa pun." Aku menanggapi cerita Sena dengan sok bijak. Aku pun melanjutkan, "asalkan Mas tahu, saya adalah orang yang seperti telah mendapat pencerahan dari seorang Mina. Bayangkan saja Mas, pria mana sih yang tidak cemburu dan iri hati melihat Mas dicintai oleh Mina? Seorang wanita muda tajir melintir, yang dibebaskan dalam mencari calon suaminya nanti, mengejar-ngejar seorang pedagang Martabak, dan tak menyerah meski sudah sering ditolak. Namun karena saya sudah lulus kuliah percintaan yang didirikan Mina di mobilnya, ha
Sena masih sibuk dengan aktivitas menghisap madunya, dan aku hanya pasrah menikmati setiap detik sentuhannya. Padahal, delapan bulan yang lalu dia sangat enggan mencoba rasa manis yang kutawarkan. Kini, madu yang telah menjadi minuman favoritnya itu bisa dia reguk kapan saja dia mau, dan aku selalu siap memberikannya. Asal bisa membuatnya bahagia, apa pun akan aku korbankan. Baik harta, tahta, atau dukungan apa pun itu. Namun, sampai detik ini aku belum juga mendapat cinta darinya. Mawar yang telah kuberikan belum cukup mampu meraih kesetiaannya. Dia hanya dekat denganku setiap madu itu siap dihidangkan. Selepas lapar dan dahaga, hatinya lupa bahwa aku menginginkan hidup bersamanya. "Oh ... Sayang ... makasih ya, Sayang ...," ucapnya saat mencapai puncak kenikmatan. Aku hanya membalasnya dengan senyuman. Oh ... Sena, jika aku tak bisa mendapatkan cintamu, maka tak kubiarkan siapa pun bisa memiliki ragamu. Segala cara kulakukan agar kau jatuh dan terjatuh lagi
Melihat kami yang sedang memanggilnya, Vhera menutup laptopnya lalu beranjak mendekati kami. Benar kata Sena, ternyata pesona Vhera jauh lebih indah di atasku. Benar-benar cantik sempurna. "Heeey, apa kabar ...," Vhera menyapa dan menyalami kami bertiga. Seetelah itu Sena mempersilahkannya duduk lalu memperkenalkannya pada kami. "Vhera, Amang, kenalin nih, namanya Vhera. Wanita pujaan hatiku," ucap Sena yang sedikit melukai hatiku. Tapi biarlah toh ini cuma basa-basi aja. "Salam kenal, Kak. Saya Mina, dan ini supir saya, Amang." "Oh, iya salam kenal semuanya. Sudah lama di sini?" ucap Vhera. Aku pun menjawab, "Baruuuu aja sampai, Kak. Barusan juga udah pesan makan. Kakak udah makan? "Saya udah makan sih tadi, hampir satu jam saya di sini. Jadi ... kalian lagi pacaran ya?" tanya Vhera, membuatku tertawa kecil. Aku pu langsung menjawabnya, "Iya, Kak. Kami emang lagi pacaran, hihihih ...." "Bisa aja kamu, Mina." Sena menya
"Mang, besok jam 7 udah harus stay di mobil, ya ...," ucapku pada Amang sambil berlalu menuju kamar. "Ok siap, Neng!" Setelah sampai membuka pintu kamar, aku dan Sena langsung menjatuhkan diri ke atas kasur. Beberapa menit kami saling diam dengan mata terpejam, lalu aku mulai membuka percakapan, "Yang ... langsung mau tidur?" tanyaku padanya. "Ngantuuukk ...," Sena pun menjawab sambil masih tengkurap dengan mata terpejam. "Yaudah ko gitu tiduerah ...." Entah berapa menit kemudian, kami pun tertidur pulas masih dengan posisi semula. Hari ini dosen tidak datang. Padahal tidak setiap hari aku semangat belajar. Giliran hari ini semangat, dosen malah tidak datang. Hufft ... Menyebalkan. "Cieee ... Vhera ... yang dimintain nomor WA sama cowok ...." "Ih ... apaan sih ... biasa aja kali." Kejadian di Supermarket siang itu membuatku menjadi bahan Ghibah oleh teman-teman satu kelompok. Mereka bertanya-tanya bagaimana bisa
Jarak antara rumah dengan kampusku sekitar 15 menit dengan berjalan kaki. Setiap hari aku selalu berjalan kaki walau banyak teman-teman yang menawariku tumpangan. Karena selain dekat, aku lebih suka berjalan kaki karena bisa menikmati pemandangan pagi. Selain itu, udara pagi sangat menyehatkan pikiranku. Apalagi pagi ini hatiku sedang berbunga-bunga. Sepanjang perjalanan menuju kampus aku bernyanyi dengan suara kecil, Kaaau dan aakuuu ... Terciptaa ooleehh waaktuuu ... Haanyaaa untuuuk ... Saling mencintaii ... Muungkin kiitaa ... Diitakdiirkaan bersaamaaa ... Raaajuutt kaaassiihh ... Jaalin ciiintaaaa ... "Woy, Vhera. Ayuk naik!" ajak Rahma yang tiba-tiba muncul di depanku. "Gak, ah, Rahma ... mau jalan kaki aja ...." "Aduuuh ... gak usah nolak deh ... cepet naik!" "Iya, iya ...." Aku pun akhirnya naik motor Rahma. Entah mengapa kalo Rahma yang ngajak aku tidak bisa menol
""saya gak nyangka, Vher ...." "Kamu kecewa, ya?" "Saya kira mawar itu masih ada" "Jadi kamu mengajak saya ke hotel ini, terus kamu mengira saya masih punya mawar, gitu? Maksud kamu apa Sena, kamu ga bercanda, 'kan? Entah benar atau tidak, tapi perasaan kecewa tergambar jelas di wajahnya. Aneh saja jika dia mempertanyakan di mana bunga mawar itu. Dengan bersedianya aku ikut ajakan dia saja, seharusnya dia sudah bisa menebak bahwa aku tak sesuci wanita yang dia harapkan. "Bukankah sewaktu kita Chat, saya sudah bilang? Saya sudah tidak punya apa yang semua lelaki harapkan, tapi kamu gak percaya!" Seketika aku menangis. Seharusnya dari awal aku sudah mengira bahwa Sena tetap akan mempertanyakan ini, tetapi aku benar-benar bodoh. Bagaimana bisa aku mengira, bahwa Sena hanya berpura-pura sedang tidak percaya pada pengakuanku. Flaeh Back (Ingatan Vhera). W******p Chat: Sena: [Tidak mungkin! Tidak mungkin wanita secant
Tak disangka, janji selalu berulang karena pertengkaran masih sering terjadi. Sebelah hati aku cinta, sebelah lagi tak mau Sena kecewa. Sampai kapan aku bertahan karena ditahan. Nasib menyakitkan ini, semua gara-gara pria brengsek yang memaksaku memberinya mawar untuk melepaskan nafsu dahaganya — Ilham."Pokoknya aku gak mau!""Ayolah Vhera. Bukankah selama ini aku setia sama kamu, selalu memberikan apa yang kamu butuh dan inginkan. Mengapa kamu tidak mau memberikan apa yang aku inginkan? Aku hanya mau bukti terakhir itu.""Cinta tidak harus dibuktikan dengan itu, Ilham! Aku kan sudah berjanji sama kamu, aku bersedia menikah denganmu setelah lulus kuliah! Kenapa kamu tidak sabar!"Segala perdebatan itu menjadi percuma, Ilham tetap memetik mawar itu dengan cara paksa. Aku hanya bisa pasrah tanpa tahu harus apa. Ilham menikmati madu dengan penuh nafsu dan buas, tanpa peduli tangisanku sama sekali. Sungguh perih, perih rasanya. Seandainya waktu bisa diulang, a