***
Marco mengerang pelan, bibirnya menyambut Isa. Ia menyelipkan tangan di antara rambut gadisnya yang lebat, meraih tengkuknya dan menciumnya lebih dalam. Gadisnya cekikikan.
"Tuan Serigala, sudah tidak marah?"
Setelah beberapa saat, Marco lalu meraih gadisnya ke dalam pelukannya dan membaringkannya ke bantalnya. Ia sendiri berbaring di sampingnya, menatap gadisnya hangat dan seluruh tubuhnya memancarkan aroma vanilla yang bersumber dari gadisnya.
"Setelah serangan fajar yang kau lakukan semalam, Princess?" Marco menggeleng dan membelai bahu polos Isa dengan bibirnya.
Astaga, kenapa minggu lalu ia sombong sekali dan pergi meninggalka
*** Marco sudah kembali ke rutinitas pengawalannya hampir dua minggu berjalan setelah kunjungan dini hari gadisnya. Isa berhasil menariknya pulang dari peraduannya yang nyaman di pinggir pantai. Kenapa Isa sulit sekali ditolak? Mengapa aku mudah sekali diperdayai Tuan Putri itu? Marco menertawakan dirinya sendiri. Be gentle, Marco! Isabella Reyes Rivera bukan perempuan kebanyakan yang akan menangisi kepergianmu hanya karena hal sepele. Menarikmu kembali di sampingnya merupakan hal romantis yang bisa kau bayangkan tentang apa yang dapat dilakukan oleh seorang perempuan berbahaya pewaris kartel. Hargai semua waktumu bersamanya!
*** Marco mengikuti bayangan Isa yang menghilang dari balik pilar. Ia sempat berharap, gadisnya akan menoleh ke belakang dan menatapnya balik. Meyakinkan diri bahwa keributan yang terjadi diantara mereka tidak pernah terjadi. Lagipula apa pentingnya si Rage Gila untuk Isa? Mengapa gadisnya membelanya mati-matian dan pasang badan untuk membela si Raksasa Jaha*nam itu? "Zay, kau akan menemaninya pulang ke Apartemen?" Marco berpapasan dengan Zayden di lorong. "Aye, Boss." "Jaga dia, untukku." Begitu perintah Marco pada adiknya. "Pasti, brother!"
💚💚💚 "Baby." Marco memasuki kamar Isa yang gelap. Berjingkat pelan seperti pencuri yang masuk ke rumah tetangga dan hendak mengambil sesuatu yang bukan miliknya. Marco berkilah, Isa adalah miliknya dan malam ini ia akan mengambil sesuatu seperti malam-malam sebelumnya. Seringai menghiasi wajah letih Marco tapi tidak dengan hasratnya yang menggebu. Tidak biasanya, Isa tidur berselimut lengkap seperti ini. Begitu pikir Marco ketika mendekati sisi ranjang tempat peraduan Isa dan dirinya beberapa malam terakhir.
***"You are so hot, baby!" Bibirnya menyapu bagian belakang telinga Isa. Meraihnya semakin dekat dan menempelkan salah satu tangan di perut gadisnya. Seolah ingin menyalurkan ketegangan yang ia rasakan setelah melihat gadisnya dalam balutan setelan suit blazer berwarna putih tulang dan terlihat sangat pas di tubuh Isa."Kau memang suka gaya bossy seperti ini ya, Marco?""Only you, Princess. I only have eyes for you." Marco meyakinkan gadisnya.Astaga! Berapa mata yang harus aku cungkil malam ini!
***Arghhh! Sial*an! Marco bisa merasakan gadisnya tersudut tapi demi menjaga situasi agar tidak memancing keributan. Bagaimana pun juga, malam ini adalah malam pertandingan persahabatan yang dibuat Tesh. Isa lalu memberi isyarat yang ia tahu harus ia kabulkan."Baiklah, Gio. Biarkan petarungmu mengikuti permainan malam ini. Marco yang akan menjadi lawan pembuka." Isa mengatakannya dengan tegas."Arghh! Menarik ini, anj*ing penjagamu melawan anj*ingku!"Oke, orang ini lebih parah dari Rage. Lain kali akan aku hempaskan dia dan mulut besarnya ke bawah tanah! Marco menenangkan diri karena ia tahu sebentar lagi ia harus bertarung melawan raksasa jadi-jadian di tengah ring dan menjadi tontonan sirkus.
Spolier: Bab agak panjang dan mengandung adegan kekerasan. *** Ting! Denting bel tiga kali membahana dan menandai selesainya pertarungan antara Marco si Pendatang Baru dengan Raksasa tiga kali lipat tingginya yang bernama Stone Scrusher. Hanya butuh dua detik untuk Marco memastikan si Raksasa itu sudah tersungkur. Bukan maksud sombong, dalam sebuah pertarungan teknik masih lebih penting dibanding ukuran. Tanpa sadar sudut bibirnya mengembang, Marco membuktikan pada dirinya sendiri bahwa ia masih selihai dulu ketika bertugas di medan perang. Marco melihat ke tempat kekasihnya duduk. Isa sudah beranjak sambil mengatakan sesuatu dengan serius pada Gio Si Eksentrik itu. Mengapa setiap pria yang berurusan dengan
*** Dor! Marco menurunkan bidikan tembakannya ke arah bahu Tesh. Perempuan itu serta merta kehilangan keseimbangan dan mengambil kesempatan untuk menjatuhkan Mischa dengan berat badannya. Dengan refleks, Mischa mengarahkan senjata ke kepalanya sendiri. Dor! Tembakan lain yang berasal dari atap gedung lain sudah membidik pergelangan tangan Mischa dengan tepat. Bidikan itu persis ketika ia akan menarik pelatuk dan membunuh dirinya sendiri di depan umum. Mischa terjatuh di bawah Tesh dan berupaya menghancurkan salah satu bahan peledak yang menempel di rompinya dengan tangan kosong. Marco dan Jett segera membekuk Mischa. Berusaha agar perempuan itu tidak banyak bergerak dan meledakkan satu gedung sesuai rencananya semula.
*** Apa kau belum lelah menghadapi drama keluargaku, Marco? Marco menurunkan Isa tepat di ujung bak mandi yang hampir penuh tiga per empat bagiannya. Ia lalu melucuti pakaiannya. Dengan polos ia masuk ke bak besar itu duluan. Isa masih berdiri menunggunya. "Babe." Ia meraih gadisnya untuk duduk bersamanya. Air dan busa yang menyebarkan aroma coklat ke penjuru ruangan menusuk lembut indra penciuman mereka. Marco sengaja memilih terapi cocoa untuk meredakan stres yang kini dirasakan Isa setelah kejadian di club tadi malam. Isa sudah menyandarkan punggungnya ke dada Marco. Marco membelai dari bahu sambil bergerak melingkar menuju tengkuknya. Elusannya meluncur turun ke sisi p