"Namun dia tak pernah lelah untuk belajar memahami," sahut Rigel. Brakkkkkk! Pintu mansion seketika terbuka lebar menampaki sosok Pria berambut pirang berdiri dengan murka. Satu jentikan tangannya langsung membuat seluruh benda-benda di mansion melayang-layang. Ascella yang tahu jika akan terjadi ancaman langsung menguarkan bayangannya. "Kembalikan istriku!" bentak Adriel menggelegar ke seluruh penjuru mansion. Rigel langsung membelalakkan kedua matanya menatap hadirnya Sang Suami yang sangat ia rindukan. "Adriel!" teriak Rigel sembari hendak berlari menghampiri Adriel bahkan tangan kanannya sudah menjulur untuk meraih Sang Suami. Seketika saat itu pula seluruh isi mansion dipenuhi oleh kabut hitam yang tebal. Kabut tebal itu menutupi pandangan Rigel terhadap Adriel. Sosok suaminya itu juga perlahan-lahan terhalang kabut dan Rigel terus meneriaki namanya dengan frustasi. Belum lagi sepasang lengan kekar Harlan memeluknya dari belakang atau bahkan sengaja menahan tubuhnya. "Rigel
"Omong kosong apa lagi itu?" celetuk Rigel.Pria itu tertawa terbahak-bahak. "Nak, maafkan semua dosa yang kuperbuat ... kau adalah masa cemerlangku dan saudaramu adalah masa tergelapku, kuharap kau bisa memaafkan perbuatannya padamu." Pria itu berucap dengan lembut. "Itu tidak ... tidak mungkin," sahut Rigel dengan kedua mata membelalak terkejut. "Ascella lahir dari ketidak sengajaanku bahkan ibunya mati bunuh diri usai melahirkannya, jadi ... dia bayangan tergelapku, sementara kau adalah permata paling cerah ... sangat cerah bahkan tak bisa disangkal," ucap Pria itu sembari melangkah mendekati Rigel kemudian memeluk Rigel dengan erat. "Tidak ada yang bisa menyangkal cahayamu, jika kau mau bahkan kau bisa membuat kegelapan itu sendiri, percayakan semuanya pada hatimu, Nak." Rigel mengepalkan kedua tangannya karena menahan perasaan yang berkecamuk. "Lahir dari ketidaksengajaan katamu, ha? jangan konyol!" bentak Rigel sembari berteriak. Seketika seluruh energinya menguar membuat hem
Malam pun telah tiba tepat pukul dua belas malam Rigel terbangun dari tidurnya. Ia memandangi kedua tangan yang masih dirantai. Rigel sudah kehilangan kekuatannya selama satu bulan ini tepat saat ia tiba dikediaman itu. Rigel masih tidak tahu alasan dari hilangnya kekuatan miliknya. Jika saja masih memiliki kekuatan, Rigel pasti dengan mudah kabur melarikan diri dari Mansion ini. "Aku benar-benar tak berguna," ucap Rigel merutuki dirinya sendiri. Rigel yang malang, tak pernah lagi tersenyum melainkan murung. Ia masih cantik namun tak lagi bersinar. Ketika tengah termangun melamuni nasibnya yang lara belum lagi merindukan sosok anak dan suaminya. Pintu berdecit terbuka menampaki sosok Ascella yang datang membawa segelas jus buah delima. Rigel tidak mengerti alasan Ascella terus memberinya jus serupa setiap malam tapi untuk menolak pun sulit karena Ascella tidak akan segan untuk memaksa Rigel meminumnya. Rigel memalingkan wajahnya. "Pergi! kau hanya bedebah bajingan yang menjual kebeb
Bagaikan sebuah barang curian. Rigel sudah sebulan dirantai pada kedua tangan dan kakinya. Rantai itu mengikat dengan ranjang kasur meski longgar tapi jangkauannya terbatas hanya sampai pintu kamar. Rigel tak bisa keluar atau melarikan diri bahkan kekuatan amukan dan healing miliknya redup secara tiba-tiba. Rigel hanya bisa memandangi langit dari jendela kamar yang terbuka. Kesehariannya makan, tidur dan membaca buku-buku yang ada di kamar ini. Kesehariannya juga dibantu oleh pelayan muda bernama Irene anak dari Si Pelayan Senior Tua itu. "No-nona ... Saya membawakan sarapan," ucap Irene takut-takut. "Kemana Pria Keparat itu?" tanya Rigel garang. "Tuan Ascella pergi ke Kerajaan New Neoma," jawab Irene masih gugup namun mencoba mendekati Rigel. Ia meletakkan makanan di atas nakas meja. "Tidakkah kau tahu siapa aku?" tanya Rigel lagi. Irene mengangguk gugup. "Anda Permaisuri dari New Neoma," jawab Irene. Rigel tertawa hambar. Semula ia perempuan ceria dan hangat. Rigel jadi Ibu ya
Kedua bahunya menaik tak acuh. "Peduli bodoh, seorang Assasin sepertiku hanya diperlukan jasanya, beruntung Klien kali ini tak meminta kematianmu namun meminta hidupmu," ucap Pria itu sembari melamun. Kereta yang ia tumpangi tiba di Kota Morrow saat subuh hari. Pria itu mendengkus kesal karena Rigel tak kunjung sadar, jadi ia menggendong tubuh Rigel namun setelah ia menutupi tubuh dan kepalanya dengan jubah hitam miliknya. Pria itu sempat terdiam tegang saat sang masinis kereta juga turun di dari kereta. Si Pria tersenyum. "Istriku mabuk kendaraan, ia terlelap sepanjang perjalanan," ucap Pria itu."Wah, wah, kalau begitu selamat datang di Kota Morrow, oh, iya, apakah Anda sudah dapat penginapan? kasihan sekali Nona itu, dia pasti lemas," ucap Masinis."Tentu, kami sudah memesan penginapan jauh-jauh hari, kalau begitu selamat pagi Tuan Masinis," sahut Pria itu sembari menggendong tubuh Rigel beranjak pergi dari stasiun kereta api. Pekerjaan beresiko tinggi seperti ini tak jadi hamba
"Yang Mulia, aku tidak menemukan keberadaan Permaisuri di seluruh penjuru istana," ucap Kaelar bersama pasukan prajurit yang mendatangi Adriel. Adriel melotot murka. Ia tak terima dengan semua ini. "Cari sampai ketemu!" bentak Adriel menggelegar. Tak usai akan murkanya, ia merutuki semua orang karena wanita yang paling ia cintai lenyap dalam waktu satu malam. "Argh!" erang Adriel sembari menyibak rambut pirang emasnya itu. Ia pun berjalan tergesa-gesa hendak menuju ke gerbang istana. Kedua tatapan biru menyalang dan rahang yang keras. Adriel tak menggubris sapaan setiap orang yang memberi hormat saat ia melintas."Aku tahu dia pasti sengaja melakukan semua ini, Rigel sengaja meninggalkanku!" bentak Adriel yang dikuasai oleh murka dan amarah. Ia menduga usai pertikaian pendapatnya dengan Rigel membuat Wanita itu sengaja meninggalkannya. Ratu kala itu berpas-pasan dengan Adriel. Wanita paruh baya itu menggendong cucunya yang sama gelisah dengan anaknya. "Adriel, bagaimana?" tanya Rat