Share

Bab 3 Intan dan Valerie

Penulis: sukanulisajaa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-02-27 14:04:17

Sampai di kantor, Valerie langsung menuju ruangannya. Ia masuk ke dalam ruangan dan mengganti sepatu high heelsnya dengan sendal jepit lagi. Tanpa basa-basi, Valerie langsung duduk dan membuka laptopnya.

Intan masuk ke dalam ruangan untuk memberikan beberapa dokumen yang harus ia tandatangani. Beberapa perjanjian kerjasama dengan klien-klien baru. Dan repeat order dari klien yang sudah menjadi langganannya menjadi pemandangan setiap hari yang Valerie lihat.

Meeting sana sini, menjelaskan produk kesana kemari, menandatangani perjanjian kerjasama menjadi tugas utama Valerie. Untung ada Intan, sahabatnya yang sekarang menjadi sekertaris sekaligus asisten pribadinya. Ketika pertama Valerie naik ke jabatan ini, posisi sekertaris diisi oleh orang kantor, tapi ia mereasa tidak cocok dan meminta direktur untuk menggantinya.

Pada waktu itu, Intan sedang tidak bekerja, karna Valerie tau Intan orangnya seperti apa, ia mengajukan Intan untuk menjadi sekertarisnya, dan akhirnya sampai sekarang sudah 4 tahun mereka bekerja bersama.

Valerie mengerutkan keningnya, Intan tidak main-main ketika ia bilang harus menghabiskan hari ini untuk me review semua pekerjaan-pekerjaan yang tertunda kemarin karna meeting. Dokumen yang harus di review tidak main-main rupanya.

“Kenapa Val? Pusing lo?” tanya Intan. Valerie bahkan tidak sadar ada Intan masuk ke dalam ruangannya.

“Iya nih,” Valerie hanya mengangkat mukanya dan kembali fokus membaca perjanjian yang harus ia tandatangani.

“Tumben, biasanya oke-oke aja. Kayaknya gue baca, ga ada yang ribet perjanjiannya, lo pusing yang mana?” tanya Intan.

“Bukan, bukan isi perjanjiannya ribet, tapi mereka perusahaan-perusahaan gede banget. Mereka pasti order bukan dalam jumlah sedikit atau menengah, pasti banyak banget. Gue lagi mau analisis, ini kalo kita kasih diskon ini nutup gak gitu,” kata Valerie.

“Val, plis deh. Kita lakuin ini ga sekali dua kali dan lo selalu cemas. Kita udah itung Val, I swear!” suara Intan hampir berteriak.

“I just wanna make sure, Intan,” ujar Valerie.

“You overthinking everythink tau ga. Semua udah kita itung berkali-kali dan ketika injury time kayak gini lo masih aja ga yakin?” omel Intan.

“Intan..”

“Valeriee… Please.. Kalo lo begini terus, yang ada kita lama dan kalo sampe lo mau rubah perjanjian di saat kita udah deal on the spot, apa gak bakal ngecewain klien dan dampaknya ke perusahaan kita juga?” todong Intan.

Valerie menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dirinya yang terlalu teliti dan Intan yang pemikirannya praktis selalu menjadi kombinasi yang ideal. Terkadang Intan terlalu ingin memanjakan klien dan menyetujui semua syarat yang disetujui klien hanya demi tidak mengecewakan klien, tapi satu sisi perusahaan merugi. Disaaat seperti itu, Valerie yang akan menjadi rem Intan.

Namun ketika keadaan mepet deadline begini, dan Valerie masih terlalu teliti dengan klien, membuat pekerjaan jadi banyak yang terhambat, Intan selalu menjadi remnya.

“Udahlah, yuk kita makan siang dulu. Udah lewat jam makan siang malah.”

“Oh ya?” Valerie menengok ke jam tangannya. 12.45. Huh dirinya kembali makan siang terlambat hari ini.

“Yaudah yuk kita makan siang dulu. Tunggu ya gue ambil dompet dulu,” Valerie mengambil dompet dan tasnya, kemudian mengunci ruangannya dan mengikuti Intan untuk pergi ke food hall di geudng kantornya.

Valerie dan Intan turun ke lantai 3, tempat dimana food hall kantornya berada. Berada di gedung yang besar di tengah kota, Valerie sangat bersyukur masih ada food hall yang menjual makanan-makanan tradisional rumahan.

Nasi, ayam goreng dan sayur asem adalah favoritnya.

“Sumpah sih, gue kalo jadi cowo seneng banget cewe gue selera makannya gak mahal,” ujar Intan melihat menu yang dipesan Valerie dari hari ke hari tidak pernah berubah.

“Hahaha gue mah fleksibel, diajak makan mahal ga malu-maluin, diajak makan murah juga hayuk,” ujar Valerie.

“Diajak komitmen yang gamau,” ujar Intan cuek.

“Sialan lo,” kata Valerie.

“Jadi gimana Juno?” tanya Intan.

“Ga gimana-gimana,” jawab Valerie.

“Maksudnya ga gimana-gimana tuh gimana ya?” tanya Intan lagi.

“Ya biasa aja, we are nothing. No comitment. Dia juga lagi ngurusin kerjaannya di Ausie hari ini, gue kerja. Nothing’s special. We have our own life.” Ucap Valerie tak acuh.

“Jadi dia siapa lo? Pacar lo?” tanya Intan.

“No, he’s not. Kita ga pacaran, ya gini aja.”

“Lo bener-bener ogah  nikah atau pacaran ya?” Intan yang tadinya asik menikmati makanannya jadi menunda makan. Ia benar-benar bingung dengan sahabatnya satu ini. Sudah ada beberapa laki-laki yang mendekatinya.

Ada beberapa yang di tolak oleh Valerie, ada yang berhasil dekat. Tapi hubungan paling jauh adalah sampai tempat tidur, tidak akan lebih dari itu.

“Kalo gue single aja bahagia, buat apa ada komitmen? Gue bahagia kayak gini Tan, gue gamau di repotin sama komitmen, apalagi kalo harus begini harus begitu. Males ah. Gue kerja, gue punya uang, buat apa lagi komitmen?” jawab Valerie.

“Emang lo ga kepikiran buat bangun rumah tangga? Punya anak? Punya suami?”

“Nope. Punya anak dan punya suami bukan tujuan gue hidup. Gue Cuma mau bahagia aja.”

“Hm let me guess? Apa lo trauma karna Faris?” tanya Intan.

Deg.

Valerie langsung diam.

Ck.

Valerie mendecak. Ternyata pengaruh Faris di hidupnya masih begitu kuatnya. Hanya dengan mendengar namanya saja Valerie kesal bukan main. Dadanya terasa sesak seketika. Ada rasa sakit yang tiba-tiba hinggap.

Tiba-tiba kepalanya penuh dengan semua kenangan dengan Faris, mantan kekasihnya yang memberi luka amat dalam kepada Valerie. Rasa sakitnya masih sama, kenangannya masih sama. Apa ia benar-benar bisa move on?

“Ekspresi lo berubah. Berarti bener.” Intan menarik kesimpulan. Jika bukan karna suara Intan, kepala Valerie pasti masih dipenuhi dengan Faris.

“Val, ga semua cowo brengsek kok kayak si Faris. Gue yakin deh,” kata Intan.

Valerie mengangkat bahunya, ia tidak pernah bisa bohong dengan sahabatnya yang satu ini.

“I just, terlalu sakit Tan, ya mungkin bener semua karna Faris. Gue belom berani lagi buat komitmen, gue belom berani lagi buat mulai sebuah hubungan.”

Valerie tersenyum getir.

“Gue yakin kok nanti lo bakal nemuin orang yang bisa bikin lo percaya sama komitmen lagi. Gue yakin,” kata Intan.

“Hahaha we’ll see. Yaudahlah yuk kerja lagi. Deadline udah mepet masih aja sempet-sempetnya curhat,” Valerie beranjak dari tempatnya diikuti oleh Intan. Intan tersenyum di belakang Valerie. Ingin rasanya ia bisa berbagi kesakitan yang dirasakan sahabatnya.

Intan tau, kesan yang ditampilkan Valerie selama ini menjadi wanita yang kuat, independen dan seperti tidak membutuhkan laki-laki hanya topeng. Valerie yang sebenarnya adalah Valerie yang lembut dan penuh cinta.

Ia hanya terlalu sakit oleh masa lalu, sebuah kisah yang menggores luka teramat dalam bagi Valerie. Luka yang tidak akan sembuh hanya dalam hitungan hari ataupun minggu, ia yakin sakit yang dirasakan Valerie membutuhkan waktu tahunan untuk sembuh.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Cinta Satu Malam Tanpa Komitmen   Bab 115 Valerie Sakit

    “Jadi gini Bu Valerie..”Faris mendengarkan di depan pintu dengan Valerie yang ada di tempat tidur.“Ibu pernah punya histori radang tenggorokan ya?” tanya Dokter Ali.“Iya dok,” jawab Valerie.“Nah radang tenggorokannya itu kumat bu, jadi demam, enggak enak badan. Lidah juga pahit. Ini enggak apa-apa kok. Cuma butuh istirahat aja, makan juga jangan sembarangan dulu ya bu. Trus banyakin minum air putih.”Valerie mengangguk-angguk. Sudah bukan hal baru dirinya terkena radang tenggorokan. Biasanya jika ia banyak pikiran, atau tubuhnya sedang lelah, radangnya bisa memerah dan membuatnya tidak enak badan.Namun kali ini, sakitnya luar biasa. Mungkin karena ia benar-benar tidak memperhatikan makanan atau minuman apa yang ia konsumsi belakangan, ditambah lagi dengan aktifitasnya yang tidak ada behentinya.“Ini saya buat resep untuk radang tenggorokannya ya, nanti bisa ditebus di apotik. Kalo 3 hari be

  • Cinta Satu Malam Tanpa Komitmen   Bab 114 Valerie Sakit

    Pukul 4 pagi, Valerie dan Faris baru sampai di rumah. Tubuh mereka sudah lelah dan mengantuk.“Kamu apa aku yang mandi duluan?” tanya Valerie.“Kamu aja dulu, abis itu baru aku,” jawab Faris.Setelah Valerie dan Faris mandi, keduanya langsung tertidur. Namun, kali ini Valerie merasa dingin yang dirasakan berbeda dari dingin yang biasanya.“Pasti gara-gara mandi abis begadang nih,” pikirnya.Valerie merapatkan selimutnya dan menaikkan suhu AC nya agar tidak terlalu dingin. Tapi ternyata tidak membantu sama sekali, tubuhnya menggigil saking dinginnya. Faris yang merasakan ada getar disampingnya, membuka mata dan melihat Valerie dalam keadaan menggigil.“Val, kamu kenapa? Dingin ya?” tanya Faris. Valerie mengangguk.Faris buru-buru menuju lemari, ia mengambil 2 pasang kaus kaki dan memakaikannya di kaki Valerie bersamaan. Ia mematikan AC, dan menyalahkan Air cooler. Tidak sedingin AC, namun tetap m

  • Cinta Satu Malam Tanpa Komitmen   Bab 113 Late Night Ramen

    “Enggak apa-apa. Aku selalu kabarin ibuku kok kalo belom pulang,” jawab Anita.“Oh ya?”“Iya, aku lagi sama siapa, aku lagi dimana, ngapain, aku pasti kabarin ibuku. Sebenernya dia enggak minta, tapi emang aku yang selalu ngabarin biar enggak kuatir,” jelas Anita.“Oke kalo gitu.”Risko menyandarkan punggungnya ke sandaran kursinya. Ia memejamkan mata, tanpa sadar ia sudah terlelap tidur. Tidak berbeda dengan Anita, setelah memastikan semua pintu terkunci dan AC tetap menyala, Anita jatuh tertidur.Tapi tidak lama kemudian, Anita bangun, ia tidak bisa tertidr jika kondisi mobil tidak berjalan. Lagi pula, tidak baik untuk pernafasan. Buru-buru Anita membuka semua jendela dalam mobil Risko.Angin malam langsung berebut masuk. Malam ini tidak terlalu dingin sebenarnya, tidak seperti malam-malam kemarin. Tapi sudah cukup membuat Anita mengencangkan jaketnya.Anita melihat ke layar, sudah nomor

  • Cinta Satu Malam Tanpa Komitmen   Bab 112 Cerita Kepada Faris dan Valerie

    Valerie yang tadinya sedang serius mengerjakan laporan langsung bangkit dari duduknya.“Serius??” tanya Valerie sambil menghampiri Anita.“Iya Val. Dia bilang mau jadi suamiku tadi,” jawab Anita.“And you said yes?” tanya Valerie, dia benar-benar exited mendengar kabar ini.“Iya Val,” jawab Anita malu-malu.“Wahhhhhh keren banget kalian berduaaa, jadi kapan nih?” tanya Valerie. Ia menarik tangan Anita untuk duduk di sofa bersama dirinya dan Faris.“Masih lama kok. Aku mau kenal Risko dan keluarganya lebih dalam lagi, juga mau kenal sama temen-temannya Risko dulu. Soalnya kan kita kenalnya baru, jadi enggak langsung cepet juga. Minimal 3 bulan aku minta waktu, ya Ris?” tanya Anita kepada Risko.“Iyaa, aku juga mau kenal dulu sama keluarga dan temen-temennya dia. Abis itu kita diskusi lagi, baru deh tentuin tanggal,” jawab Risko. Ia duduk di kursi yang tadi Vale

  • Cinta Satu Malam Tanpa Komitmen   Bab 111 She Said Yes

    Anita terdiam. Ia tidak menyangka Risko secepat itu melamar dirinya.“Anita?” tanya Risko.“Eh eh maaf Risko. Aku kaget, enggak nyangka kamu secepat itu ngelamar aku,” ujar Anita.“Iya makanya. Aku juga mikir kamu pasti ngerasa ini cepet banget. Tapi aku udah ngerasa cocok sama kamu. Aku mau hidup aku sama kamu.”Anita menatap Risko, mencari kebohongan dalam mata Risko, tapi ia tidak melihatnya sama sekali. Risko terlihat tulus, ia tidak terlihat bohong sama sekali.“Risko, kamu yakin? Kita belum lama kenal loh..” ujar Anita.“Aku yakin. Aku bisa kenal kamu nanti setelah nikah. Enggak apa-apa kok. Aku beneran yakin mau nikah sama kamu, kamu adalah calon istri yang aku rasa terbaik buatku, buat Papaku, buat keluargaku.”Anita tersentak.“Aku bahkan belom sempet kenal sama keluarga kamu, kalo mereka enggak suka sama aku gimana?” tanya Anita.“Eng

  • Cinta Satu Malam Tanpa Komitmen   Bab 110 Risko Propose Anita

    Anita dan Risko sudah duduk di dalam rumah makan. Mereka duduk berhadapan dengan pemandangan langit yang cerah. Dengan lampu-lampu kecil cantik menghiasi interior rumah makan tersebut yang makin terlihat ketika sudah gelap.Angin malam menerbangkan rambut Anita yang dikuncir hanya setengah.“Dingin ya?” tanya Risko.“Lebih tepatnya adem, bukan dingin. Yang waktu di Villa nya Faris aja aku kuat kan,” ujar Anita.“Oh iya bener.”“Kamu tau tempat ini darimana sih? Bagus banget tau,” ujar Anita.“Dulu pernah makan di sini sama temen kantor rame-rame. Kita dari luar kota trus mampir kesini eh ternyata bagus banget.”Obrolan mereka terselak oleh pelayan yang mengantarkan makanan untuk Risko dan Anita. 2 piring nasi dengan ayam goreng dan sambal juga lalapan tersaji di depan mereka. 2 gelas jus buah naga pun tidak luput dari pesanan.“Makasih Mas,” ujar Anita.“Sama-sa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status