Share

Bab 2 Valerie si Wanita Karir

Valerie tiba-tiba teringat akan dirinya yang dulu hidup sendiri di rumah ini. Semua berawal karena ayahnya mendapatkan kerja di Inggris dan akan stay di sana untuk jangka waktu yang amat sangat lama, Mamanya ikut dengan Ayah. Mereka menawarkan Val untuk ikut, namun Val tidak mau. Ia ingin kuliah dan bekerja di Indonesia, jadilah sejak itu Val hidup sendiri di Indonesia.

Valerie tersenyum, mengingat semua perjuangannya di awal ia tinggal sendiri. Ia memang memiliki uang lebih jika ia ingin makan beli dan mencuci di laundry, namun ia tidak ingin menjadi anak yang selalu mengandalkan orang lain.

Valerie muda mulai belajar masak, belajar mencuci baju dengan mesin, dengan bantuan internet, ia mempelajari semuanya sendiri. Kecuali memasang gas. Sampai detik ini, Valerie tidak bisa memasang gas dan selalu meminta bantuan satpam komplek rumahnya. Oleh karena itu, Valerie lebih suka mengkonsumsi makanan yang tidak memerlukan dimasak, misalnya roti atau buah, atau sayuran mentah.

Orangtua nya bahkan pernah menawarkannya untuk merekrut Asisten Rumah Tangga, namun Valerie dengan sopan menolaknya.  Ia benar-benar meyakinkan orangtua nya bahwa ia bisa mandiri dan bisa melakukan semuanya sendiri. Dan terbukti sampai sekarang. Valerie tumbuh menjadi perempuan mandiri yang tidak pernah bergantung dengan orang lain.

Valerie menggelengkan kepalanya, sekarang bukan saatnya nostalgia. Ia harus bekerja dan bekerja demi hidupnya. “ Okeh, let’s go,” ucap Valerie sambil mulai mengendarai kendaraannya.

Tidak sampai 20 menit, Valerie sudah sampai di tempat yang dijanjikan untuk meeting. Kali ini mereka akan meeting di sebuah coffee shop. Calon klien kali ini bisa dibilang versi laki-laki dari Valerie. Umur mereka sama, dan sudah menduduki jabatan yang tinggi di perusahaan.

Sebelum turun, Valerie mengganti sendal jepit yang ia pakai dengan sepatu high heelsnya. Ia mengambil laptop, hp dan tas kecil lalu keluar dari mobil. Valerie mengecek jam tangannya, belum waktu yang dijanjikan, aman.

“Selamat pagi Bu, untuk berapa orang?” tanya pelayan yang menyambutnya di pintu. Val menyebarkan pandangan ke dalam coffee shop tersebut. Masih lengang, bahkan masih ada beberapa pelayan yang sedang menyapu dan mengepel lantai, sepertinya mereka memang baru buka.

“Oh iya saya udah booking kok atas nama PT Global Maju,” ujar Valerie ramah.

“Sebentar Bu saya cek. Oh iya betul sekali, bahkan sudah ada 1 orang yang datang, mari saya antar bu.”

Valerie dan Si Pelayan berjalan ke arah meja yang dimaksud. Pelayan itu berhenti di sebuah meja, benar kata Si Pelayan bahwa sudah ada 1 orang yang datang, yaitu Pak Risko. Dia terlihat sibuk dengan sesuatu yang ada di laptopnya sampai tidak menyadari ada Valerie yang datang.

“Ibu, ini meja yang dipesan. Saya tinggal ya Bu. Oh iya, apa ada yang mau di pesan sekalian?” tanya Si Pelayan.

“Ada yang gak kopi gak Mas?” tanya Valerie.

“Kami ada hot tea atau ice tea, ada hot dan ice choholate, ada lyce tea ada jasmine tea,” jelas Si Pelayan.

“Lyche tea sounds good,” jawab Val sambil tersenyum.

“Baik bu,” Si Pelayan meninggalkan Val yang sudah duduk di kursi paling ujung. Meja dan kursi sengaja dipesan dengan format “Boardroom” yaitu peserta meeting berhadap-hadapan, dan pemimpin meeting ada di ujung menghadap ke semua peserta meeting. Valerie duduk di bagian pemimpin meeting. Bukan hanya karna ia yang akan memimpin meeting, tapi nanti ia yang akan menjelaskan mengenai produk yang mereka jual ke klien, hingga klien bisa mendengar semua penjelasan Val dengan jelas.

“Gak suka ngopi?” Risko tiba-tiba berbicara, sedikit membuat Val terkejut karna ia tidak mengira kalo Risko dari tadi memperhatikan gerak-geriknya.

“Oh hehe duh kaget saya tiba-tiba kamu ngomong. Bukan ga suka ngopi, tapi tadi pagi saya udah ngopi, baru ajaa selesai tadi di mobil pas kesini,” ujar Val sambil tersenyum.

“Btw, saya Risko. Kita udah kenal ya di email dan telp tapi baru aja ketemu hari ini,” ujar Risko.

“Saya Valerie, kadang dipanggil Val. Iya kita baru kenal di telp sama email aja. Kamu baru sendiri? Staff kamu mana?” tanya Valerie.

Valerie dan Risko memang sudah kenal via telp dan email, pada awalnya Risko memanggil Val dengan sebutan ibu, begitupun Val, tapi terasa kaku hingga mereka sepakat untuk biasa aja memakai saya dan kamu juga memanggil nama.

Risko terpana melihat wanita yang ada di depannya. Cantik, tapi tegas. Independent, dan tidak bergantung pada orang lain. Wajahnya yang cantik, cara bicaranya yang santai namun tegas, cara Valerie menyelesaikan masalah, membuat Risko menyukai Valerie sejak pertama mereka berkomunikasi via email dan telpon.

Risko melihat jam tangannya.

“Belum waktunya meeting memang, jadi belum ada staff saya yang datang. Kamu sendiri?”

“Sama, saya juga. Saya bawa mobil tadi dari rumah, jadi ga ke kantor.”

Baru saja Valerie berhenti berbicara, Intan dan beberapa staff Risko sudah datang. Ternyata, semua staff Risko berumur sama dengan Val dan Intan. Ini  sedikit memudahkan Valerie untuk mempresentasikan produknya. Karna anak muda sepertinya tidak suka basa basi, mereka bisa langsung mulai meeting dan masuk ke intinya tanpa perlu banyak intermezo yang tidak penting.

Meeting langsung dimulai. Seperti biasa, dengan semua bahan meeting yang disiapkan oleh Intan dengan sangat matang, di tambah presentasi oleh Valerie dengan sangat baik, perusahaan Risko dengan senang hati menyutujui kerjasama yang akan mereka jalin.

“Baik, jadi kasih kami waktu 2 hari, dan SPK akan sudah mendarat di meja kamu ya,” ujar Valerie mengakhiri meeting kali ini.

“Oke siap. Saya tunggu.”

Val dan Risko bersalaman.

“Semoga kerjasama kita bisa berlangsung lama dan saling menguntungkan ya,” ujar Valerie.

“My pleasure,” balas Risko sambil menjabat tangan Valerie dengan yakin.

Valerie membereskan laptopnya dan bersiap-siap untuk berangkat ke kantor lagi.

“Intan, abis ini saya masih ada meeting gak?” tanya Valerie.

“Gak ada bu, saya sengaja kosongin meeting hari ini karna hari ini kita harus ngejar kerjaan yang kepending dari seminggu yang lalu, seminggu yang  lalu sampe hari ini kan saya push meeting semua,” ujar Intan.

“Oke kalo gitu. Risko, saya langsung balik kantor ya, saya takut dimarahin sekertaris saya nih kalo ga selesai kerjaannya,” canda Valerie.

“Hahaha kamu bisa aja. Yaudah yuk kita keluar bareng. Aku juga mau langsung ke kantor,” ujar Risko.

“Intan, kamu duluan aja, saya mau ke toilet dulu.”

“Okee, see you in office yaa,” ujar Intan.”

“Risko, saya permisi dulu ya.” Ujar Valerie sopan.

“Oh iya silahkan, saya duluan ya Val,” ujar Risko.

“Okee, bye Risko, see you,” ujar Valerie.”

“See you.”

Selesai menunaikan urusannya dengan kamar mandi, Valerie berjalan menuju mobilnya. Masih ada 1 mobil di samping mobilnya yang sepertinya ia kenal. Oh mobil ini adalah mobil yang tadi pagi juga terparkir persis di samping mobilnya.

“Jangan-jangan ini mobilnya Risko, tapi dia kan udah pulang tadi,” pikir Valerie.

Ketika Valerie menghampiri mobilnya dan hendak membuka pintunya, ia dikagetkan oleh tepukan halus yang ternyata adalah Risko.

“Yaampun kamu, kaget aku,” ujar Valerie.

“Kamu kaget terus tiap aku tegor kayaknya hahaha,” Valerie yang baru melihat Risko dari dekat baru memperhatikan bahwa mata Risko tegas namun menyenangkan. Pastas saja ia bisa langsung nyaman bekerja sama dengan Risko.

“Ya kamu ngagetin aja,” ujar Valerie.

“Kok kamu masih di sini? Katanya mau langsung tadi?” tanya Valerie.

“Iya tadi pas saya mau berangkat, ternyata dompet saya ketinggalan di meja. Untung ga di ambil, disimpen sama waitressnya. Nih baru saya ambil.”

“Ohhh, yaudah kalo gitu, saya duluan ya,” ujar Valerie.

“Iya mari..”

Risko memasuki mobilnya, tidak langsung menjalankannya. Risko terdiam di mobil, entah kenapa sosok Valerie masih hinggap dalam pikiran Risko. Sejauh yang ia tahu, Valerie belum menikah, apa yang menyebabkan Valerie belum menikah?

Risko mengambil hpnya, ia mengetik sebuah pesan untuk Valerie.

-Hi, kalo kamu ga keberatan, saya mau nanya sesuatu, tapi ini bukan tentang bisnis. Ini tentang pribadi, bolehkah?

Sent.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status