Valerie bekerja sampai larut malam. Untung besok akhir pekan, ia bisa beristirahat sebelum senin jadwalnya sudah full lagi dengan meeting-meeting. Tanpa terasa waktu sudah menunjukan pukul 11 malam. Valerie meregangkan badannya. Sudah 20 Surat Perjanjian yang berhasil ia sign hari ini. Benar-benar melelahkan.
“Val ayo pulang, gue udah teler banget,” ujar Intan dari luar ruangannya.
“Duluan duluan, gue masih mau beberes,” ujar Valerie.
“Yaudah gue duluan yaa,” ujar Intan sambil berlalu dari ruangan Valerie.
Valerie mengedarkan pandangannya. SPK yang sudah di sign sudah bertumpuk rapih di mejanya, tinggal dikirim ke masing-masing klien. Ia melihat laptopnya, sudah semua rapih, ia tinggal mematikannya. Valerie teringat, ia belum membuka hp nya sama sekali seharian, dan seingatnya tadi ada notifikasi ketika ia di mobil.
Valerie membuka hpnya, muncul sebuah nama yang mengirimkan pesan, Risko. Valerie mengerutkan kening. Ia berfikir ada revisi dengan perjanjiannya, akan sangat memakan waktu jika memang ada perubahan di perjanjian kerjasama mereka.
Klik.
Pesan dari Risko terbuka.
-Hi, if you don’t mind. I wanna ask you something, but it’s not bout our bussines. Its personal. May I?-
Hhh
Valerie menghembuskan nafas lega, ini bukan perkara pekerjaan.
-Go ahead-
Sent.
Read.
“Wah masih online dia, cepet banget read nya,” Valerie bergumam sendiri.
Ting. Masuk lagi pesan dari Risko.
-Are you in a relationship with someone?-
“Hahahahhaha,” Valerie tertawa. Risko adalah tipenya sekali. Pekerja keras, telaten, dan tidak pernah basa-basi. Segala yang dibicarakan selalu tepat pada intinya.
-Nope. I’m a single agent (Intan named me like that)-
Sent.
Read.
Di kantornya, senyum Risko terbentang. Ia merasa ada kesempatan untuk mendekati Valerie secara personal.
-So, can we?-
Risko Sent.
-Can we what?-
Valerie Sent.
-Being more than bussines partner-
Risko Sent.
-You are so obvious-
Valerie Sent.
-Hahaha I’m sorry. How bout lunch tommorrow?-
Risko Sent.
Valerie menimbang-nimbang. Dia sangat malas jika harus keluar rumah. Ia ingin dirumah seharian, bermalas-malasan ria dengan tempat tidurnya. Valerie meletakkan hpnya dan bersiap-siap untuk pulang. Ia akan memikirkan selagi jalan pulang saja nanti.
Valerie mengunci pintu ruangannya, berjalan ke arah parkiran. Ternyata di kantor masih ada beberapa accounting yang lembur. Valerie menyapa mereka semua dan berlalu sebelum ia mendengar ada yang membicarakan dirinya.
Di kantor, Valerie sering kali menjadi perbincangan dan gosip bagi orang divisi lain karna dirinya yang belum juga menikah di usia yang sudah bisa dibilang matang. Namun bagi Valerie, menikah bukanlah tujuan hidupnya. Banyak yang menikah namun tidak bahagia, untuk apa? Lebih baik ia sendiri namun bisa menikmati hidup.
Valerie masuk ke dalam mobil, menyalahkan mesin dan radio. Ia menunggu beberapa saat di parkiran sebelum keluar. Valerie mengeluarkan hpnya dan membalas pesan dari Risko.
-Gimana kalo kamu dateng kerumah saya?-
Sent.
Read. Risko ini benar-benar tipe orang fast respon ternyata.
-With my pleasure. Sent the address-
Risko Sent.
Valerie mengirimkan Risko alamat rumahnya.
-Saya kirim share loc nanti kalo udah dirumah-
Sent.
Read.
Tidak ada jawaban. Valerie mulai mengendarai mobil nya membelah ibukota yang tidak pernah tidur ini. Dalam perjalanan pulang, Valerie kembali teringat pembicaraan tadi siang dengan Intan. Apa dirinya benar-benar belum bisa melupakan Faris? Apa dirinya masih saja berpura-pura sibuk hanya untuk mengindari memikirnya Faris?
Yap. Itulah yang harus dia lakukan SEKARANG JUGA. Sibuklah dan berhenti memikirkan Faris. Akhirnya Valerie memikirkan akan memasak apa untuk besok Risko datang kerumah. Valerie sangat suka masak. Ia suka sekali menggabung-gabungkan beberapa bahan yang ia suka.
Sampai di rumahnya, Valerie langsung memasak air untu dirinya mandi. Valerie berendam di dalam bathup sambil tetap memainkan hpnya. Ia sudah mengirim shareloc ke Risko dan Risko bilang akan datang besok jam 1 atau jam 2 siang.
Baiklah. Ia memiliki waktu untuk memasak sesuatu.
-Rather western or traditional food?-
Sent.
Read.
-Both. I love food-
Valerie tersenyum. Benar-benar tipenya. Valerie memutuskan untuk membuat spageti untuk appetizer dan nasi dengan ayam bakar untuk main course, untuk pelengkap ia akan membuat pudding. Valerie membuka aplikasi memesan bahan makanan online dan membayarnya agar besok pagi, barang-barang itu sudah bisa sampai di rumahnya.
Valerie menyelesaikan mandinya dan masuk ke dalam kamar. Dengan hanya menggunakan tangtop dan celana panjang longgar ia naik ke tempat tidur. Mematikan lampu dan mulai memejamkan mata. Setumpuk pekerjaan dan air hangat di akhir hari membuatnya dengan cepat tertidur nyenyak.
***
Hari masih menunjukan pukul 08.00, namun Valerie sudah sibuk di dapur. Bahan makanan yang ia pesan semalam sudah datang sejak setengah jam yang lalu. Khawatir akan kembali terlelap, Valerie akhirnya mulai memasak.
Hari ini Valerie bahkan skip sarapan karna ia tahu siang ia akan makan yang banyak. Valerie mencintai makanan namun ia tetap harus menjaga badan dan kesehatannya agar tidak kebablasan.
Valerie mencuci ayam sampai bersih, kemudian ia membuat bumbu marinasi ayam bakar dengan memeraskan jeruk nipis dan mendiamkannya selama beberapa waktu. Sambil menunggu marinasi ayam, ia menyiapkan pudding. Tadinya ia ingin membuat panakota, tapi pudding terdengar lebih simple dan sudah pasti enak.
Suara lagu American Idiot dari Greenday menggema dari dalam rumahnya. Ia sengaja menyetel lagu yang membangkitkan semangatnya. Sambil menggoyangkan badannya mengikuti hentakan lagu, Valerie dengan lihai mengolah semua bahan makanan agar menjadi makanan yang enak.
Kali ini Valerie akan membuat sebuah pudding yang terbuat dari roti tawar, susu, tepung maizena dan lain-lain. Sebenarnya bisa saja ia membuat pudding dari pudding instan, namun ia ingin memberikan kesan tersendiri untuk Risko. Ya barangkali Risko ingin membuat sebuah bisnis kuliner bersamanya, who knows?
Valerie mulai memblender roti, keju, agar-agar instan, tepung maizena, gula dan susu UHT. Kemudian Valerie memanaskannya di panci, ia memasaknya hingga berbuih. Harum yang dihasilkan sangat manis. Valerie mencelupkan jarinya dan mencobanya.
Senyumnya sumringah, ini enak. Lalu Valerie memasukkan biskuit hitam yang sudah dihancurkan di dasar cetakan, memadatannya kemudian menuang hasil yang ia rebus tadi. Dimasukkannya lagi serbuk biskuit hitam, dan adonanya lagi. Ia memasukkan kulkas dan tersenyum.
“Kamu jadi ya, harus enak,” Valerie berbicara dengan puddingnya.
“Don’t wanna be an american idiot!” Tubuh Valerie bergerak kesana-kemari mengikuti lagu dan irama sambil tangannya terus memasak. Kali ini ia membuat bumbu rujak, namun tidak ia marinasi dengan ayam karna kuatir Risko tidak menyukainya.
Khusus untuk makanan pembuka yaitu Spageti, Valerie tidak akan mengolahnya sekarang, ia akan mengolah nanti, ketika Risko sudah mau sampai agar tetap hangat dinikmati.
Valerie sering lupa waktu ketika sudah memasak, ia melihat jam dan kaget karna waktu sudah menunjukan pukul 12.00. Ia baru saja selesai masak nasi dan membakar ayam. Puddingnya sudah aman di kulkas, brarti ia hanya tinggal megolah spageti.
Valerie mengambil hpnya, mencari nama Risko untuk mengirimkannnya pesan.
-Nanti kalo udah sampe, ketok aja ya. Kalo 2 kali ketokan belum saya sautin berarti saya masih mandi. Kamu masuk aja tunggu di dalam-
Sent.
Read.
-Okey-
Sent.
Risko datang tepat jam 2. Ia mengetuk pintu. Sekali, tidak ada jawaban. Dua kali, masih tidak ada jawaban. Akhirnya Risko membuka pintu dan masuk ke dalam, sesuai dengan pesan yang diterimanya dari Valerie.Warna monokrom langsung memenuhi penglihatan Risko. Semua barang yang ada di rumah Valerie hanya memiliki 3 warna. Hitam, putih dan abu-abu. Itupun abu-abu hanya sedikit sekali, hitam dan putih yang mendominasi segalanya.Tatanan ruang tamu Valerie sangat rapih, tidak ada satupun barang yang tidak pada tempatnya. Lebih tepatnya, tidak terlalu banyak barang di ruangan itu. Hanya sofa berukuran sedang 2 buah, dengan lemari buku di sampingnya. Sisanya hanya terbentang karpet bulu berwarna hitam. Suasana yang nyaman untuk ngobrol tanpa terkesan formal.Kemudian bergeser sedikit ada sebuah meja makan besar berbentuk bulat, dan 3 buah kursi yang mengelilinginya. Juga sebuah kulkas di dekatnya.Risko duduk di sofa sambil masih mengamati ruangan ini. Di depan ruangan yang sedang di dudukin
“Usaha hamburger kamu masih jalan sampe sekarang?” tanya Valerie.“Masih. Tapi jangan kamu bayangin usaha hamburger saya usaha yang besar, berkembang pesat dan punya franchise dimana-mana. Usaha hamburger saya usaha keluarga yang bahkan orangtua saya gamau anaknya ada yang colek-colek resep mereka hahha," Risko tertawa. Satu hal yang Valerie dapat dari Risko adalah, di luar pekerjaan, Risko orang yang sangat suka tertawa. “Orang tua kamu keren. Saya mau banget usaha makanan dari dulu tapi ga bisa-bisa. Mungkin karna masih kerja kali ya. Ajak saya dong ke usaha keluarga kamu,” pinta Valerie.“Boleh, kapan-kapan kamu saya ajak yaa ke warung hamburger punya orangtua saya,” janji Risko.“Kalo kamu emang niat mau usaha yang beneran, kamu harus berani buat keluar dari zona nyaman kamu di kantor Val,” nada bicara Risko semakin lama sudah semakin santai. Sudah seperti bicara dengan teman dan bukan partner bisnis lagi.“Itu yang belom saya bisa. Saya ngerasa kayak saya ga akan bisa kayak seka
Valerie mengulat. Senin pagi. Saatnya ia bekerja kembali. Valerie melihat ke arah jam di kamarnya, baru pukul 2. Ia masih memiliki banyak waktu.Semalam, Valerie tertidur terlalu cepat, sekitar pukul 7, jadilah ia bangun terlalu dini. Valerie menguncir rambutnya, membawa hpnya bersamanya dan keluar dari kamarnya.Valerie meletakkan hpnya di atas meja, mengambil gelas yang berukuran sedang. Membuka toples kopi, menuangkan kopi 3 sendok dan gula pasir 1 sendok. Menyeduhnya dengan air panas sedikit, dan sisanya di masukkannya es batu.Es kopi kesukaan Valerie sudah siap dinikmati. Ia tidak peduli pagi, siang, sore atau malam, es kopi tetaplah juaranya. Valerie duduk di meja makan, menikmati kopi sambil membuka hpnya. Ada 1 pesan dari Risko yang belum ia buka semalam.-Oke goodnight Valerie. Have a very best dream-Valerie tersenyum membaca pesan dari Risko.Hari Sabtu, mereka mengobrol sampai sore sekali, sampai Valerie hampir lupa mengeluarkan
Valerie berangkat ke kantor, berharap pikirannya akan teralihkan dengan setumpuk pekerjaan yang menumpuk. Valerie melewati kumpulan ibu-ibu yang masih berbelanja di tukang sayur, mereka terdiam melihat mobil Valerie lewat. Tersenyum padanya.Munafik, pikir Valerie.Setelah mobil Valerie lewat, mereka kembali melanjutkan menggunjing.“Tuh bener kan, pagi banget berangkatnya. Karyawan apaan berangkat jam segini coba, emangnya OB,” ucap salah satu ibu-ibu.“Ya mungkin kantornya jauh Bu, jadi berangkat pagi-pagi,” kata Si Tukang Sayur.“Ah si Mamang emang ga bisa nih kalo dibilangin. Ya bu yaa,” Ibu-ibu yang lain mengangguk mengiyakan.Valerie melihatnya dari kaca spion mobilnya, ia kembali kesal. Ia kesal karna beberapa fakta menyakitkan yang selama ini ia hindari.Pertama, fakta bahwa dirinya belum menikah bahkan takut untuk menikah atau sekedar memiliki komitmen. Kedua, fakta bahwa orang-orang mengira dirinya memiliki banyak uang karna bekerja yang bukan-bukan, padahal untuk mencapai p
“Ah selesai juga. Cepet kan kalo saya bantuin, coba tadi kamu sendirian pasti jam segini belum selesai cuci piringnya,” kata Valerie.“Bu, saya minta maaf ya sama sekali saya ga ada maksud buat nyuruh Bu Valerie bantuin saya cuci piring. Tangan Ibu jadi kotor pasti,” ucap Daus dengan nada panik.“Kamu kenapa?” Valerie yang bingung kenapa Daus sepanik itu.“Saya takut dipecat Bu, karna Bu Valerrie udah bantuin saya cuci piring,” ujar Daus.“Hahaha ga bakalan. Udah ah, saya mau masuk dulu ya. Mau ganti baju. Masa saya kerja pake kaos begini,” Valerie memang masih menggunakan kaos dan celana jeans. Ia membawa baju kerjanya, sengaja ia belum berganti pakaian agar ketika kerja, bajunya tidak lecek.Valerie masuk ke ruangannya, mengeluarkan dari tasnya baju kerja yang akan ia pakai. Hari ini ia akan memakai blouse berwarna pink dan celana hitam panjang. Hari ini tidak ada pertemuan dengan klie
“Ehm..”Valerie berdeham. Ia, Intan dan ketiga staffnya sudah duduk di ruang meeting. Suasana tegang menyelimuti mereka. Valerie yang memimpin meeting duduk di paling pojok, dimana semua peserta meeting dapat melihatnya secara langsung.Disa, Dewi dan Kumala hanya bisa menunduk, sama sekali tidak berani memandang Valerie. Aura Lady Boss yang keluar dari diri Valerie benar-benar kuat. Intan saja yang sahabatnya, tidak berani sama sekali menegur Valerie jika auranya sudah seperti ini.“Tadinya hari ini saya ingin meeting membahas kinerja dan pencapaian kita bulan lalu, namun saya urungkan karna ternyata ada hal yang lebih penting..” Suara Valerie menggantung di udara. Intan mengernyitkan dahi. Tidak biasanya Valerie mengesampingkan masalah kinerja, ia adalah orang paling strick dan tepat waktu yang ia tahu. Jika ada yang digeser atau dibatalkan, berarti hal ini benar-benar penting.“Barangkali ada yang belum tahu mengapa pembahasan kinerja saya geser, saya akan menceritakan sebuah kis
Selama menunggu Intan di mobil, Valeri membuka-buka pesan whatsapp. Ia melihat siapa saja klien-klien besar yang harus ia temui. Namun ia terdiam dan ingat bahwa ia tidak memakai pakaian yang cukup formal untuk bertemu klien besar.Ia kembali mengingat kira-kira klien yang bisa didatangi hanya dengan menggunakan pakaian semi formal. Ah Risko.Valerie membuka kontak Risko. Menekan tombol panggil. Diangkat pada panggilan kedua. Ini berarti Risko sedang tidak terlalu sibuk.“Yes Val,” jawab Risko.“Kalo saya ke kantor kamu sekarang untuk review hasil kerjasama kita selama sebulan, gimana?” tanpa basa-basi, Valerie langsung bertanya pada Risko.“Oh iya boleh, kebetulan saya lagi di kantor. Kamu udah tau kantor saya?” tanya Risko.“Belum tau, boleh tolong do share location?” tanya Valerie.“Oke habis ini saya shareloc” jawab Risko.“Oke,” ujar Valerie. Ia
Valerie berjalan bersama Risko ke parkiran mobil. Ia sudah memberikan kunci mobilnya kepada Intan. Intan sudah duluan pergi ke kantor, habis dari sini, ia yakin ia akan diberondong beribu pertanyaan oleh Intan. Biarlah. Kali ini, ia yakin bersama Risko bisa memulihkan moodnya hari ini.Risko sudah duduk di belakang kemudi, kali ini ia sengaja tidak memakai supir, ia ingin menemani Valerie. Ia yakin Valerie hari ini ke kantornya bukan untuk membahas dan mereview kerjasama mereka. Ia yakin suasana hati Valerie sedang tidak baik namun ia mencoba profesional.“Jangan lupa pake seatbelt ya, karna perjalanan kita agak jauh,” ujar Risko.“Emang kita mau kemana?” tanya Valerie.“Makan siang,” jawab Risko enteng.“Ya ampun cuma makan siang aja jangan jauh-jauh. Waktu makan siang itu Cuma 1 jam,” kata Valerie.“Saya yakin kok anak buah kamu akan lebih seneng kalo bosnya makan siang sedikit le