“Nggak berasa ya, udah ulang tahun Janar aja.”“Iya. Ini ulang tahun pertama Janar tanpa ayahnya.”Padma mengusap pelan lengan Shua dan Mili menyerahkan segelas jus jeruk kepada perempuan itu.“Juan nggak dateng?” tanya Mili yang sejak tadi memang memperhatikan tamu undangan yang datang di ulang tahun Janar, anak Shua.“Nggak, lagi nemenin selingkuhannya ke dokter kandungan, sebentar lagi mereka mau punya anak, kali.”“Ewh,” desis Mili tanpa sadar. “Janar sedih nggak tahu papanya nggak dateng?”“Nggak.” Perempuan yang hari itu mengenakan gaun santai dengan kerah sabrina tersebut menggeleng seraya tersenyum miris. “Dia bahkan nggak pernah nanyain papanya lagi. Sesekali aku singgung soal papanya, kayak… kalau dia kangen kita bisa atur waktu ketemu.“Tapi Janar bilang dia nggak mau ketemu papanya.” Shua menghela napas. “Aku emang benci sama Juan, tapi aku juga nggak pengen anakku lupa atau bahkan benci sama papanya.”Padma mengerti apa yang dipikirkan Shua. Hal itu juga yang ia dan Badai
Badai membuka matanya dan merasa ada hal yang aneh. Ia mengerjapkan mata, lalu beranjak duduk dan mencari kaosnya yang ia lempar dengan sembarangan entah ke mana semalam.“Hon,” panggil Badai sambil memakai kaosnya yang ternyata tergeletak di kursi meja rias. “Kamu di kamar mandi?”Ia mendekat ke kamar mandi, tapi pintunya terbuka sedikit dan tidak ada siapa-siapa di dalamnya.Satu tangannya mengucek matanya yang masih ingin terpejam seraya masuk ke kamar mandi. Ia memutuskan untuk sekalian mandi sebelum turun ke lantai satu, menyusul istrinya yang kemungkinan sudah bangun lebih dulu daripada dirinya.“Hon, kamu di mana?” panggil Badai ketika selesai mandi dan beranjak menuruni undakan tangga.Samar-samar Badai bisa mendengar seruan Padma yang menjawab pertanyaannya. “Di dapur, B.”Mendengar hal itu, tentu saja Badai langsung bergegas ke dapur. Istrinya tengah menghadap kompor dan sibuk sendiri dengan masakannya. Iseng, ia memeluk Padma dari belakang dan mencium pipi istrinya dengan l
“Papa, mau duduk.”“Oh, oke, oke.”Dengan cepat Badai mencari restoran yang tak terlalu ramai untuk mereka bertiga duduk dan beristirahat sejenak. Ia menunjuk ke arah Fish & Co. “Ke sana mau nggak, Bang?”“Mau, mau!”Badai tersenyum melihat bagaimana antusiasnya Asa. Seraya mendorong stroller yang ditempati Ilana, mereka berjalan masuk ke gerai Fish & Co. yang ada di lantai 3A Grand Indonesia tersebut.Hari ini ia, Padma, dan anak-anaknya memang berkunjung ke Grand Indonesia untuk banyak agenda, mulai dari belanja bulanan, beli baju baru untuk Asa dan Badai, hingga Padma yang ingin potong rambut.Badai sengaja memberi waktu pada
“Ilana manggil aku Papa, Hon!”“Iyaaa, B.”“Pa!” Badai mengulangi kata pertama yang diucapkan Ilana seminggu yang lalu di Fish & Co. Grand Indonesia. “Dia manggil aku Papa!”Padma sudah mendengar ratusan kali (dan ini bukan hal yang berlebihan, memang faktanya Badai sudah membicarakan ini ratusan kali) mengenai kata pertama yang diucapkan Ilana.Perempuan itu bahkan masih mengingat dengan jelas, ketika ia tiba di Fish & Co. setelah selesai creambath, hal pertama yang dilakukan Badai adalah memeluknya di depan anak-anak dan semua orang.Dengan sangat senang lelaki itu mengatakan kalau kata pertama yang diucapkan Ilana merupakan ‘Papa&
“Mama nggak capek?”“Nggak.” Padma menggeleng sembari menggoyangkan gandingan tangan mereka. “Abang capek?”“Nggak, Abang nggak capek!”Kekehan kecil meluncur dari bibir Padma ketika melihat bagaimana bersemangatnya Asa pagi ini. Usai sarapan, Padma mengajak Asa untuk berjalan bersamanya ke taman yang tak jauh dari rumah mereka.Asa tentu saja langsung mengiakan. Anaknya itu sudah seperti bodyguard kecil untuknya. Ia bahkan memperhatikan jalanan di depan mereka, kalau ada kerikil yang mungkin akan mereka lewati, Asa akan memberi tahu Padma supaya minggir sedikit dan tidak menginjak kerikil tersebut.“Mama mesti sering-sering olahraga ringan biar sehat terus,” ce
“Kamu nggak capek gendong Ilana terus?”“Nggaklah, masa gendong anak sendiri capek.”Shua mendengus mendengar bagaimana bangganya Badai kuat menggendong anaknya selama berjam-jam.Saat ini mereka tengah berada di acara keluarga Tanaka, lebih tepatnya ulang tahun sang oma yang jadi hari wajib berkumpul untuk mereka semua. Padma sendiri sedang mengobrol dengan Oma dan Badai menawarkan pada istrinya agar ia saja yang menggendong Ilana.“Udah tahu mau kasih nama apa untuk anak ketiga kalian?”Badai langsung memicingkan matanya begitu mendengar pertanyaan Shua. “Nggak usah ngeledek deh.”Shua langsung tertawa melihat raut wajah Badai yang masam. &ldqu
“Sadar nggak sih kalau kita selalu ada di saat Asa dan Ilana dulu lahir?”“Hon!” Badai malah tak langsung menjawab pertanyaan Padma. “Kok sempet-sempetnya sih kamu mikirin itu? Ini kamu udah mau lahiran lho.”Padma tertawa singkat, tapi langsung mengernyit saat rasa ngilu itu kembali datang. Mereka sudah berada di ruang bersalin dan kini Badai tengah menemaninya.Pagi tadi, mereka memutuskan untuk ke rumah sakit ketika merasakan tanda-tanda kalau anak ketiga mereka sudah siap untuk bertemu orangtuanya.Asa dan Ilana dijaga oleh orangtua Padma, sementara itu, di luar sana sudah ada sahabat-sahabat Badai, Arsa dan Mili, juga Shua—yang baru kembali dari luar negeri dan langsung meluncur ke rumah sakit dari bandara.“Kam
“Hon, kaos kaki aku di mana ya?”“Udah aku taruh di dekat sepatu kamu tadi.”“Di—oh! Thank you, Honey.”Padma hanya tersenyum geli mendengar bagaimana Badai masih menanyakan hal tersebut setiap hari padahal Padma selalu meletakkannya di tempat yang sama.“Cantik,” puji Badai saat melewati Padma yang tengah berdiri di depan walk in closet untuk mengambil pakaian sehabis mandi.Lelaki itu melangkah mundur dan mencuri kesempatan untuk mencium pipi Padma, baru kembali berjalan ke tempat di mana sepatu dan kaos kakinya berada.“Hari ini kamu lembur, B?” tanya Padma setelah selesia mengenakan pakaiannya.“Nggak dong,” jawab Badai dengan cepat. “Hari ini kan ulang tahun Ilana. Mana mungkin aku lembur. Oh ya, kuenya nanti dianter ke rumah atau perlu diambil ke toko kuenya?”“Kata mereka sih bisa dianter ke rumah.”“Kalau perlu diambil, bilang ke aku aja ya. Biar aku yang ambil, kamu di rumah aja. Atau minta yang lain untuk ambilin.”“Aku nggak dibolehin keluar rumah nih?” goda Padma.Perempua